Muhammad Nasri Dini
Kepala SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo
Sukoharjo
Kisah pasangan KH. Ahmad Dahlan dan Nyai
Walidah Ahmad Dahlan merupakan salah satu contoh inspiratif tentang bagaimana
peran suami dan istri dapat saling mendukung dalam perjuangan dan dakwah.
Mereka tidak hanya berjuang untuk keluarga mereka sendiri, tetapi juga bagi
masyarakat luas, dengan semangat untuk memajukan umat melalui pendidikan
berdasarkan nilai-nilai Islam. Dalam sejarah perjuangan mereka, kita bisa
melihat betapa pentingnya dukungan timbal balik antara suami dan istri dalam
mewujudkan visi yang lebih besar.
KH. Ahmad Dahlan, yang lahir dengan nama
Muhammad Darwis pada tahun 1868 di Kampung Kauman, Yogyakarta, adalah seorang
ulama dan reformis yang dikenal karena keberaniannya dalam membawa pembaruan
dalam pendidikan Islam. Latar belakang pendidikan tradisional yang diperolehnya
di Mekkah memperkaya pandangannya tentang pentingnya menyelaraskan agama dengan
perkembangan zaman. Namun, perjalanan dakwahnya tidaklah mudah. Banyak pihak
yang tidak setuju dengan ide-idenya di awal perjuangan, termasuk beberapa orang
dekat di lingkungan Yogyakarta.
Dalam perjalanan hidupnya, KH. Ahmad
Dahlan sangat didukung oleh istrinya, Nyai Walidah, yang lahir dengan nama Siti
Walidah pada tahun 1872. Beliau juga berasal dari keluarga ulama terpandang,
Nyai Walidah memiliki kecerdasan dan keteguhan hati yang sama besar dengan
suaminya. Sejak awal pernikahan, ia menunjukkan dedikasi tinggi terhadap visi
suaminya untuk memperbaiki keadaan umat Islam di Nusantara. Peran Nyai Walidah
tak sekadar sebagai pendamping hidup, tetapi juga sebagai rekan perjuangan bagi
suami tercintanya.
Dukungan yang diberikan Nyai Walidah kepada
KH. Ahmad Dahlan sangat penting dalam memastikan bahwa cita-cita suaminya dapat
tercapai. Ketika KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah pada tahun 1912, Nyai
Walidah tidak hanya berdiri di belakang layar, tetapi juga berperan aktif dalam
membangun dan memperluas pengaruh organisasi tersebut. Sebagai istri seorang
reformis, ia memahami betapa pentingnya memberikan dorongan kepada suaminya,
sekaligus mengambil bagian dalam perjuangan di bidang yang ia kuasai, yaitu
pendidikan dan pemberdayaan perempuan.
Nyai Walidah tidak hanya berperan
sebagai pendamping suaminya, tetapi juga sebagai pemimpin di kalangan
perempuan. Pada tahun 1917, ia turut mendirikan 'Aisyiyah, sebuah organisasi
perempuan di bawah naungan Muhammadiyah, yang bertujuan untuk memberdayakan
kaum perempuan melalui pendidikan. Ini menunjukkan bahwa Nyai Walidah memiliki
visi yang sama besarnya dengan suaminya, yaitu memajukan masyarakat melalui
pendidikan dan dakwah, khususnya bagi kaum perempuan yang saat itu masih sering
terabaikan.
Kolaborasi antara KH. Ahmad Dahlan dan
Nyai Walidah bukan hanya tentang kerja sama dalam dakwah, tetapi juga tentang
bagaimana pasangan harus saling mendukung dalam menghadapi tantangan. Dalam
masyarakat yang masih sangat tradisional pada masa itu, ide-ide KH. Ahmad
Dahlan sering kali dianggap kontroversial. Banyak yang menentang gagasan
pembaruan dalam pendidikan yang digagasnya, termasuk ide untuk memadukan
pendidikan agama dan pendidikan umum. Namun, dukungan penuh dari Nyai Walidah
membuat KH. Ahmad Dahlan terus maju dan tidak pernah menyerah.
Peran Nyai Walidah sebagai pendukung dan
mitra KH. Ahmad Dahlan sangat signifikan. Ia tidak hanya sekadar mendukung dari
belakang, tetapi juga menjadi pelopor dalam memperjuangkan hak-hak perempuan di
Indonesia. Dengan keterlibatan aktif dalam 'Aisyiyah, ia berhasil menggerakkan
ribuan perempuan untuk lebih sadar akan pentingnya pendidikan dan peran mereka
dalam masyarakat. Nyai Walidah adalah contoh nyata bahwa di balik keberhasilan
seorang suami, ada istri yang kuat dan berdedikasi.
Pengakuan atas peran besar KH. Ahmad
Dahlan dan Nyai Walidah tidak hanya datang dari lingkup internal Persyarikatan Muhammadiyah
semata, tetapi juga diakui secara nasional. Keduanya dinobatkan sebagai
Pahlawan Nasional oleh pemerintah Republik Indonesia. KH. Ahmad Dahlan
mendapatkan gelar tersebut pada tahun 1961 berdasarkan SK Presiden nomor 657
tahun 1961, sementara Nyai Walidah diangkat sebagai Pahlawan Nasional pada
tahun 1971 sesuai dengan Keputusan Presiden nomor 42/TK tahun 1971. Pengakuan
ini bukan hanya untuk peran mereka dalam Muhammadiyah, tetapi juga karena
kontribusi mereka dalam membangun bangsa Indonesia melalui pendidikan dan
gerakan sosial.
Perjalanan hidup KH. Ahmad Dahlan dan
Nyai Walidah memberikan banyak pelajaran berharga bagi kita tentang bagaimana
pasangan suami istri dapat saling mendukung dalam kebaikan. Keduanya
membuktikan bahwa kerja sama yang harmonis antara suami dan istri dapat
menghasilkan dampak yang luar biasa bagi masyarakat. KH. Ahmad Dahlan mungkin
dikenal sebagai tokoh utama di Muhammadiyah, tetapi tanpa dukungan dan peran
aktif Nyai Walidah, visi besar tersebut mungkin tidak akan terwujud sebesar
yang kita saksikan hari ini.
Kebersamaan mereka dalam menghadapi
tantangan demi tantangan, baik dari dalam keluarga maupun masyarakat luas,
menunjukkan betapa kuatnya hubungan mereka sebagai pasangan. KH. Ahmad Dahlan
dan Nyai Walidah membangun keluarga yang berlandaskan pada nilai-nilai Islam,
dengan saling mendukung dan menguatkan satu sama lain dalam menghadapi berbagai
rintangan. Mereka bukan hanya pasangan dalam kehidupan pribadi, tetapi juga
rekan seperjuangan yang bersama-sama mewujudkan cita-cita besar untuk kemajuan
umat.
Selain dukungan terhadap suami, Nyai
Walidah juga menunjukkan bahwa peran seorang istri bisa lebih luas dari sekadar
di rumah. Ia menjadi teladan bagi perempuan-perempuan muslimah lainnya untuk
turut aktif dalam masyarakat, terutama dalam bidang pendidikan serta
pemberdayaan perempuan dan anak. Dalam konteks ini, Nyai Walidah telah
memberikan kontribusi yang tak ternilai dalam membangun peran perempuan dalam
Islam, yang hingga kini terus menjadi bagian dari perjuangan 'Aisyiyah.
