Sebentar lagi, bangsa kita akan
memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Ini bukan sekadar perayaan
seremonial, tapi momen untuk merenungkan kembali makna kemerdekaan, terutama
sebagai seorang Muslim yang sekaligus warga negara Indonesia.
1. Kemerdekaan
adalah Rahmat Allah, Maka Jangan Mengisinya dengan Laknat-Nya
Kemerdekaan bukan semata hasil jerih payah manusia,
tetapi lebih dari itu, merupakan anugerah dari Allah ﷻ. Sebagaimana termaktub
dalam alenia ke-3 Pembukaan UUD 1945, “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa
dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan
yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”
Allah ﷻ berfirman:
لَئِن
شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ
وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim [14]: 7)
Kemerdekaan adalah nikmat besar dari Allah ﷻ. Maka janganlah kita isi kemerdekaan ini dengan maksiat, kemalasan, atau budaya yang menjauhkan kita dari Islam. Kita tidak layak membalas rahmat Allah dengan perbuatan yang mengundang laknat-Nya.
2. Para
Pahlawan Menyemangati Perjuangan dengan Kalimat Thayyibah
Dalam perjuangan merebut kemerdekaan, para pejuang kita
tidak lepas dari semangat tauhid. “Allahu Akbar!” adalah salah satu yang
lantang diteriakkan oleh para pejuang.
“Andai tidak ada kalimat Takbir, saya tidak tahu dengan
apa membakar semangat para pemuda melawan penjajah.” (Bung Tomo)
Selain itu ada pula pekikan “Merdeka atau Mati!” sebagai
bentuk keyakinan bahwa hidup mulia lebih utama daripada hina di bawah
penjajahan, dan merebut kemerdekaan harus dilakukan sekuat tenaga bahkan jika
mati adalah taruhannya. Perkataan ini sejalan dengan ungkapan “Isy Kariman
aw Mut Syahidan” yang berarti “Hidup Mulia atau Mati Syahid”. Sebuah
ungkapan yang konon pernah disampaikan oleh Ibunda Asma binti Abu Bakar kepada
putranya Abdullah bin Zubair agar tetap semangat berperang membela kebenaran
sampai titik darah penghabisan.
Semangat itu masih relevan hari ini, hidup mulia sebagai umat yang taat kepada Allah ﷻ, atau kita mati dalam perjuangan menegakkan kebenaran.
3. Dulu
Ada Londo Ireng, Sekarang pun Masih Ada
Saat penjajahan dulu, ada para penghianat dari kalangan
pribumi yang berada di barisan Belanda, sering disebut sebagai “londo ireng”.
Hari ini pun para penghianat yang datang dari sesama bangsa sendiri tetap masih
ada, yang menjual kehormatan, memecah persatuan, bahkan menjajah rakyatnya
sendiri dengan berbagai cara. Salah satu ucapan Presiden Soekarno yang relevan
dengan hal ini adalah, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, namun
perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri.”
Allah ﷻ berfirman,
وَلَا
تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ نَسُوا اللّٰهَ فَاَنْسٰىهُمْ اَنْفُسَهُمْۗ
اُولٰىِٕكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ
“Janganlah kamu seperti orang-orang yang melupakan Allah sehingga Dia menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik.” (QS. Al-Hasyr [59]: 19)
Jangan sampai kita lupa bahwa kita adalah anak bangsa
Indonesia, dan justru memilih menjadi orang-orang fasik, penghianat bangsa yang
malah menindas saudaranya sendiri dengan berperan sebagai “Londo Ireng” di era
kemerdekaan, penjajah berdarah pribumi.
4. Merdeka
Karena Persatuan, Jangan Mudah Dipecah Belah
Kemerdekaan ini terwujud karena persatuan ulama dan
umara, santri dan petani, rakyat dan tentara. Maka jangan pernah mau dipecah belah,
oleh kepentingan politik sesaat, atau fanatisme kelompok yang sempit. Rasulullah
ﷺ
bersabda:
الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ
يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
“Sesungguhnya orang mukmin satu dan lainnya bagaikan
suatu bangunan yang saling menguatkan satu dan lainnya.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
5. Palestina
Pernah Membantu Kita, Mari Kita Bantu Mereka
Jangan lupa, meskipun masih berada di bawah pendudukan Inggris
dan Zionis Yahudi, Palestina adalah di antara bangsa yang pertama mengakui
kemerdekaan Indonesia. Mufti besar Palestina Muhammad Amin Al Husaini melalui
siaran radio di Berlin Jerman pada 6 September 1944 menyatakan pengakuan kepada
kemerdekaan Indonesia dan mengajak bangsa Arab dan Islam untuk melakukan hal
yang sama. Bahkan saudagar kaya asal Palestina Muhammad Ali Taher menyumbangkan
dana untuk mendukung kemerdekaan Indonesia.
Kini, saat mereka dijajah dan disakiti, mari kita bantu
dengan doa, dana, dan dukungan moral. Jangan hanya bangga atas kemerdekaan
kita, tapi tidak peduli atas penderitaan Bangsa Palestina.
Selain Palestina, Mesir juga memberikan dukungan
terhadap kemerdekaan Indonesia, atas dorongan tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin
pada masa itu. Perlu diketahui bahwa Ikhwanul Muslimin merupakan embrio dari
Gerakan Hamas di Palestina. Maka, jika ada anak bangsa yang justru menyalahkan
Hamas atas apa yang terjadi di Palestina, tentu hal ini sangat disayangkan dan
mencerminkan kurangnya pemahaman sejarah serta dinamika perjuangan umat Islam.
Penutup
Mari kita isi kemerdekaan ini dengan amal shalih, dengan
menjaga persatuan, dan menegakkan nilai-nilai Islam. Merdeka bukan hanya bebas
dari penjajah asing, tapi juga bebas dari kebodohan, kemalasan, korupsi,
perpecahan dan maksiat serta dosa lainnya.
Semoga Allah ﷻ senantiasa menjaga negeri kita, dan memerdekakan saudara-saudara kita di Palestina dan seluruh negeri tertindas.
رَبِّ اجْعَلْ هٰذَا الْبَلَدَ اٰمِنًا وَّاجْنُبْنِيْ
وَبَنِيَّ اَنْ نَّعْبُدَ الْاَصْنَامَ ۗ
“Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri
yang aman dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari penyembahan terhadap
berhala-berhala.” (QS. Ibrahim [14]: 35)
Tidak ada komentar: