Andika Rahmawan
Guru SMP Muhammadiyah Imam
Syuhodo,
Wakil Sekretaris Majelis Tabligh PDM Sukoharjo
Pendahuluan
Dalam beberapa waktu terakhir, dunia
dikejutkan oleh eskalasi militer yang sangat serius antara Republik “Islam” Iran
dan Negara Zionis Israel. Serangan rudal balistik, drone, serta ancaman perang
terbuka telah menjadi pemandangan yang menghiasi tajuk utama berbagai media.
Namun di balik hiruk-pikuk ini, penting bagi umat Islam untuk bersikap jernih
dan tidak terbawa arus informasi yang simpang siur atau propaganda dari kedua
belah pihak. Sebab, apa yang sedang terjadi sebenarnya bukanlah konflik antara
kebenaran dan kebatilan yang hitam-putih, tetapi dua kekuatan yang kelihatan
sedang bertempur tersebut sebenarnya sama-sama memiliki rekam jejak penuh
kezaliman terhadap Islam dan kaum muslimin.
Israel jelas adalah penjajah yang telah
mencengkeram tanah Palestina selama lebih dari tujuh dekade. Kejahatannya
terhadap rakyat Palestina bukan hanya soal perampasan dan pendudukan tanah,
tetapi juga pengusiran dan genosida membabi buta yang memuncak pada dua tahun
terakhir ini. Sementara Iran, meskipun dalam narasi politiknya sering
mengangkat isu membela Palestina, tetapi tidak sedikit umat Islam yang menyadari
bahwa negeri itu berada dalam ideologi Syiah Rafidah yang jelas menyimpang dari
akidah Islam Ahlus Sunnah wal Jamaah. Dukungan Iran terhadap Palestina bisa
jadi bukan karena ukhuwah islamiyah, tetapi bagian dari strategi politik
regional dan kepentingan pemasaran ideologi.
Israel
dan Kejahatan Penjajahan
Israel adalah simbol nyata dari
kolonialisme modern yang masih berlangsung hingga hari ini. Berdiri dan tinggal
di atas tanah rampasan, dengan darah dan air mata rakyat Palestina, negara ini
telah berkali-kali melanggar hukum internasional dan resolusi PBB tanpa pernah
benar-benar dikenai sanksi berarti. Wilayah Palestina sedikit demi sedikit terus
dirampas, permukiman baru ilegal terus menerus dibangun, rakyat Palestina yang
hanya tersisa di Gaza dan Tepi Barat hidup dalam tekanan ekonomi dan militer
yang mencekik. Bahkan tempat suci umat Islam, Masjid Al-Aqsha, tak luput dari
penodaan oleh tentara dan ekstremis Yahudi.
Perjuangan untuk kemerdekaan Palestina
hakikatnya bukan hanya perjuangan Hamas semata, bukan pula kewajiban satu
organisasi, atau bahkan satu negara. Perjuangan ini seharusnya menjadi kewajiban
umat Islam seluruh dunia dalam membela tanah suci ketiga umat Islam, dan
menegakkan keadilan atas nama kemanusiaan. Namun sayangnya, banyak negara hanya
menjadikan isu Palestina sebagai alat kampanye politik atau pencitraan global.
Termasuk Israel sendiri, yang selalu menggunakan narasi “hak untuk membela
diri” sebagai stempel legalisasi untuk membantai warga sipil, anak-anak, dan
perempuan Palestina.
Syiah
Iran dan Agenda Geopolitik Berkedok Palestina
Di sisi lain, Iran juga tak layak
dijadikan simbol perjuangan Islam. Meskipun kerap menyuarakan dukungan terhadap
Hamas dan kelompok perlawanan Palestina, tujuan utama Iran bukanlah membebaskan
Al-Quds, tetapi memperluas pengaruh ideologis dan politiknya di kawasan. Iran
mendukung milisi-milisi bersenjata yang sama-sama mempunyai ideologi Syiah di Suriah,
Yaman, Irak dan Lebanon. Artinya Iran bukan semata-mata membela umat Islam,
tetapi untuk memperluas jangkauan revolusi Syiahnya yang berakar pada konsep wilayatul
faqih, sebuah sistem kepemimpinan teokratis Syiah yang tidak dikenal dalam
ajaran Islam Ahlus Sunnah.
Iran selama ini juga banyak terlibat
dalam konflik internal dunia Islam yang berujung pada pertumpahan darah sesama
muslim. Perannya dalam membantu rezim diktator Bashar al-Assad di Suriah
misalnya, telah menyebabkan jutaan rakyat muslim ahlus sunnah terbunuh,
terusir, dan menderita. Maka dari itu, mendukung Iran sama halnya dengan
mendukung ekspansi paham sesat Syiah yang menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW
dan para sahabatnya. Bahkan, hubungan Iran dengan kelompok-kelompok militan di
berbagai belahan dunia seringkali justru memperkeruh konflik sektarian.
Iran
vs Israel: Pertikaian Dua Penghancur
Dengan mempertimbangkan kedua latar
belakang di atas, dapat dikatakan bahwa perang antara Iran dan Israel bukanlah
perang antara haq dan batil dalam pengertian Islam yang hakiki. Ini adalah
konflik antara dua kekuatan yang sama-sama penuh ambisi, penuh kepalsuan dalam
narasinya, dan sama-sama memiliki sejarah gelap terhadap umat Islam.
