Diberdayakan oleh Blogger.

New

Artikel

Kolom Guru

Prestasi

Agenda Sekolah

Info Pendaftaran

Azab di Waktu Subuh dan Pendidikan LGBT


Azab di Waktu Subuh dan Pendidikan LGBT

 

Waktu subuh adalah waktu yang sangat agung dalam pandangan Islam. Ia bukan sekadar pergantian malam dan siang, tetapi juga menjadi waktu penentu keselamatan dan kebinasaan. Dalam berbagai ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi SAW, disebutkan berbagai keutamaan waktu ini serta kisah kehancuran suatu kaum akibat kemaksiatan mereka yang terjadi di waktu subuh. Maka dari itu, memahami hakikat dan keutamaan waktu subuh menjadi penting, bukan hanya secara ritual keagamaan, tetapi juga sebagai pengingat akan tanggung jawab dalam menjaga fitrah keluarga dan generasi dari kerusakan moral seperti LGBT yang menjadi ancaman nyata di zaman ini.


Keutamaan Waktu Subuh

Dalam Islam, waktu subuh pada asalnya memiliki keutamaan yang sangat tinggi. Shalat subuh tidak hanya sebagai pembuka hari agar penuh berkah, tetapi juga menjadi pembuka pintu surga dan pelindung dari siksa neraka. Nabi SAW bersabda,

 

مَنْ صَلَّى الْبَرْدَيْنِ دَخَلَ الْجَنَّةَ

Barangsiapa yang mengerjakan shalat bardain (yaitu shalat shubuh dan ashar) maka dia akan masuk surga.” (HR. Bukhari no. 574 dan Muslim no. 635)

 

Nabi SAW bersabda,

 

لَنْ يَلِجَ النَّارَ أَحَدٌ صَلَّى قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا

Tidaklah akan masuk neraka orang yang melaksanakan shalat sebelum terbitnya matahari (yaitu shalat shubuh) dan shalat sebelum tenggelamnya matahari (yaitu shalat ashar).” (HR. Muslim no. 634)


Azab di Waktu Subuh

Namun dalam kondisi tertentu, waktu subuh juga menjadi waktu kehancuran bagi kaum yang durhaka. Dalam kisah Nabi Luth AS, azab yang Allah SWT turunkan kepada kaumnya terjadi di waktu subuh, waktu yang seharusnya menjadi gerbang cahaya, justru menjadi waktu kegelapan akibat dosa. Allah SWT berfirman,

 

اِنَّهٗ مُصِيْبُهَا مَآ اَصَابَهُمْ ۗاِنَّ مَوْعِدَهُمُ الصُّبْحُ ۗ اَلَيْسَ الصُّبْحُ بِقَرِيْبٍ

Sesungguhnya dia akan terkena (siksaan) yang menimpa mereka dan sesungguhnya saat (kehancuran) mereka terjadi pada waktu subuh. Bukankah subuh itu sudah dekat?” (QS. Hud [11]: 81)

 

Penjelasan sebab azab di atas dapat dibaca pada Al A’raf 80-81, yang menjelaskan penyimpangan perilaku mereka, khususnya dalam hal orientasi seksual menyimpang.


Azab Kaum Luth

Karena kedurhakaannya kaum Luth dibalas dengan azab yang sangat mengerikan. Allah SWT tidak hanya membinasakan mereka secara fisik, tetapi menjadikan mereka pelajaran bagi umat setelahnya. Allah SWT berfirman,

 

فَلَمَّا جَاۤءَ اَمْرُنَا جَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَاَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِّنْ سِجِّيْلٍ مَّنْضُوْدٍ

Maka, ketika keputusan Kami datang, Kami menjungkirbalikkannya (negeri kaum Lut) dan Kami menghujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar secara bertubi-tubi.” (QS. Hud [11]: 82)

 

Nabi SAW bersabda,

 

لَعَنَ اللَّهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ

Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan seperti kaum Luth.” 3x (HR. Ahmad)

 

Dari Ibnu ‘Abbas RA, ia berkata,

 

مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ

Siapa di antara kalian yang mendapati kelakuan yang dilakukan seperti kaumnya Luth, maka bunuhlah fa’il dan maf’ul bih (kedua pelakunya).”   (HR. Abu Daud, no. 6642; Tirmidzi, no. 1456; Ibnu Majah, no. 2561)


Pendidikan LGBT sejak Dini

Dari kisah kaum Luth, kita harus mawas diri akan ancaman hal yang sama di masa ini. Perilaku LGBT bukan hanya sejarah masa lalu, tapi kini menjadi arus yang dibungkus rapi oleh media dan budaya populer. Maka, orang tua dan pendidik harus sadar bahwa penyimpangan bisa terjadi bahkan pada anak-anak di lingkungan sekitar kita sekalipun. Jangan merasa aman, LGBT bisa menyerang siapa saja termasuk orang-orang yang secara lahiriyah paham dan taat dalam beragama. Upaya pencegahan harus dilakukan sejak dini, di antaranya:

a. Pendidikan fitrah dan peran gender sejak dini

Ajarkan anak laki-laki menjadi rijal sejati, dan anak perempuan menjadi muslimah yang mulia. Tanamkan identitasnya dengan jelas.

b. Tanamkan rasa malu

Malu adalah perisai iman. Anak-anak yang tumbuh dengan rasa malu, akan terjaga dari kebiasaan vulgar dan perilaku menyimpang.

c. Waspada pergaulan dan media (HP, TV, dll)

Pergaulan dan tontonan menentukan cara berpikir anak. Awasi konten yang mereka akses dan beri pemahaman yang sehat.

d. Komunikasi yang sehat dan terbuka antara anak dan orang tua

Anak yang merasa aman bicara dengan orang tua akan lebih mudah diarahkan dan dilindungi dari pengaruh buruk.


Doa Orang tua

Langkah pencegahan tidak akan sempurna tanpa doa. Doa orang tua adalah benteng utama. Nabi Ibrahim AS telah mencontohkan bagaimana beliau mendoakan anak keturunannya agar terhindar dari kemusyrikan.

 

رَبِّ اجْعَلْ هٰذَا الْبَلَدَ اٰمِنًا وَّاجْنُبْنِيْ وَبَنِيَّ اَنْ نَّعْبُدَ الْاَصْنَامَ ۗ

Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Makkah) negeri yang aman dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari penyembahan terhadap berhala-berhala.” (QS. Ibrahim [14]: 35)

 

Nabi SAW bersabda,

 

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

 

Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang tua, doa orang yang bepergian (safar) dan doa orang yang dizholimi.” (HR. Abu Dawud)

 

Penutup

Waktu subuh adalah waktu yang penuh keberkahan, namun juga menjadi waktu kehancuran bagi kaum yang melampaui batas. Kisah kaum Luth bukan hanya untuk dibaca, tetapi direnungkan dan dijadikan peringatan. Di zaman yang sarat tantangan moral seperti hari ini, orang tua memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga anak-anak dari arus penyimpangan. Melalui pendidikan, pengawasan, komunikasi, dan doa yang tulus, semoga kita semua dijauhkan dari fitnah zaman dan dimasukkan ke dalam golongan yang dijanjikan surga oleh Allah SWT. Wallahu musta’an.

Kepala SMP Imam Syuhodo Terima Penghargaan KMM Terbaik se-Kabupaten Sukoharjo


SUKOHARJO – Kepala SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo, Muhammad Nasri Dini, mewakili Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Blimbing menerima penghargaan sebagai Korps Mubaligh Muhammadiyah (KMM) terbanyak pertama se-Kabupaten Sukoharjo. Penghargaan bergengsi dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Sukoharjo tersebut diserahkan langsung oleh Wakil Ketua PDM Sukoharjo, dr. H. Guntur Subiyantoro, M.Si, dalam acara Silaturahmi Akbar Keluarga Besar Muhammadiyah Kabupaten Sukoharjo di Graha IPHI Sukoharjo, Sabtu (3/5/2025).

Selain penghargaan kategori KMM, PCM Blimbing juga berhasil meraih tiga penghargaan lain dari PDM Sukoharjo, yaitu kategori Key Performance Indicator (KPI) terbaik pertama, kategori Kokam dengan anggota terbanyak pertama, serta kategori pengelolaan wakaf terbaik kedua.

