Diberdayakan oleh Blogger.

New

Artikel

Kolom Guru

Prestasi

Agenda Sekolah

Info Pendaftaran

Gandeng Majelis Lingkungan Hidup PCM Blimbing, SMP Imam Syuhodo Gelar Aksi Berbagi Daging Kurban Ramah Lingkungan


Sukoharjo - Dalam semangat Idul Adha 1446 H, SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo bekerja sama dengan Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Blimbing menggelar kegiatan Berbagi Daging Kurban kepada masyarakat sekitar, khususnya di wilayah Kecamatan Polokarto dan Mojolaban, Senin, 9 Juni 2025.

Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan Muhammad Fatkhul Hajri, M.Pd mengatakan ada sebanyak 4 ekor kambing berhasil disembelih dan dijadikan 50 paket daging yang kemudian dibagikan kepada masyarakat sekitar rumah siswa. Uniknya, sebelum pembagian, para siswa terlebih dahulu mengikuti sesi memasak sate dan makan bersama di sekolah, menciptakan momen kebersamaan dan pembelajaran yang menyenangkan.

"Pengolahan daging dilakukan secara berkelompok dan dipandu langsung oleh para Asatidzah agar siswa turut memahami proses pengolahan secara Islami dan higienis," ujar Hajri.

Setelah sesi memasak dan makan bersama selesai, daging yang telah dibesek dengan kemasan ramah lingkungan dibagikan kepada siswa untuk kemudian disalurkan ke masyarakat yang membutuhkan di lingkungan masing-masing.

"Hal ini sekaligus menjadi bentuk pembelajaran sosial dan penanaman nilai kepedulian kepada sesama bagi para siswa," tambah Hajri.

Ketua MLH PCM Blimbing Awaludin Mufti Efendi, M.Si mengatakan kegiatan ini menjadi bagian dari program tahunan yang menggabungkan nilai religius, edukatif, dan kepedulian lingkungan.

"Tahun ini, kegiatan MLH kolaborasi dengan beberapa AUM termasuk SMP Imam Syuhodo kembali mengusung tema Zero Plastic, sejalan dengan kampanye Hari Lingkungan Hidup Sedunia: Ending Plastic Pollution," kata Awaludin.

Kegiatan ini merupakan bukti nyata bahwa ibadah kurban dapat dilaksanakan dengan penuh makna serta tetap ramah terhadap lingkungan.

"Semoga momentum Idul Adha ini menguatkan habluminallah, habluminannas, sekaligus hablun minal alam. Semoga menjadi amal jariyah untuk keluarga besar AUM dan seluruh tim yang terlibat. Barakallahu fikum," pungkas Awaludin.

Kepala SMP Imam Syuhodo Akan Menjadi Imam Khatib Shalat Iduladha 1446 H di PRM Jatisobo


Sukoharjo – Dalam rangka menyambut Hari Raya Iduladha 10 Dzulhijjah 1446 H, Muhammadiyah Ranting Jatisobo akan menggelar Shalat Iduladha berjamaah pada Jumat, 6 Juni 2025 bertempat di Lapangan Desa Jatisobo, Polokarto, Sukoharjo.

Pada kegiatan ini akan hadir Dr. Muhammad Nasri Dini, M.Pd, Kepala SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo, sebagai imam dan khatib. Nasri adalah pendidik sekaligus mubaligh yang aktif dalam dakwah di masyarakat.

SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo, telah memposisikan diri menjadi salah satu pusat pendidikan Muhammadiyah yang menanamkan nilai-nilai Islam berkemajuan dan pembentukan karakter islami. Kehadiran kepala sekolahnya sebagai imam dan khatib Iduladha menegaskan peran aktif lembaga ini dalam syiar Islam di tengah masyarakat.

Kegiatan akan dimulai pada pukul 06.00 WIB hingga selesai, dan terbuka untuk umum. Panitia juga mengimbau jamaah untuk menyiapkan infak terbaik, sebagai bagian dari semangat berbagi di hari raya kurban.