Ironisnya, sebagian umat Islam kadang
terbawa euforia seolah-olah Iran sedang menjadi pelindung umat dan pahlawan
Islam dalam melawan penjajah. Padahal, jika ditelusuri lebih dalam, serangan
Iran ke Israel lebih bermotifkan balas dendam atau upaya menunjukkan kekuatan
militer di kawasan. Iran ingin menunjukkan bahwa ia adalah penguasa militer
utama di Timur Tengah, bukan karena kepedulian terhadap Gaza khususnya atau
rakyat Palestina pada umumnya.
Begitu pula Israel, yang memanfaatkan
konflik ini untuk mendapatkan simpati global dan justifikasi untuk memperluas
perang. Mereka berusaha mengalihkan perhatian dunia dari kekejamannya di Gaza
dan mempermainkan narasi keamanan nasional untuk mendulang bantuan militer dan
dukungan politik dari negara-negara Barat.
Sisi
Positif Bagi Palestina
Namun, dalam situasi penuh kemunafikan
dan kepalsuan ini, Allah SWT tetap
menunjukkan Maha Kuasa dan Maha Bijaksana. Terkadang, dua kejahatan yang saling
menghancurkan dapat menjadi angin segar bagi kebaikan. Perang antara Iran dan
Israel, jika berkembang menjadi konflik terbuka dan meluas, dapat menyebabkan
kerugian besar bagi keduanya. Jika Israel mengalami kerusakan serius, kekuatan
militernya di Palestina bisa berkurang. Jika Iran melemah, dukungan terhadap
milisi-milisi Syiah di kawasan pasti juga dapat menyusut.
Ini bisa menjadi momentum bagi rakyat
Palestina dan kelompok pejuang Islam yang benar-benar lurus untuk menguatkan
barisan, menyusun strategi, dan membangun kekuatan diplomasi dan militernya dari
dalam. Dunia internasional juga bisa lebih terbuka untuk mengkaji ulang
dukungan mereka terhadap Israel ketika melihat bahwa negara tersebut tidak
kebal terhadap serangan dan tekanan dari luar.
Selain itu, konflik ini juga bisa
memecah konsentrasi Israel, membuat mereka harus membagi fokus dan sumber daya
militernya, yang sebelumnya terpusat pada Gaza dan Tepi Barat. Ketika dua
kekuatan besar yang saling bermusuhan sibuk menghancurkan satu sama lain, maka
ruang akan terbuka bagi kekuatan-kekuatan baru yang lebih adil dan membela
hak-hak rakyat tertindas di Palestina.
Sikap
Umat Islam
Dalam kondisi seperti ini, umat Islam
tidak boleh terjebak dalam fanatisme buta atau euforia politik sesaat. Kita
tidak boleh mendukung Iran hanya karena mereka memusuhi Israel, karena
permusuhan terhadap kezaliman tidak serta-merta menjadikan seseorang dalam kebenaran.
Pun kita tidak boleh menganggap bahwa semua musuh Israel adalah teman kita.
Sebagaimana pepatah mengatakan: “Musuh dari musuhku belum tentu adalah
temanku”.
Umat Islam harus mengambil sikap
kritis, objektif, dan berdasarkan ilmu. Kita wajib mendukung siapa pun yang
memperjuangkan kebenaran dan sebaliknya menentang siapa pun yang menegakkan dan
membela kezaliman, apapun suku, negara dan agamanya.
Sikap
Ideal Pemerintah Indonesia
Dalam konteks ini, bagaimana sebaiknya
sikap pemerintah Indonesia? Idealnya, Indonesia tetap konsisten mendukung
perjuangan Palestina sebagai bangsa yang terjajah. Namun dalam konstelasi
politik global, manuver diplomatik kadang menuntut pilihan strategis. Indonesia
dengan mayoritas rakyatnya sebagai penganut Islam Ahlus Sunnah bisa saja memberikan
dukungan kepada Iran, bukan karena ideologi Syiah-nya, tapi karena potensinya
untuk melemahkan Israel, bisa saja menjadi pilihan yang strategis. Tentu dengan
tetap menjaga jarak terhadap ideologi Syiah dan menegaskan bahwa dukungan
tersebut hanya dalam konteks konflik geopolitik, bukan atas dasar solidaritas
agama.
Indonesia juga perlu menguatkan
diplomasi Islamnya, membangun kerja sama dengan negara-negara muslim yang
benar-benar berpihak pada Palestina dan menjauhi sektarianisme. Perlu dibangun
aliansi politik berbasis akidah Islam Ahlus Sunnah wal Jamaah yang murni dan
tidak tercemar ambisi kekuasaan atau fanatisme buta. Indonesia bisa
menginisiasi gerakan nyata untuk kemerdekaan Palsetina di antaranya melalui
OKI, atau dengan diplomasi langsung dengan negara-negara muslim yang punya
kekuatan besar seperti Arab Saudi, Turki, juga Mesir.
Penutup
Perang memang bukanlah hal yang kita
harapkan, apalagi ketika korban utamanya adalah rakyat sipil yang tak berdosa.
Namun dalam sejarah umat manusia, sering kali konflik antar penguasa tiran
justru membuka jalan bagi kebangkitan kebenaran. Kita berharap bahwa perang Iran-Israel
ini akan saling melemahkan dua kekuatan yang selama ini banyak menumpahkan
darah kaum muslimin, dan pada saatnya nanti, Palestina dapat meraih kemerdekaan
yang sejati. Bukan karena bantuan dari Iran, bukan pula karena belas kasih Israel,
tapi karena bersatunya umat Islam sendiri yang berjuang dengan ikhlas,
mujahadah dan istiqamah di atas kebenaran. Wallahul Musta’an
*) Tulisan ini dimuat di Majalah Tabligh Edisi No. 8/XXIII - Shafar 1447 H / Agustus 2025 M
Tidak ada komentar: