Diberdayakan oleh Blogger.

New

Artikel

Berita

Pendidikan

Agenda Sekolah

Info Pendaftaran

100 Lebih Wali Santri SMP Imam Syuhodo Hadiri Awalussanah Tahun Ajaran 2024/2025

 


Sukoharjo - SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo melaksanakan kegiatan awalussanah Tahun Pelajaran 2024/2025. Kegiatan yang dilaksanakan di ruang Aula ICMA Cabang Blimbing pada Sabtu, (20/07/2024) ini dihadiri 100 lebih orang tua/wali santri.

 

Kegiatan awalussanah ini dilaksanakan dan disiarkan langsung melalui kanal youtube resmi sekolah Imam Syuhodo TV. Diikuti oleh seluruh orang tua/wali santri kegiatan ini diharapkan dapat menumbuhkan antusias para orang tua santri SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo.

 


Acara ini dilengkapi dengan ceramah parenting yang mengangkat tema “Pentingnya Smart Parenting dalam Memperkuat Koneksi Emosional dengan Gen-Z” dengan menghadirkan pembicara spesialis remaja dan keluarga Ustadz Burhan Sodiq, S.S.

 

Ketua Majelis Pendidikan Dasar Menengah dan Pendidikan Nonformal (Dikdasmen-PNF) Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Blimbing Dr. H. Mohtar Yunianto, M.Si dalam sambutannya menyampaikan bahwa tidak salah jika para orang tua sudah mempercayakan anak-anaknya untuk sekolah di SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo.

 


“Alhamdulillah saat ini santri SMP Imam Syuhodo sudah meningkat dari sisi kuantitas dan kualitas, jumlahnya sudah lebih dari 100 santri, prestasi juga pelan tapi pasti selalu meningkat,” ungkap Mohtar.

 

Semakin menguatkan orang tua, Ketua PCM Blimbing H. Andi Asadudin, S.Psi dalam sambutannya juga menyampaikan hal yang serupa.

 

“Di SMP Imam Syuhodo ini tidak hanya diajarkan ilmu umum saja, tapi juga ilmu-ilmu agama. Tentu bapak-ibu semua senang jika anak-anaknya nanti menjadi anak-anak yang baik akhlak dan budi pekertinya,” papar Andi.

 


Selanjutnya sekolah menyampaikan program kegiatan kurikulum, kesiswaan dan BK selama tahun ajaran 2024/2025. Kegiatan kurikulum disampaikan oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum Shofia Nur Mutmainnah, S.Pd, dilanjutkan penyampaian kegiatan kesiswaan oleh Wakil Kepala Sekolah yang membidanginya, Muh. Fatkhul Hajri, S.Pd, dan BK disampaikan oleh guru pengampunya Yunika Putri Pratiwi, S.Pd.

 

Kegiatan diakhiri dengan ceramah parenting oleh Ustadz Burhan Sodiq, S.S. Acara parenting oleh Ustadz Burhan menjadi segmen yang sangat penting karena merupakan bentuk pengingat dan menyamakan pemahaman kembali tentang pentingnya sinergi untuk keberhasilan pendidikan. Di mana pendidikan tidak hanya tanggung jawab guru di sekolah semata, tapi juga orang tua di rumah.

 


Dengan dimulainya tahun ajaran baru ini dengan kegiatan Awalusanah dan Parenting, diharapkan kerja sama antara pihak sekolah dan orang tua dapat semakin erat dalam mendidik dan membimbing para santri menjadi generasi terbaik.

SMP Imam Syuhodo Sambut Tahun Ajaran Baru 2024/2025 dengan Rangkaian Kegiatan IHT

 


Sukoharjo - SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo menggelar in-house training (IHT) sebelum masuk tahun ajaran baru 2024/2025. IHT merupakan kegiatan rutin untuk meningkatkan (upgrade) kapasitas semua asatidzah SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo. Kegiatan IHT digelar di komplek sekolah pada Senin (15/7/2024) hingga Rabu (17/7/2024).

 

IHT merupakan kegiatan rutin setiap tahun bagi semua Asatidzah yang diadakan oleh SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo. Selain untuk mempersiapkan para asatidzah untuk menghadapi tahun ajaran baru, kegiatan ini juga bermaksud untuk merancang program kerja sekolah selama satu tahun yang akan datang.

 

Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum Shofia Nur Mutmainnah, S.Pd menyampaikan bahwa kegiatan ini terdiri dari beberapa materi, di antaranya: materi upgrading asatidzah, materi rapat kerja dan materi ruhiyah.

 

Hari pertama IHT dibuka dengan seremonial pembukaan yang dihadiri oleh Ketua PCM Blimbing H. Andi Asadudin, S.Psi dan Ketua Komite Sekolah Waluyo.

 


“Setelah pembukaan langsung dilanjutkan dengan materi upgrading 1 bertema ‘Menciptakan Iklim Sekolah yang Kondusif, Aman, Islami, dan menjadi Rumah Kedua Bagi Siswa’ yang diisi oleh Kepala SMP Mutu Colomadu Karanganyar Ibu Arum Diyah Ripdiati, S.Pd, M.Pd,” papar Shofi.