Dengan hadirnya tokoh pendidikan dari SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo, diharapkan kegiatan ini tidak hanya menjadi ibadah tahunan, tetapi juga momentum peningkatan spiritualitas dan pendidikan masyarakat.

Kepala SMP Imam Syuhodo Ditunjuk sebagai Dewan Pakar SMA Imam Syuhodo Nonpondok



Sukoharjo - Dalam rangka penguatan mutu pendidikan dan penataan kelembagaan, Majelis Pendidikan Dasar Menengah dan Pendidikan Nonformal (Dikdasmen & PNF) Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Blimbing Daerah resmi membentuk Dewan Pakar dan Dewan Pengasuh bagi SMA Muhammadiyah Imam Syuhodo Program Nonpondok untuk menyambut tahun ajaran baru 2025/2026.

Salah satu yang dipercaya masuk dalam tim tersebut adalah Dr. Muhammad Nasri Dini, S.Pd.I, M.Pd, yang saat ini menjabat sebagai Kepala SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo. Penunjukan ini tertuang dalam surat resmi bernomor 074/IV.A/4/2025 tertanggal 30 Mei 2025 dari Majelis Dikdasmen & PNF PCM Blimbing.

Kepercayaan yang diberikan kepada Nasri merupakan bentuk pengakuan atas kontribusinya dalam membangun pendidikan di lingkungan Muhammadiyah. Di bawah kepemimpinannya, SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo terus berkembang menjadi lembaga pendidikan yang tidak hanya menekankan aspek akademik, tetapi juga pembentukan karakter Islami dan kecintaan terhadap Al-Qur’an.

Menurut Ketua Majelis Dikdasmen & PNF PCM Blimbing Dr. H. Mohtar Yunianto, M.Si melalui pembentukan Dewan Pakar ini bertujuan untuk mengawal proses kelembagaan SMA Muhammadiyah Imam Syuhodo Nonpondok yang secara kewenangan diberikan kepada Majelis Dikdasmen-PNF dalam pengelolaan.

“Dengan dukungan Dewan Pakar, Majelis Dikdasmen berharap dapat menyusun dan menerapkan kurikulum terintegrasi antara kurikulum nasional, pesantren, dan ciri khusus Muhammadiyah, yang memadukan keunggulan sains, teknologi, dan nilai-nilai Al-Qur’an,” terang Mohtar.

Selain Nasri, tercatat 10 tokoh lainnya yang tergabung dalam Dewan Pakar dan Dewan Pengasuh SMA Muhammadiyah Imam Syuhodo Nonpondok, berasal dari berbagai latar belakang keilmuan. Mereka adalah: KH. Sholahuddin Sirizar, Lc, M.A, Ust. H. Haedar Mubarok, Lc, M.H, Ust. Endro Setiawan, Lc, Ahmad Sigit Riswanto, S.Pd, M.Pd, Prof. Dr. Ir. Wakhid Ahmad Jauhari, S.T, M.T, Dr. Sri Lahir, M.Pd, Dr. H. Mohtar Yunianto, S.Si, M.Si, Dr. Sigit Purnama Adi, S.Sn, M.Sn, Sularso, S.Pd, M.Pd dan Jumantono, S.T.

Siswa Angkatan ke-5 SMP Imam Syuhodo Lulus 100 Persen


Sukoharjo - SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo secara resmi meluluskan 39 siswa kelas IX dalam sebuah acara pengumuman kelulusan yang dilaksanakan bersamaan dengan pertemuan Paguyuban Orang Tua Santri dan Asatidzah (POSA) kelas IX pada Senin, 2 Juni 2025. Kegiatan ini berlangsung di rumah Bapak Sukasno - Ibu Rini Wahyuni, salah satu orang tua santri, Zaidan di Ngentak Godog Polokarto.

Rangkaian acara yang dipandu oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum Shofia Nur Mutmainnah, S.Pd. ini dimulai pukul 16.00 WIB dan berjalan dalam suasana hangat, penuh keakraban, serta kekeluargaan.

Kelulusan tahun ini merupakan angkatan kelima sejak sekolah ini berdiri dan mulai menerima siswa baru pada tahun 2018. Para lulusan berasal dari dua program unggulan sekolah, yakni Fullday School dan Boarding Tahfizhul Qur’an, yang menjadi ciri khas pendidikan terpadu di SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo.