Acara Silaturahmi Akbar ini dihadiri lebih dari 6.000 jamaah Muhammadiyah dan 'Aisyiyah se-Kabupaten Sukoharjo. Hadir sebagai pembicara yang memberikan tausiyah adalah Prof. Dr. H. Abdul Mu’ti, M.Ed., Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia (Mendikdasmen RI) yang juga Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Sejumlah tamu undangan penting terlihat hadir, antara lain Bupati Sukoharjo Hj. Etik Suryani, S.E, M.M, Wakil Bupati Sukoharjo Eko Sapto Purnomo, S.E, beserta Forkopimda Sukoharjo, Ketua PDM Sukoharjo H. Djumari, S.Ag, M.S.I, beserta jajaran, serta Ketua Pimpinan Daerah 'Aisyiyah (PDA) Sukoharjo Dr. Hj. Indiah Dewi Murni, M.Pd, beserta jajaran.

Selain penghargaan dan pengajian, acara yang mengusung tema “Memajukan Sukoharjo, Mencerahkan Semesta”, ini juga dimeriahkan dengan pentas seni, bazar UMKM, dan stand pembuatan Kartu Tanda Anggota Muhammadiyah (KTAM).

“Penghargaan ini menjadi motivasi bagi PCM Blimbing untuk terus berkontribusi dalam dakwah dan penguatan organisasi Muhammadiyah,” ujar Muhammad Nasri Dini usai menerima penghargaan.

Ahmad Sigit Riswanto Diangkat Sebagai Pengawas SMP Imam Syuhodo


SUKOHARJO – Ahmad Sigit Riswanto, M.Pd. resmi diangkat sebagai Pengawas Sekolah untuk SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo. Pengangkatan tersebut berdasarkan Surat Keputusan yang ditandatangani oleh Direktur Pondok Pesantren Modern Imam Syuhodo, Ustadz H. Sholakhuddin Sirizar, Lc, M.A.

Sebelum diangkat sebagai pengawas, Ahmad Sigit menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Sekolah SMK Muhammadiyah Pontren Imam Syuhodo pada tahun ajaran 2024/2025. Selain menjadi pengawas di SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo, ia juga dipercaya sebagai pengawas di unit pendidikan lain di bawah naungan Pondok Pesantren Modern Imam Syuhodo, yaitu PAUD/TK Aisyiyah Imam Syuhodo, SD Muhammadiyah Imam Syuhodo, MTs Muhammadiyah Blimbing, SMA Muhammadiyah Pontren Imam Syuhodo, dan SMK Muhammadiyah Pontren Imam Syuhodo.


Penyerahan Surat Keputusan Pengawas dilaksanakan bersamaan dengan acara pengukuhan dan serah terima jabatan Kepala Sekolah SMK Muhammadiyah Pontren Imam Syuhodo. Dalam kesempatan tersebut, Subur Aribowo, S.T. dikukuhkan sebagai Kepala SMK Muhammadiyah Pontren Imam Syuhodo periode 2025–2029, menggantikan Ahmad Sigit Riswanto, M.Pd yang sebelumnya menjabat sebagai Plt Kepala Sekolah.


Acara yang digelar di Aula Pondok Pesantren Imam Syuhodo Putra pada Jumat, (2/5/2025) ini turut dihadiri sejumlah pimpinan persyarikatan, antara lain Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Sukoharjo H. Djumari, S.Ag., M.S.I., Ketua Majelis Pendidikan Dasar, Menengah, dan Pendidikan Nonformal (Dikdasmen-PNF) PDM Sukoharjo Dr. H. Sri Lahir, M.Pd., Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Blimbing H. Andi Asadduddin, S.Psi., dan Ketua Majelis Dikdasmen PNF PCM Blimbing Dr. H. Mohtar Yunianto, M.Si.

Dari amal usaha pendidikan Muhammadiyah hadir Direktur Pondok Pesantren Modern Imam Syuhodo H. Sholakhuddin Sirizar, Lc., M.A., Kepala SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo Muhammad Nasri Dini, juga kepala-kepala unit sekolah di lingkungan Imam Syuhodo lainnya, serta para asatidzah, dan karyawan SMK Muhammadiyah Pontren Imam Syuhodo.

Sebagai Pengawas Sekolah, Ahmad Sigit memiliki tugas pokok dan fungsi membimbing, memonitoring, mensupervisi, dan mengevaluasi delapan standar nasional pendidikan (SNP) dan standar ISMUBA di semua unit pendidikan Imam Syuhodo. Standar tersebut meliputi: Standar Kelulusan, Standar Isi, Standar Proses, Standar Penilaian, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Tenaga Kependidikan, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan dan Standar ISMUBA.

Selain itu, ia juga bertugas mengawasi dan memberikan arahan tentang kebijakan kepala sekolah/madrasah, serta merekomendasikan hasil monitoring dan supervisi kepada Pimpinan Harian PPM Imam Syuhodo untuk pengambilan kebijakan dan pengembangan sekolah/madrasah.

“Ini adalah amanah besar sekaligus tantangan untuk meningkatkan mutu pendidikan di seluruh unit sekolah di bawah naungan Imam Syuhodo. Insya Allah akan saya jalankan sebaik mungkin,” ujar Ahmad Sigit.

Pendidikan Nasional: Kenapa Bukan Kiai Dahlan?


Pendidikan Nasional: Kenapa Bukan Kiai Dahlan?

Pada masa KH. Ahmad Dahlan, ada dua sistem pendidikan yang berkembang di Nusantara: satu berakar pada tradisi pesantren, satu lagi hasil impor dari Barat melalui kolonialisme Belanda. Pendidikan pesantren berpusat pada kajian kitab kuning, dengan fokus mutlak pada ilmu-ilmu keislaman. Tidak dikenal sistem ijazah, tidak pula rapor, apalagi kurikulum dalam pengertian formal modern. Santri menimba ilmu secara personal kepada kiai. Mereka menerima baik buruk hanya dari kiai, dengan sikap alergi terhadap apa pun yang datang dari luar tembok pesantren. Problem mendasar dari sistem ini ialah penolakan terhadap fasilitas modern, enggan beradaptasi dengan perkembangan zaman, dan eksklusivitas yang menyempitkan wawasan.

Sebaliknya, pendidikan ala Barat, produk penjajah Belanda menawarkan wajah yang sepenuhnya berbeda. Sistem ini mengajarkan ilmu-ilmu sekuler, murni berorientasi pada rasionalitas, keilmuan teknis, dan keterampilan praktis yang dianggap mendukung roda kolonialisme. Metode, fasilitas, dan kurikulum mereka sudah modern menurut ukuran masa itu. Namun, di balik kemodernannya, sistem ini memisahkan agama dari pendidikan. Pelajaran agama absen dari kelas-kelas mereka. Hasilnya adalah lahirnya generasi intelektual sekuler, bahkan cenderung antipati terhadap Islam, yang ironisnya banyak menjadi perpanjangan tangan kolonial. Inilah paradoks besar: sekolah modern menjanjikan kemajuan, tetapi juga asing dari akar agama.

Di antara dua kutub ini, KH. Ahmad Dahlan mengambil jalan tengah yang revolusioner. Beliau mendirikan lembaga pendidikan yang memadukan spirit keislaman dengan pendekatan modern. Beliau sadar, umat Islam tidak boleh hanya puas dengan penguasaan ilmu agama, tapi juga mesti menguasai ilmu-ilmu dunia untuk menjawab tantangan zaman. Inilah ruh utama Muhammadiyah sejak lahir: tajdid, pembaruan, yang berusaha mensinergikan wahyu dan akal, tradisi dan modernitas, agama dan sains. Di tangan Kiai Dahlan, sekolah bukan hanya tempat transfer ilmu, tetapi juga medan dakwah, ladang jihad intelektual untuk membebaskan umat dari kebodohan.