 

Shofi melanjutkan bahwa materi upgrading kedua dengan tema ‘Semangat Berjuang dalam Mewujudkan Sekolah Impian’ disampaikan oleh Ketua Majelis Pendidikan Dasar Menengah dan Pendidikan Nonformal (Dikdasmen-PNF) Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Blimbing Dr. H. Mohtar Yunianto, M.Si.

 


“Untuk hari kedua IHT (Selasa, 16/07/2024) diisi dengan rapat kerja sekolah untuk menentukan program kurikukum yang meliputi kalender pendidikan, pembagian tugas, jadwal pelajaran dan jadwal kegiatan awal tahun, serta program kesiswaan selama tahun ajaran 2024/2025, yang meliputi outing class, ekstrakurikuler, dan lain-lain,” lanjut Shofi.

 

Acara IHT di hari terakhir, Rabu (17/07/2024) berupa materi ruhiyah atau tausiyah bertema “Sucikan Hati Wujudkan Insan Cendekia yang Islami” yang diisi oleh Ustadz Abdurrahman Syahid, S.Pd.I, alumni PPM Imam Syuhodo yang saat ini menjadi pengasuh PP Darul Hijrah Canden Polokarto Sukoharjo. 

Khittah Pendidikan Muhammadiyah


 

Muhammad Nasri Dini

Kepala SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo Sukoharjo

 

Dakwah melalui jalur pendidikan merupakan salah satu spirit perjuangan Muhammadiyah yang ditinggalkan oleh pendirinya. Pada sejarah persyarikatan tercatat dengan jelas bahwa KH. Ahmad Dahlan terlebih dahulu mengawali formalisasi dakwahnya melalui pendidikan dengan mendirikan lembaga pendidikan pada tahun 1911. Selanjutnya KH. Ahmad Dahlan baru membidani kelahiran Muhammadiyah pada tahun 1912 sebagai sebuah organisasi dakwah. Tulisan sederhana ini hendak membedah secara singkat Khittah Pendidikan Muhammadiyah yang diwariskan oleh KH. Ahmad Dahlan yang bukan hanya menjadi landasan bagi pendidikan di zaman itu. Nilai-nilai yang diusung masih relevan dalam pembangunan pendidikan di Indonesia saat ini.

 

Pertama, Pendidikan Kader Berbasis Masjid. Seperti halnya Rasulullah SAW dan para sahabat beliau yang mendirikan Masjid Nabawi sebagai pusat pergerakan beliau di awal-awal beliau hijrah dari Makkah ke Madinah, KH. Ahmad Dahlan juga mendirikan Langgar Kidul sebagai ‘markas dakwah’ beliau sebelum memulai pergerakan bersama murid-murid beliau di Kauman Yogyakarta. Karena tidak mungkin KH. Ahmad Dahlan menjadikan Masjid Agung yang sudah eksis terlebih dahulu sebagai pusat pergerakan, mengingat adanya friksi antara beliau sebagai representasi kaum muda modernis dengan para sesepuh konservatif tradisionalis di Kauman saat itu.

Langgar Kidul kemudian menjadi pusat kegiatan dakwah KH. Ahmad Dahlan yang paling awal. Dengan mendirikan Langgar Kidul, KH. Ahmad Dahlan ingin menciptakan tempat bagi masyarakat untuk belajar agama Islam dan memperdalam pemahaman tentang ajaran yang beliau bawa sepulangnya haji dan menuntut ilmu dari Makkah. Langgar Kidul tidak hanya menjadi tempat untuk ibadah ritual semata, tetapi juga menjadi pusat diskusi, pengajaran, dan pembelajaran agama bagi KH. Ahmad Dahlan dan murid-muridnya. Di sinilah KH. Ahmad Dahlan memulai pergerakan dengan membentuk kader inti dakwah yang kemudian menjadi landasan bagi berdirinya Muhammadiyah. Langgar Kidul juga menjadi simbol awal dari perjuangan KH. Ahmad Dahlan dalam membangun masyarakat yang berbasis pada nilai-nilai Islam Modernis. Dengan mendirikan langgar ini, KH. Ahmad Dahlan telah menetapkan fondasi awal yang kuat bagi perkembangan gerakan dakwah dan pendidikan Muhammadiyah di kemudian hari.

 

Kedua, Pendidikan Tauhid. Alwi Shihab dalam buku “Membendung Arus: Respons Muhammadiyah terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia” mengungkapkan bahwa misi awal pendirian Persyarikatan Muhammadiyah oleh KH. Ahmad Dahlan adalah dalam rangka untuk membendung gencarnya arus Kristenisasi yang ditopang oleh kebijakan kolonial pemerintah Belanda yang menjajah bumi Nusantara pada saat itu.

KH. Ahmad Dahlan prihatin dengan fakta yang terjadi saat itu dengan menjamurnya sekolah-sekolah Belanda yang dikelola oleh kelompok Kristen dan kalangan Freemason. Karena hal tersebut, maka KH. Ahmad Dahlan merespon dengan mendirikan lembaga pendidikan Islam (madrasah) yang kemudian berkembang menjadi organisasi yang diberi nama Persyarikatan Muhammadiyah, sebuah organisasi yang bergerak di bidang pendidikan, dakwah dan sosial. Di sini jelas terlihat bahwa KH. Ahmad Dahlan tidak menginginkan tauhid masyarakat pribumi yang sebenarnya juga masih bercampur dengan budaya Jawa saat itu, tercabut dari masyarakat karena ada misi Kristenisasi (Gospel) dari penjajah Belanda.

 

Ketiga, Modernis dan Islamis. Ada dua sistem pendidikan yang berkembang di Indonesia pada masa KH. Ahmad Dahlan, yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan barat. Di antara karakteristik pendidikan model pesantren ini adalah hanya mengkaji berbagai macam kitab yang mencakup masalah-masalah agama saja dan tidak ada pelajaran umum yang diajarkan kepada para santri. Ijazah dan rapor juga tidak dikenal di kalangan mereka. Salah satu problem mendasar pendidikan model pertama ini, selain penolakan terhadap fasilitas modern termasuk tidak adanya kurikulum, mereka hanya akan menerima segala hal yang dianggap baik dan yang buruk hanya dari kyai-kyai mereka saja.

Sementara itu, pendidikan ala barat hanya mengajarkan ilmu-ilmu yang diajarkan di barat. Pendidikan yang didirikan pemerintah kolonial Belanda ini pun sudah menggunakan segala hal yang disebut modern. Baik itu metode, fasilitas dan lain sebagainya sudah modern. Ilmu yang diajarkan pun tidak ada yang diajarkan di pesantren. Sekolah-sekolah yang didirikan oleh penjajah Belanda ini menerapkan sistem sekuler yang meniadakan pelajaran agama dan nilai-nilai agama dalam setiap pelajaran. Sehingga pada akhirnya melahirkan golongan baru yang disebut golongan intelektual yang umumnya anti Islam. Bahkan alumni sekolah-sekolah ini banyak yang akhirnya menjadi antek-antek penjajah Belanda.

Kondisi inilah yang kemudian mendorong KH. Ahmad Dahlan untuk mendirikan lembaga pendidikan yang memadukan dua karakter dan dua model pendidikan di atas. Yang mengajarkan semangat Islam dan semangat modern. Dengan demikian umat Islam tidak hanya fasih berbicara tentang Islam tetapi juga berwawasan luas tentang perkembangan modern.

Karena semangat pendidikan Islam adalah semangat dakwah. Sehingga dalam setiap jenjang pendidikan yang dirikan oleh KH. Ahmad Dahlan tidak pernah lupa untuk dijiwai nilai-nilai keagamaan (Islam) yang saat itu sangat tabu untuk diajarkan pada sekolah umum. Sekolah pertama yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan bersama murid-muridnya adalah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islam. Pada perkembangannya dikenal juga sekolah-sekolah Hollands Inlandse School (HIS) met de Qur’an (SD Al-Qur’an), Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) met de Qur’an (SMP Al-Qur’an), Qismul Arqa’, Suranatan siang dan sebagainya sebagai usaha dakwah KH. Ahmad Dahlan  melalui bidang pendidikan. Dengan dijiwai semangat dakwah dan Islam, semua sekolah yang didirikan KH. Ahmad Dahlan tersebut memadukan antara sekolah umum model Belanda dan sekolah Islam model pesantren.

 

Keempat, Pendidikan bagi Kesejahteraan Sosial. Sebagaimana kita ketahui bahwa semangat perjuangan KH. Ahmad Dahlan salah satunya dijiwai dari Al-Qur’an Surat Al-Ma’un. Maka pendidikan Muhammadiyah tidak hanya untuk kepentingan pribadi, tetapi juga untuk kesejahteraan sosial. Individu yang terdidik di lembaga pendidikan Muhammadiyah diharapkan dapat berkontribusi nyata dalam membangun masyarakat yang lebih baik.

Sejarah mencatat dengan tinta emas, bahwa salah satu langkah serius yang dikerjakan KH. Ahmad Dahlan adalah dengan mendirikan sekolah untuk anak-anak dari kalangan mustadh‘afin di lingkungan Kauman Yogyakarta. Saat kita menonton kembali dalam film “Sang Pencerah” yang pernah popular belasan tahun lalu kita tentu menyaksikan saat KH. Ahmad Dahlan memerintahkan kepada murid-muridnya untuk mencari dan mengajak anak-anak dari kalangan orang miskin untuk dididik di madrasah yang akan beliau dirikan. Di madrasah tersebut, tidak hanya diajarkan pendidikan agama Islam saja seperti halnya madrasah-madrasah yang sudah ada saat itu, melainkan juga diajarkan dengan pendidikan umum yang tidak diberikan di madrasah maupun pesantren.

Dengan mendirikan madrasah ini tentunya KH. Ahmad Dahlan  ingin agar para alumninya nanti dapat menyebar dan mendirikan sekolah-sekolah di berbagai penjuru negeri ini seperti yang pernah beliau contohkan. Minimal, beliau pasti menginginkan agar kesejahteraan sosial para alumninya meningkat, tidak seperti halnya orang tuanya sebelumnya.

Kalau kita renungkan, sepertinya muncul kesan bahwa apa yang telah dirintis dan ditinggalkan KH. Ahmad Dahlan utamanya berupa lembaga pendidikan akhir-akhir ini telah dikelola secara menyimpang dari Spirit Al-Ma’un yang beliau wariskan. Kalau dulu lembaga pendidikan Muhammadiyah didirikan untuk membantu kaum mustadh‘afin yang tidak bisa memasuki lembaga pendidikan yang didirikan penjajah Belanda, maka saat ini beberapa (semoga hanya sebagian kecil) lembaga pendidikan Muhammadiyah justru sulit bahkan mustahil untuk dimasuki golongan menengah ke bawah dan cenderung terkesan seakan-akan terlihat seperti menjadi “ladang bisnis” bagi elit-elit lembaga tersebut. Oleh karena itu, menjadi tugas kader persyarikatan untuk hidup dan menghidupi Muhammadiyah dengan berupaya untuk selalu meningkatkan kualitas gerakan pendidikan Muhammadiyah agar selalu berjalan di atas Spirit Al-Ma’un ini.

 

Penutup

Setelah merenungkan kembali Khittah Pendidikan Muhammadiyah yang diwariskan oleh KH. Ahmad Dahlan, kita dapat menyimpulkan bahwa pendidikan merupakan salah satu fondasi utama dalam perjuangan dakwah Muhammadiyah. Dengan menjadikan dakwah melalui jalur pendidikan sebagai spirit utama, Muhammadiyah telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam membangun masyarakat utama yang berbasis pada nilai-nilai Islam. Melalui pendidikan kader berbasis masjid, pendidikan tauhid, pendidikan yang menggabungkan nilai-nilai Islam dan modernitas, serta pendidikan untuk kesejahteraan sosial, pendidikan Muhammadiyah terus mewariskan semangat perjuangan yang berdampak positif bagi masyarakat Indonesia saat ini.

Meskipun dalam perjalannnya tetap terdapat tantangan yang harus dihadapi, termasuk dalam mempertahankan spirit pendidikan Muhammadiyah untuk melayani kaum mustadh‘afin dan memperjuangkan kesejahteraan sosial. Penting bagi para kader Muhammadiyah yang bergelut di dunia pendidikan untuk terus merefleksikan khittah pendidikan Muhammadiyah dan memastikan bahwa pendidikan tetap menjadi sarana untuk pemberdayaan sosial dan spiritual bagi seluruh lapisan masyarakat. Gerakan pendidikan Muhammadiyah adalah sebuah proyek jangka panjang yang harus dibaktikan oleh kader-kadernya dengan tulus ikhlas, tanpa mengejar kepentingan lain apalagi mencari hidup di Muhammadiyah. Dengan demikian, warisan KH. Ahmad Dahlan dalam bidang pendidikan akan terus menjadi sumber inspirasi dan pedoman dalam membangun masa depan pendidikan yang lebih baik bagi bangsa dan negara. Wallahul Musta’an.


*) Dimuat di Majalah Tabligh No. 5/XXII - Bulan Dzulqaidah 1445 H / Mei 2024 M

Peran Wakaf dalam Pendidikan Muhammadiyah


Muhammad Nasri Dini

Kepala SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo


Pendidikan adalah pondasi penyangga utama bagi pembangunan suatu bangsa. Pesyarikatan Muhammadiyah sebagai salah satu gerakan Islam tertua di Nusantara telah memberikan kontribusi yang sangat signifikan dalam bidang pendidikan sejak awal berdirinya. Salah satu aspek yang menjadi tulang punggung yang menopang bagi kemajuan pendidikan dalam Muhammadiyah adalah dari unsur wakaf.

 

Dalam konteks Islam, wakaf merujuk pada suatu perbuatan hukum dari seseorang yang secara sengaja memisahkan atau mengeluarkan harta bendanya untuk digunakan manfaatnya bagi kepentingan di jalan Allah SWT (Abror, 2019). Secara istilah wakaf mengacu pada tindakan menyisihkan atau menghibahkan sebagian harta atau properti untuk kepentingan umum atau amal. Wakaf umumnya dilakukan oleh individu atau lembaga dengan maksud untuk mendukung atau membiayai kegiatan sosial, pendidikan, kesehatan, agama, atau kegiatan publik lainnya yang bermanfaat bagi ummat dan masyarakat.

 

Wakaf memberikan banyak manfaat bagi kehidupan ummat dan masyarakat baik sosial maupun ekonomi. Dari perspektif sosial, wakaf dapat digunakan sebagai sarana untuk mengurangi kemiskinan, kontrol dan keharmonisan kehidupan sosial, serta meningkatkan perpaduan sosial (Ridwan, 2017). Wakaf dapat membantu untuk menghindari jarak kelas sosial antara orang kaya dan orang miskin karena orang yang mampu secara sukarela membagikan kekayaan mereka kepada orang yang kurang mampu. Dana yang disalurkan ke lembaga pengelola wakaf dapat dikelola secara produktif.

 

Dalam Muhammadiyah, prinsip wakaf tidak hanya diterapkan secara individual, tetapi juga diadopsi secara institusional untuk membangun infrastruktur pendidikan yang berkelanjutan. Wakaf dalam persyarikatan telah menjadi salah satu sumber daya paling penting dalam mendukung berbagai kegiatan, selain untuk pendirian masjid dan tempat-tempat sosial seperti rumah sakit dan panti asuhan, wakaf juga menjadi penopang penting di bidang pendidikan, termasuk pendirian sekolah dan pondok pesantren.