Sebagai seorang ulama, KH. Ahmad Dahlan
melihat bahwa tantangan umat Islam saat itu bukan hanya masalah spiritual, tetapi
juga masalah pendidikan dan kesejahteraan sosial. Beliau memahami bahwa umat
Islam tidak bisa maju jika hanya berkutat pada pemahaman agama yang sempit
tanpa mengadopsi ilmu-ilmu modern. Oleh karena itu, ia mendirikan
sekolah-sekolah yang memadukan pendidikan agama dan ilmu umum. Inilah salah
satu bentuk kontribusi besar KH. Ahmad Dahlan dalam membangun sistem pendidikan
di Indonesia.
Nyai Walidah, dalam kiprahnya di
'Aisyiyah, juga mendorong pentingnya pendidikan bagi perempuan. Ia percaya
bahwa perempuan harus mendapatkan akses pendidikan yang setara dengan
laki-laki, agar mereka dapat berkontribusi lebih besar dalam keluarga dan
masyarakat. Dengan pendekatan ini, Nyai Walidah bukan hanya mendukung suaminya,
tetapi juga memperjuangkan hak-hak perempuan dalam konteks Islam yang
progresif.
Keduanya membangun konsep keluarga yang
saling mendukung, di mana suami dan istri memiliki peran yang seimbang dalam
mencapai tujuan bersama. KH. Ahmad Dahlan dan Nyai Walidah menunjukkan bahwa
keberhasilan bukan hanya tentang pencapaian individu, tetapi tentang bagaimana
pasangan bisa bekerja sama, saling menguatkan, dan memberikan kontribusi yang
nyata bagi umat dan bangsa.
Hingga kini, warisan yang ditinggalkan
oleh keduanya masih tetap hidup. Muhammadiyah dan 'Aisyiyah terus tumbuh
sebagai salah satu organisasi yang paling berpengaruh di Indonesia, memberikan
pendidikan kepada jutaan orang dan memperjuangkan nilai-nilai Islam yang
inklusif dan modern. Warisan KH. Ahmad Dahlan dan Nyai Walidah tidak hanya ada
dalam bentuk lembaga, tetapi juga dalam nilai-nilai yang mereka tanamkan, yaitu
pentingnya pendidikan, kerja sama, dan dukungan antar pasangan dalam membangun
keluarga dan masyarakat.
Pengakuan sebagai Pahlawan Nasional bagi
KH. Ahmad Dahlan dan Nyai Walidah tidak hanya menandai prestasi pribadi mereka,
tetapi juga menegaskan bahwa kontribusi mereka telah melampaui batas-batas
organisasi. Mereka diakui sebagai sosok yang membawa perubahan besar bagi
bangsa Indonesia, melalui pendidikan, dakwah, dan pembaruan sosial. Ini adalah
bentuk penghormatan atas dedikasi dan perjuangan mereka yang tak kenal lelah.
Sebagai pasangan yang saling mendukung
dalam kebaikan, KH. Ahmad Dahlan dan Nyai Walidah memberikan pelajaran berharga
bagi kita semua. Mereka adalah contoh bahwa dengan saling mendukung, suami dan
istri bisa mewujudkan visi besar, tidak hanya bagi keluarga mereka, tetapi juga
bagi masyarakat luas. Dukungan timbal balik yang harmonis antara suami dan
istri adalah kunci dalam membangun kehidupan yang penuh makna dan berdampak
bagi orang banyak.
Dengan demikian, kisah hidup KH. Ahmad
Dahlan dan Nyai Walidah Ahmad Dahlan bukan hanya tentang perjuangan individual,
tetapi juga tentang bagaimana pasangan yang saling mendukung dalam kebaikan
dapat mencapai hal-hal besar. Mereka membuktikan bahwa kerja sama yang
berlandaskan nilai-nilai Islam dalam keluarga adalah fondasi yang kokoh untuk
mencapai kesuksesan yang berdampak luas, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga,
kemasyarakatan, maupun dalam berbangsa dan bernegara. Wallahu a’lam
*) Tulisan ini sebelumya dimuat di Majalah Tabligh edisi no. 11/XXII | November 2024 M/Jumadil Awal 1446 H
Comments