Ketika membandingkan kiprah KH. Ahmad Dahlan dengan Ki Hajar Dewantara, muncul ironi sejarah. Ki Hajar diabadikan sebagai Bapak Pendidikan Nasional, tanggal kelahirannya 2 Mei dijadikan Hari Pendidikan Nasional. Sementara KH. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, tidak mendapat tempat serupa dalam narasi besar pendidikan Indonesia. Padahal, secara kontribusi, gerakan pendidikan Muhammadiyah telah memberi dampak yang jauh lebih luas. Mengapa ini terjadi? Pertanyaan ini tidak sekadar soal popularitas, tapi lebih dalam menyangkut ideologi dan paradigma pendidikan yang diusung.

Ki Hajar Dewantara dan Perguruan Tamansiswa (1922) menekankan nasionalisme, cinta tanah air, sebagai fondasi utama pendidikan. Di sekolah-sekolah Tamansiswa, agama bukan menjadi ruh. Ideologi sekuler lebih diutamakan daripada spirit keagamaan. Hasilnya, Tamansiswa melahirkan kader-kader nasionalis yang gigih memperjuangkan kemerdekaan, tetapi minim kepekaan keagamaan. Dalam konteks itu, Ki Hajar memilih ideologi pendidikan sekuler. Pandangan inilah yang kemudian menjadi dasar ideologis penyelenggaraan pendidikan nasional pasca kemerdekaan hingga kini. Pendidikan nasional lebih banyak menempatkan nasionalisme di atas nilai-nilai agama. Seolah-olah nasionalisme dan agama berada dalam rel yang berbeda.

Di sisi lain, KH. Ahmad Dahlan membawa ideologi pendidikan berbasis tauhid. Pendidikan bagi beliau adalah jalan dakwah, sarana mengajarkan kebenaran, sekaligus membangun peradaban yang berlandaskan nilai-nilai Islam. Karena itu, sekolah-sekolah Muhammadiyah sejak awal bukan hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga menginternalisasikan ajaran Islam dalam setiap mata pelajaran dan aktivitas sekolah. Beliau mendirikan Kweekschool Muhammadiyah (sekarang Mu’allimin dan Mu’allimat) dengan visi menyiapkan kader-kader guru yang akan mendirikan sekolah di berbagai daerah. Strategi ini terbukti berhasil: sekolah-sekolah Muhammadiyah menjamur di seluruh pelosok Nusantara, bahkan di tempat-tempat yang belum terjamah pemerintah. Kini, jumlah lembaga pendidikan Muhammadiyah melampaui yang didirikan pemerintah, dari jenjang pendidikan anak usia dini hingga perguruan tinggi.

Namun, mengapa KH. Ahmad Dahlan tidak diakui sebagai Bapak Pendidikan Nasional? Mengapa tanggal lahirnya tidak dipilih sebagai Hari Pendidikan Nasional? Pertanyaan ini kembali mengarah pada ideologi. Keberpihakan negara pada tokoh pendidikan sekuler adalah konsekuensi logis dari pilihan ideologis yang sejak awal menempatkan agama di pinggiran. Negara lebih nyaman memajukan narasi sekuler daripada menonjolkan tokoh pendidikan Islam yang secara ideologis membawa misi dakwah. Meskipun gagasan pendidikan Kiai Dahlan sebenarnya jauh lebih progresif karena berusaha mensinergikan tauhid, ilmu, dan amal dalam sistem pendidikan, tetapi gagasan ini justru diabaikan dalam wacana resmi negara.

Ironi ini semakin jelas ketika melihat data empiris. Saat ini, jumlah lembaga pendidikan Muhammadiyah yang tersebar di seluruh Indonesia jauh lebih banyak dibandingkan dengan lembaga-lembaga yang berada di bawah naungan Tamansiswa. Perguruan Muhammadiyah memiliki jaringan sekolah dari pendidikan anak usia dini hingga perguruan tinggi, bahkan rumah sakit, panti asuhan, dan lembaga sosial lain yang menopang kesejahteraan masyarakat. Tidak hanya melayani kebutuhan pendidikan formal, tetapi juga kesehatan, sosial, dan ekonomi umat. Ini adalah kontribusi nyata yang dirasakan langsung oleh masyarakat, tidak hanya umat Islam. Namun, kontribusi sebesar ini tidak mendapatkan pengakuan proporsional dalam narasi sejarah pendidikan nasional.

Kesalahpahaman terhadap KH. Ahmad Dahlan juga muncul dari stigma bahwa beliau adalah tokoh “sektarian”. Karena mendirikan sekolah-sekolah Islam, mungkin saja beliau dianggap hanya berjuang untuk kepentingan umat Islam, bukan untuk bangsa Indonesia secara keseluruhan. Padahal, fakta demografis menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Indonesia adalah muslim. Ketika KH. Ahmad Dahlan berjuang untuk memajukan pendidikan umat Islam, beliau sejatinya berjuang untuk lebih dari 90 persen rakyat Indonesia (Hindia-Belanda) pada masa itu. Perjuangan beliau adalah perjuangan mayoritas, bukan golongan sempit.

Sekolah-sekolah yang didirikan KH. Ahmad Dahlan membawa konsep integrasi ilmu. Beliau mendirikan Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islam, Hollands Inlandse School (HIS) met de Qur’an (SD Al-Qur’an), Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) met de Qur’an (SMP Al-Qur’an), Qismul Arqa’, Suranatan Siang, dan lain sebagainya. Semua sekolah ini memadukan kurikulum umum model Belanda dengan kurikulum agama ala pesantren. Strategi ini menjadikan lulusan sekolah Muhammadiyah memiliki wawasan luas, menguasai ilmu pengetahuan umum, sekaligus kokoh dalam akidah. Inilah yang membedakan sekolah Muhammadiyah dengan sekolah pemerintah maupun pesantren tradisional.

Namun, justru karena memadukan agama dan ilmu, KH. Ahmad Dahlan dianggap sulit diterima dalam narasi sekuler nasionalisme. Pendidikan nasional yang cenderung menjauhkan agama dari ruang publik, apalagi menjadikan agama sebagai ruh pendidikan. Maka, tidak heran jika tokoh seperti Ki Hajar Dewantara lebih mudah diterima sebagai simbol pendidikan nasional. Hal ini menunjukkan bahwa persoalan pengakuan bukan semata soal jasa, tetapi lebih kepada narasi ideologis yang dibangun negara.

Kritik terhadap pengabaian peran KH. Ahmad Dahlan bukanlah upaya menafikan jasa Ki Hajar Dewantara, melainkan ajakan untuk mengakui sejarah secara lebih adil. Pendidikan nasional seharusnya tidak hanya dibangun di atas ideologi sekuler, tetapi juga mengakui kontribusi besar tokoh-tokoh pendidikan Islam. Apalagi jika kontribusi itu telah memberi manfaat langsung kepada jutaan rakyat Indonesia. Gagasan pendidikan  KH. Ahmad Dahlan tidak hanya relevan pada masanya, tetapi juga menjadi inspirasi bagi pembangunan pendidikan yang berkarakter, berakhlak, dan berlandaskan nilai-nilai Islam di masa kini.

Pada akhirnya, pendidikan adalah proyek jangka panjang untuk membangun peradaban. KH. Ahmad Dahlan telah memulai proyek besar itu dengan membangun sistem pendidikan yang integral, memadukan tauhid, ilmu, dan amal. Sekolah-sekolah Muhammadiyah bukan hanya tempat belajar, tetapi juga medan dakwah, tempat penggemblengan karakter, dan sarana mempersiapkan kader umat dan kader bangsa. Kini, sudah saatnya negara memberikan pengakuan yang layak kepada beliau, tidak hanya sebagai tokoh Islam, tetapi juga sebagai tokoh pendidikan nasional. Karena pendidikan tanpa ruh agama hanyalah mesin produksi manusia tanpa arah. Dan bangsa tanpa arah, hanya akan berjalan menuju kehancuran.

Pengakuan ini penting bukan untuk KH. Ahmad Dahlan secara pribadi, karena beliau telah mendapatkan ganjaran dari Allah SWT. Pengakuan ini penting untuk membangun kesadaran kolektif bahwa pendidikan sejati adalah pendidikan yang menumbuhkan akal sekaligus menajamkan iman. Bahwa modernisasi tidak harus mengorbankan nilai-nilai Islam. Bahwa kemajuan bukan berarti melepaskan diri dari identitas keislaman. Seperti visi pendidikan yang diemban KH. Ahmad Dahlan: berkemajuan dalam tauhid, berkemajuan dalam ilmu, berkemajuan dalam amal.

Itulah warisan terbesar KH. Ahmad Dahlan untuk bangsa ini. Dan warisan itu akan terus hidup selama masih ada orang-orang yang setia melanjutkan perjuangan beliau, menghidupkan sekolah-sekolah beliau, menegakkan nilai-nilai beliau, dalam setiap kelas, setiap madrasah, setiap universitas, di bawah langit Indonesia di atas bumi nusantara. Selama itu pula, pendidikan Islam yang modern, inklusif, progresif, akan terus menjadi cahaya di tengah gelapnya zaman.

SMP Imam Syuhodo Hadiri Silaturahmi & Halalbihalal Muhammadiyah Cabang Blimbing


Sukoharjo - Dalam semangat kebersamaan dan mempererat ukhuwah antara pendidik dan tenaga kependidikan dengan Persyarikatan Muhammadiyah-‘Aisyiyah, seluruh asatidzah dan karyawan SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo turut hadir dan berpartisipasi dalam acara Silaturahmi dan Halalbihalal Guru & Karyawan Muhammadiyah-‘Aisyiyah Cabang Blimbing yang diselenggarakan di Gedung Muslimah Wardhana Wonorejo, Rabu, 23 April 2025.

Acara ini diselenggarakan oleh Forum Guru Muhammadiyah (FGM) Cabang Blimbing, bekerjasama dengan Majelis Pendidikan Dasar Menengah dan Pendidikan Nonformal (Dikdasmen-PNF) Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Blimbing dan Majelis Pendidikan Anak Usia Dini, Dasar dan Menengah (Pauddasmen) Pimpinan Cabang ‘Aisyiyah (PCA) Blimbing. Tidak semata-mata formalitas, acara ini menjadi ajang bertemunya para pendidik dari berbagai jenjang pendidikan di bawah naungan Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah Cabang Blimbing, mulai dari PAUD ‘Aisyiyah, SD/MI, SMP/MTs, hingga SMA/SMK Muhammadiyah. Tak kurang dari 500 peserta memadati lokasi acara dalam suasana penuh kehangatan dan kekeluargaan.

Berbagai tokoh persyarikatan hadir dan memberikan tausiah serta arahan, di antaranya Dodok Sartono, S.E., M.M (Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah -PWM- Jawa Tengah), Dr. H. Mohtar Yunianto, M.Si (Sekretaris PDM Sukoharjo sekaligus Ketua Majelis Dikdasmen-PNF PCM Blimbing), H. Andi Asaduddin, S.Psi (Ketua PCM Blimbing), serta Ketua FGM Cabang Blimbing Sarwanto, S.Pd, beserta jajarannya. Dari unsur ‘Aisyiyah, hadir pula Nur Husna, S.Pd (Ketua PCA Blimbing) dan Ristini, S.Pd (Ketua Majelis Dikdasmen PCA Blimbing). Dari unsur pemerintah, hadir pula H. Yusuf Aziz Rahma, S.Pd, M.M (Kepala Desa Wonorejo) selaku tuan rumah.

Acara halal bihalal diawali dengan ikrar bersama yang dipimpin oleh Arkanudin, S.Pd.I, Sekretaris Majelis Dikdasmen-PNF PCM Blimbing. Dalam suasana haru dan penuh kekhusyukan, seluruh peserta saling memaafkan dan memperkuat tali silaturahmi.

Setelah mendengarkan tausiyah dan pembinaan dari Sekretaris PWM Jawa Tengah, Ustadz Dodok Sartono, S.E., M.M, acara semakin semarak dengan hadirnya lebih dari 80 doorprize menarik yang menambah antusiasme para peserta. Kegembiraan dan canda tawa mewarnai momen pengundian, menciptakan suasana yang sangat meriah.