 

Salah satu contoh nyata dari peran wakaf dalam pendidikan Muhammadiyah adalah pendirian sekolah/madrasah dari tingkat usia dini (PAUD) hingga pondok pesantren dan ma’had aly yang tersebar di seluruh Indonesia. Lembaga pendidikan milik Persyarikatan Muhammadiyah ini kebanyakan didirikan di atas tanah wakaf yang diserahkan masyarakat kepada Muhammadiyah yang kemudian pengadaan bangunan dan sarana prasarananya juga dari dana wakaf, infak dan sedekah sukarela dari masyarakat umum. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa wakaf di Muhammadiyah telah menjadi salah satu simbol komitmen kolektif masyarakat Islam terhadap kemajuan dunia pendidikan.

 

Keberhasilan wakaf dalam Muhammadiyah di antaranya tercermin dari banyaknya tanah wakaf yang diserahkan kepada Muhammadiyah tidak hanya oleh warga Muhammadiyah atau masyarakat umum (non afiliasi) saja, tetapi tidak jarang pula diberikan oleh warga Nahdliyyin. Website resmi Muhammadiyah Jawa Tengah pernah memberitakan bahwa sesepuh NU di Demak pada tahun 2018 pernah mewakafkan tanah seluas 15.000m2 kepada Muhammadiyah. Baru-baru ini, tepatnya pada tahun 2023 yang lalu Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr. H. Abdul Mu’ti, M.Ed juga pernah menerima penyerahan wakaf dari beberapa warga NU Kota Pasuruan, yaitu tanah seluas 7.000m2 beserta bangunan Masjid, TK, dan SM Al-Kautsar dari keluarga H. Imam Sadeli dan tanah seluas 27.311m2 dari keluarga H. Abdul Rauf.

 

Dari wakaf yang dikelola tersebut, Muhammadiyah melalui Amal Usaha Pendidikan berusaha dengan maksimal menyediakan akses pendidikan yang lebih luas, Muhammadiyah telah memberikan kesempatan kepada banyak individu, terutama dari lapisan masyarakat yang kurang mampu, untuk mengakses pendidikan yang layak. Hal ini tidak hanya meningkatkan taraf hidup mereka secara ekonomi, tetapi juga memberikan mereka kesempatan untuk berkontribusi secara positif dalam pembangunan sosial dan ekonomi. Karena dengan memberikan pendidikan yang layak bagi generasi penerus bangsa, maka sesungguhnya Muhammadiyah telah berusaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di masa yang akan datang.

 

Selain itu, wakaf dalam pendidikan Muhammadiyah juga menciptakan lingkungan yang inklusif dan berkelanjutan. Dengan membangun infrastruktur pendidikan yang tangguh, Muhammadiyah tidak hanya memberikan pendidikan formal semata, tetapi juga mempromosikan nilai-nilai sosial, moral, dan tentu saja dakwah (keagamaan). Hal ini membantu membentuk karakter yang kuat dan mengembangkan pribadi dengan jiwa kepemimpinan yang bertanggung jawab di kalangan siswa siswi Muhammadiyah.

 

Secara umum perwakafan di Indonesia sudah menampakkan perkembangan yang cukup baik, namun masih tetap terdapat tantangan yang harus dihadapi. Peningkatan kesadaran wakaf, peningkatan dukungan pemerintah, percepatan sertifikasi wakaf, perbaikan manajemen nazhir, hingga digitalisasi wakaf dan integrasi data wakaf masih harus terus diupayakan untuk meningkatkan kinerja perwakafan (Sukmana et al., 2023).

 

Masyarakat dan ummat juga harus dipahamkan akan konsep wakaf yang tidak hanya melulu dalam bentuk aset yang tidak bergerak (tanah) serta terbatas peruntukannya untuk pembangunan masjid, madrasah/sekolah atau lahan pemakaman saja namun juga dapat berbentuk aset bergerak (uang, saham, surat berharga).

 

Di Persyarikatan, meskipun telah memberikan kontribusi besar dalam bidang pendidikan, tantangan yang dihadapi oleh sistem wakaf dalam Muhammadiyah tetap ada. Salah satunya adalah kesadaran akan pentingnya wakaf di kalangan masyarakat yang masih perlu ditingkatkan. Diperlukan upaya edukasi yang lebih besar untuk meningkatkan pemahaman tentang konsep wakaf dan dampak positifnya dalam memajukan pendidikan.

 

Muhammadiyah juga perlu untuk membangun paradigma baru dalam dunia perwakafan, berpegang pada gagasan bahwa pelaksanaan wakaf saat ini jauh lebih mudah dilakukan. Tidak terikat pada prinsip konvensional yang membatasi wakaf hanya untuk 3M (madrasah, makam, dan masjid) semata, tetapi wakaf sekarang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas ummat.

 

Karena sejak awal berdirinya, Persyarikatan Muhammadiyah di bawah kepemimpinan KH. Ahmad Dahlan telah menerapkan wakaf produktif sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. KH. Ahmad Dahlan menggunakan wakaf produktif dari para pedagang untuk membayar gaji guru-guru di sekolah-sekolah Muhammadiyah yang beliau dirikan kala itu. KH. Ahmad Dahlan sendiri merupakan teladan dalam praktik wakaf produktif ini. Beliau pernah melelang harta benda pribadinya dan hasilnya digunakan untuk mendirikan sekolah-sekolah Muhammadiyah.

 

Sistem pengelolaan wakaf di Muhammadiyah sampai sekarang juga masih menjadi pekerjaan rumah. Sampai akhir 2023 kemarin, baru 40 persen (28.669 aset) aset wakaf Muhammadiyah tercatat dalam Sistem Informasi Manajemen Aset Muhammadiyah (SIMAM) yang dimiliki Majelis Pendayagunaan Wakaf (MPW) PP Muhammadiyah. Bahkan dari data wakaf yang sudah masuk, tersebut masih ada 3.999 titik aset yang belum balik nama ke Persyarikatan Muhammadiyah.

 

Selain itu, persyarikatan melalui MPW juga harus mempunyai formula khusus dalam hal percepatan pengelolaan wakaf, karena beberapa kali pernah kita jumpai asset wakaf Muhammadiyah yang diserobot secara paksa oleh pihak lain. Ada pula beberapa aset wakaf Muhammadiyah yang mangkrak dan tidak segera dikelola sehingga menjadikan kekecewaan bagi muwakif sehingga ditarik kembali dan diberikan kepada pihak lain yang dipandang lebih amanah dan bisa segera mengelolanya.

 

Wakaf memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan pendidikan Muhammadiyah. Melalui sistem wakaf, Muhammadiyah telah berhasil membangun infrastruktur pendidikan yang kuat dan inklusif, serta memberikan akses pendidikan berkualitas kepada masyarakat luas. Untuk menjaga momentum ini, perlu adanya kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga-lembaga pendidikan untuk terus mendukung dan memperkuat sistem wakaf dalam Muhammadiyah.

 

Mungkin kita perlu mengingat kembali hasil Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Majelis Pemberdayaan Wakaf (MPW) PP Muhammadiyah beberapa waktu yang lalu. Pertama, mengesahkan program kerja untuk dilaksanakan sebagai rencana strategis akselerasi pendayagunaan wakaf untuk penguatan ekonomi ummat dan bangsa; Kedua, berkomitmen untuk meningkatkan kapasitas kompetensi nazir wakaf Muhammadiyah melalui agenda sertifikasi dan edukasi secara serentak; Ketiga, melaksanakan program Sensus Aset Wakaf Muhammadiyah 2024-2027; Keempat, melaksanakan verifikasi dan validasi data Sistem Informasi Manajemen Aset Muhammadiyah (SIMAM);  Kelima, mengoptimalkan fungsi advokasi aset wakaf Muhammadiyah serta konsultasi litigasi dan non litigasi; Keenam, meningkatkan kerjasama strategis untuk mengembangkan ekosistem wakaf produktif; Ketujuh, memutuskan nama “Wakafmu” sebagai brand dan atau merek publikasi Majelis Pendayagunaan Wakaf, yang ketentuannya diatur lebih lanjut; dan kedelapan, melaksanakan hasil keputusan komisi A, B dan C Rapat Kerja Nasional Majelis Pendayagunaan Wakaf.

 

Poin-poin dalam hasil Rakernas MPW Muhammadiyah tersebut kiranya juga perlu dibreakdown sampai di tingkat daerah bahkan cabang agar ada akselerasi nyata dalam pelaksanaanya di lapangan. Sehingga wakaf Muhammadiyah benar-benar berkemajuan, tidak hanya bagi dunia pendidikan persyarikatan, tetapi juga memberikan efek positif untuk kemajuan Muhammadiyah bahkan dunia Islam secara umum. Wallahul Musta’an.


*) Dimuat di Majalah Tabligh Edisi April 2024 M / Syawal 1445 H - No. 4/XXII

Islam dan Kepemimpinan Pendidikan



MUHAMMAD NASRI DINI

 

PENDAHULUAN

Membahas tentang masalah kepemimpinan merupakan suatu hal yang sangat menarik dan tidak akan pernah ada habisnya untuk dibicarakan. Karena kepemimpinan adalah salah satu faktor terpenting yang akan menentukan berhasil atau tidaknya suatu organisasi dalam meraih tujuan akhir yang ingin dicapainya (Sukamto, 1999: 19). Seorang pemimpin pasti akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya tersebut, entah di dunia ini oleh pihak-pihak yang berkepentingan, baik itu dari para anggota dari organisasi yang dipimpinnya, atau juga atasannya secara struktural dalam organisasi. Serta kelak di hari akhir seorang pemimpin pasti juga akan menghadap dan ditanya oleh Allah SWT sebagai pertanggungjawaban paling akhir dari kepemimpinan yang telah dijalankannya semasa hidup. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Karena pada hakikatnya setiap manusia adalah seorang pemimpin, meskipun dalam lingkup yang kecil, bahkan dalam space yang terkecil dia juga harus menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri agar kehidupan yang dijalaninya mempunyai arah dan tujuan yang jelas (Djunaedi, 2005). Salah satu tugas manusia adalah bahwa di pundaknya ada beban amanah yang harus dia pikul, hal yang semula pernah juga ditawarkan kepada makhluk-makhluk Allah SWT yang lain (langit, bumi, dan gunung), tetapi semuanya merasa keberatan dan tidak punya kemampuan untuk menerimanya. Manusia juga menjadi pemimpin atas diri sendiri, keluarga, dan masyarakat (Bakar, 2014).

Di dalam sebuah lembaga, institusi atau organisasi dibutuhkan seorang pemimpin yang bisa menjadi pengayom bagi bawahannya. Kepemimpinan yang mengayomi ini tentunya sangat dibutuhkan agar segala proses pelaksanaan program kerja yang ingin untuk dicapai dapat terlaksana dengan baik dan terarah sesuai dengan tujuan yang ada dan telah diprogramkan sebelumnya. Hal ini termasuk juga yang terjadi dalam bidang pendidikan, berbincang tentang masalah kepemimpinan tentu saja di dalamnya membutuhkan sosok yang profesional agar dapat untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain (Srinadila, 2019).

Dalam hal lembaga pendidikan, orang lain yang harus dipengaruhi dan digerakkan itu tentu saja adalah pendidik dan tenaga kependidikan di lembaga pendidikan tersebut, agar tujuan dan harapan yang hendak dicapai dapat dilaksanakan secara bersama-sama oleh warga lembaga pendidikan atau sekolah tersebut. Karena begitu pentingnya masalah kepemimpinan ini, jamak kita jumpai berlangsungnya berbagai macam jenis acara yang berisikan kegiatan pelatihan (training) kepemimpinan, baik ditujukan untuk peserta individu maupun secara kelompok yang ke depannya dipersiapkan untuk menjadi sosok pemimpin yang baik untuk suatu organisasi atau lembaga.

Setelah seorang pemimpin tersebut menjabat dan memegang kemudi kepemimpinan pun, masih tetap ada juga kegiatan serupa, baik itu pendidikan atau juga pelatihan yang sifatnya bertujuan untuk menguatkan kemampuan peserta dalam hal kepemimpinan organisasi. Karena pasti sudah sangat bisa dimaklumi bahwa jika setiap organisasi seperti apapun jenisnya pasti memerlukan dan mempunyai seorang pemimpin tertinggi (pemimpin puncak) dan atau manajer tertinggi (top manajer) yang harus menjalankan fungsi kepemimpinan dan manajemen di lembaga atau organisasi yang dipimpinnya tersebut.

 

Nilai Kepemimpinan dalam Islam

Dalam perspektif nilai-nilai ajaran Islam, kepemimpinan secara umum telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW secara sangat sempurna dengan mengacu pada empat sifat penting, yaitu: sidiq, amanah, tabligh, dan fathonah. Sidiq berarti jujur atau dapat dipercaya. Amanah bermakna dapat bertanggung jawab dengan apa yang ditugaskan. Tabligh bisa dimaknai dengan komunikatif atau bisa berkomunikasi dengan efektif. Dan fathonah yang artinya cerdas. Keempat unsur ini harus ada dalam setiap manusia yang di pundaknya memikul kepemimpinan, termasuk di dalamnya kepemimpinan di bidang pendidikan.

Sidiq/Jujur. Kata ini merupakan lawan dari kata kadzib atau dusta. Kejujuran adalah salah satu pondasi utama dan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin (Nasri, 2019). Pemimpin yang memiliki sifat jujur sudah pasti akan dicintai oleh para anggotanya. Termasuk di sekolah/madrasah, kepala sekolah/madrasah yang jujur kepada guru dan karyawan, juga dapat dipercaya oleh para peserta didik dan orang tua/wali, maka otomatis dia akan dicintai pula oleh mereka. Sebaliknya, jika tidak ada kejujuran pada pemimpin tersebut, maka dia juga akan dibenci karena ketidakjujurannya itu.

Karena salah satu yang dinilai dari seorang pemimpin adalah kesesuaian antara kata yang terucap dan perbuatan yang dilakukan. Pemimpin yang jujur adalah pemimpin yang dapat meyelaraskan antara apa yang muncul dan terucap dari lisannya dan apa yang tersembunyi di dalam ruang terdalam hatinya. Selain dibenci oleh sesama manusia, ketidakjujuran juga sudah pasti akan dibenci oleh Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang hamba pun yang diberi amanah oleh Allâh untuk memimpin bawahannya yang pada hari kematiannya ia masih berbuat curang atau menipu rakyatnya, melainkan Allâh mengharamkan surga atasnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Amanah/Terpercaya. Hampir sama dengan poin yang telah disebutkan sebelumnya, amanah juga menjadi pondasi bagi pemegang kepemimpinan. Pemimpin yang amanah tidak akan mengkhianati apa yang ditugaskan kepadanya. Karena dia telah diberi kepercayaan untuk mengelola urusan orang banyak, maka dia tidak akan pernah mengkhianatinya. Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi SAW bersabda, “Tanda-tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara ia berbohong, jika berjanji ia mengingkari, dan jika diberi amanah ia berkhianat.” (HR. Al-Bukhari).