Kehadiran dari seluruh civitas akademika SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo menjadi wujud komitmen sekolah dalam mendukung setiap kegiatan persyarikatan, serta memperkuat sinergi antar amal usaha pendidikan Muhammadiyah di Cabang Blimbing. Semoga kegiatan ini membawa keberkahan dan memperkuat semangat kolaborasi dalam mendidik generasi berkemajuan.

Ibunda Siswa SMP Imam Syuhodo Wafat, Teman Sekelas Takziah ke Rumah Duka


Innalillahi wa inna ilaihi raji'un.
Keluarga Besar SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo berduka cita atas wafatnya Almarhumah Ibu Safitri Dwi Hastuti, Ibunda dari ananda Osama Zaim Zufar (Santri Kelas 7B). Almarhumah wafat karena sakit pada Senin Pon, 21 April 2025 pukul 21.00 WIB di RSUD Dr. Moewardi, Jebres, Surakarta.

Sebagai bentuk empati dan solidaritas, para siswa kelas 7B SMP Imam Syuhodo bersama perwakilan guru turut hadir melaksanakan takziah ke rumah duka yang beralamat di Dukuh Wonosari RT 01 RW 06, Mranggen, Polokarto, Sukoharjo, Selasa 22 April 2025. Kehadiran ini adalah wujud kepedulian sosial serta ukhuwah Islamiyah yang senantiasa ditanamkan kepada seluruh warga sekolah.

Dalam suasana penuh haru, para siswa dan guru bersama keluarga besar yang hadir turut mendoakan almarhumah agar diampuni segala dosanya, diterima segala amal ibadahnya, serta ditempatkan di sisi Allah SWT di tempat terbaik.

Semoga keluarga yang ditinggalkan, khususnya ananda Osama Zaim Zufar, diberi ketabahan, kesabaran, dan keikhlasan dalam menerima ujian ini.

Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin.

Guru-Guru SMP Imam Syuhodo Ikut Meriahkan Halal Bihalal Majelis Tabligh PCM Blimbing


Sukoharjo – Majelis Tabligh Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Blimbing menggelar acara Halal Bihalal pada Ahad, 20 April 2025, bertempat di Aula Islamic Center Muhammadiyah 'Aisyiyah (ICMA) Cabang Blimbing. Acara ini mengusung tema “Masjid Makmur dan Memakmurkan” dan dihadiri oleh sekitar 200 peserta yang terdiri dari jajaran PCM Blimbing, anggota Korps Mubaligh Muhammadiyah (KMM) Cabang Blimbing, perwakilan Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) se-Cabang Blimbing, serta perwakilan takmir masjid binaan Muhammadiyah se-Cabang Blimbing.

Ustadz Ir. Kusnadi Ikhwani, S.P., Ketua Takmir Masjid Raya Al-Falah Sragen sekaligus anggota Lembaga Pengembangan Cabang Ranting dan Pemberdayaan Masjid (LPCR-PM) PP Muhammadiyah, hadir sebagai narasumber utama, menyampaikan pentingnya peran masjid dalam memakmurkan umat dan membangun peradaban.

Tampak hadir pula dalam acara ini para tamu undangan penting, seperti Ketua Korps Mubaligh Muhammadiyah (KMM) Daerah Sukoharjo Harjanto Wiwoho, S.Pd.I., Wakil Ketua PCM Blimbing H. Tarno, S.Ag., dan Ketua Majelis Tabligh PCM Blimbing Sarwanto, S.Ag.



Menariknya, sejumlah guru dari SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo terlibat aktif sebagai anggota KMM juga turut hadir dalam kegiatan ini. Beberapa anggota KMM Cabang Blimbing dari SMP Imam Syuhodo di antaranya adalah Muhammad Nasri Dini, Andika Rahmawan, Muhammad Fatkhul Hajri, M.Pd., dan Muhammad Fikri Aththoriq, S.Pd. Keaktifan guru-guru SMP Imam Syuhodo menunjukkan dedikasi dalam dakwah serta sinergi antara amal usaha pendidikan Muhammadiyah dengan gerakan tabligh Muhammadiyah.

Halal Bihalal ini tak hanya menjadi ajang silaturahmi, tetapi juga penguatan peran strategis masjid dalam kehidupan masyarakat serta peningkatan semangat berdakwah di lingkungan Muhammadiyah.