Salah satu yang dikelola oleh seorang kepala sekolah di sekolah/madrasah adalah dana pendidikan, baik dana itu adalah yang diterimanya dari pungutan/sumbangan orang tua/wali siswa, maupun bantuan/hibah dari pemerintah berupa bantuan operasional sekolah (BOS) atau alokasi dana hibah yang lainnya. Termasuk ada juga dana sumbangan atau donasi dari masyarakat secara umum. Bayangkan jika seorang yang telah diamanahi jabatan kepala sekolah menjadi orang yang tidak amanah, maka yang terjadi adalah penyelewangan dana tersebut. Dan tentu hal ini akan membawa kerugian untuk orang banyak.

Tabligh/Komunikatif. Berkomunikasi dengan efektif, atau dalam bahasa agama disebut dengan tabligh adalah sifat yang juga wajib untuk dimiliki oleh seorang pemimpin (Thaib, 2018).  Karena pemimpin bukan orang yang berinteraksi dengan benda mati, melainkan dengan manusia yang harus diajak berkomunikasi. Tidak hanya kepada guru/karyawan semata, kepala sekolah juga dituntut untuk dapat berkomuniaksi dengan baik kepada orang tua/wali dan peserta didik. Yang tidak kalah penting, kepala sekolah juga harus menjaga pola komunikasi yang baik dengan masyarakat secara umum, juga kepada atasan langsung dalam bidang pendidikan, entah dinas terkait, atau yayasan pengelola/penyelenggara sekolah.

Pemimpin yang baik adalah yang senantiasa dapat terbuka kepada siapa pun, dan tidak menutup dirinya dari orang lain. Informasi dari sekolah harus sampai kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Tentang komunikasi efektif ini, ada beberapa ayat Al-Qur’an yang membahas tentangnya, di antaranya: An Nisa’ [4]: 9, An Nisa’ [4]: 63, Al Ahzab [33]: 32, Al Isra’ [17]: 23, Al Isra’ [17]: 28, dan Thaha [20]: 43-44. Dalam An Nisa’ [4] 63 misalnya, Allah SWT memerintahkan agar mengatakan dengan “perkataan yang berbekas pada jiwa mereka (qaulan baligha)”, yaitu perkataan yang tepat pada sasaran, komunikatif, to the point, dan mudah untuk dimengerti.

Fathonah/Cerdas. Seorang pemimpin dituntut untuk dapat menyelesaikan segala persoalan dan masalah yang dihadapinya dalam organisasi. Maka tidak bisa tidak, salah satu skill wajib yang harus dipunyai juga oleh seorang pemimpin adalah kecerdasan yang memadai. Dengan kecerdasan memadai yang dia miliki tersebut pasti akan dapat membantunya untuk memecahkan berbagai masalah yang muncul dalam menjalankan organisasi. Jangan sampai seorang pemimpin, termasuk di dunia pendidikan justru mengalami frustasi karena tidak bias menemukan solusi atas permasalahan yang sedang dihadapinya. Rasulullah SAW bersabda, “Apabila sebuah urusan/pekerjaan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka bersiaplah menghadapi hari kiamat (kehancuran).” (HR. Al-Bukhari)

Allah SWT dalam QS. Al Mujadilah [58] ayat 11 juga menyebutkan bahwa orang yang berilmu akan ditinggikan derajatnya di sisi Allah SWT. Kecerdasan seorang pemimpin tidak harus dengan indikasi mengetahui segala hal dan selalu bisa menyelesaikan masalah, tetapi bisa jadi dalam bentuk kecerdasan mengelola para stafnya. Kecerdasan pemimpin dalam penempatkan staf di tempat yang tepat bisa membantunya untuk menghadapi masalah yang mungkin akan muncul dalam menjalani roda organisasi.

 

PENUTUP

Kepemimpinan pendidikan adalah suatu usaha dan proses untuk mempengaruhi, menggerakkan dan memanajemen orang-orang yang berada di lingkungan pendidikan, dalam rangka pengembangan ilmu pendidikan, maupun dalam rangka mewujudkan kesuksesan proses pendidikan dan pembelajaran. Semua hal itu dilakukan dalam rangka mencapai tujuan pendididikan secara efektif dan efisien yang sudah dirancang bersama-sama dalam suatu organisasi pendidikan.

Islam melalui Nabi Muhammad SAW juga sudah mencontohkan sifat kepemimpinan yang wajib dimiliki oleh setiap muslim yang memegang tongkat kepemimpinan, yaitu sifat: jujur, terpercaya, komunikatif dan cerdas. Dalam bahasa agama sifat-sifat itu disebut sebagai: sidiq, amanah, tabligh dan fathonah. Bisa jadi dia bukan orang yang sempurna mengenai keempat sifat tersebut, tapi selayaknya seorang pemimpin senantiasa untuk berusaha dengan maksimal agar bisa memiliki semuanya. Inilah yang sebaiknya dituju oleh seorang pemimpin muslim dalam dunia pendidikan, karena landasan, nilai, dan kompetensi kepemimpinan ada dalam ajaran Islam. Wallahu a’lam

 

Muhammad Nasri Dini, S.Pd.I, M.Pd, Kepala SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo Sukoharjo

*) Dimuat di Majalah Suara Muhammadiyah Edisi 08 Th. ke-109 | 16-30 April 2024