Acara ini dihadiri oleh wali kelas IX, seluruh orang tua/wali, para siswa, serta jajaran guru dan tenaga kependidikan. Turut hadir Kepala SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo, Muhammad Nasri Dini, yang memberikan sambutan sekaligus apresiasi kepada seluruh pihak yang telah mendukung proses pendidikan selama ini.

Dalam sambutannya, Nasri menyampaikan rasa syukur dan terima kasih atas kepercayaan orang tua yang telah menyerahkan pendidikan putra-putrinya kepada SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo. Ia juga tidak lupa menyampaikan permohonan maaf apabila dalam proses pendidikan selama tiga tahun terdapat kekurangan yang dirasakan.

“Kami sangat bersyukur atas kepercayaan yang diberikan kepada kami untuk mendampingi anak-anak selama tiga tahun ini. Kami juga mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam proses mendidik masih banyak kekurangan,” ujar Nasri.

Ia juga memberikan pesan khusus kepada para siswa agar terus bersemangat dalam meraih cita-cita, serta mengajak para orang tua untuk senantiasa memberikan dukungan dalam perjalanan anak-anak mereka menuju masa depan.




Penyerahan dokumen kelulusan dipimpin oleh wali kelas XI-B Ustadz Puthut Dwi Hendratmo, S.Pd.

“Sore ini ada tiga dokumen yang kami sampaikan, yaitu pertama surat pengumuman kelulusan, kedua surat keterangan lulus, dan yang ketiga surat keterangan nilai rapor,” terang Puthut.

Meski pengumuman kelulusan telah dilaksanakan, secara simbolis para siswa akan dikembalikan kepada orang tua dalam acara Akhirussanah, yang direncanakan berlangsung pada pertengahan Juni 2025. Acara tersebut akan menjadi momen puncak perpisahan sekaligus pelepasan resmi siswa kelas IX.




Pengumuman ini menandai berakhirnya satu fase penting dalam perjalanan pendidikan para siswa, sekaligus membuka lembaran baru untuk menapaki jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Harapan besar disematkan agar para lulusan SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo dapat terus tumbuh menjadi generasi yang bertauhid, berilmu, dan beramal shalih di tengah masyarakat.

Jelang Lengser, Kepala SMP Imam Syuhodo Jalani Penilaian Kinerja dari Majelis Dikdasmen-PNF



Sukoharjo SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo menerima kunjungan tim penilai dari Majelis Pendidikan Dasar Menengah dan Pendidikan Nonformal (Dikdasmen–PNF) Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Blimbing dalam rangka Penilaian Kinerja Kepala Sekolah (PKKS) yang berlangsung di kompleks sekolah, Selasa (27/05/2025).

PKKS ini dilaksanakan sebagai bagian dari proses akhir masa jabatan Kepala Sekolah Muhammad Nasri Dini, yang akan berakhir pada 30 Juni 2025, setelah menjabat selama dua periode.

Kedatangan tim penilai yang terdiri dari Ahmad Sigit Riswanto, M.Pd, Besar Aribowo, S.Pd, dan Jumantono, S.T, disambut langsung oleh Kepala Sekolah Muhammad Nasri Dini bersama jajaran pimpinan sekolah, yaitu: Wakil Kepala Bidang Kurikulum Shofia Nur Mutmainnah, S.Pd, Wakil Kepala Bidang Kesiswaan Muhammad Fatkhul Hajri, M.Pd, Bendahara Sekolah Andika Rahmawan, serta Kepala Tata Usaha Tuti Yuniar Hayati.

Meski tidak seluruh guru dapat membersamai secara penuh karena bertepatan dengan pelaksanaan Asesmen Sumatif Akhir Tahun (ASAT), kegiatan visitasi PKKS tetap berlangsung dengan lancar hingga menjelang waktu Zuhur.

Dalam sambutannya, Ahmad Sigit Riswanto, M.Pd yang juga merupakan Wakil Ketua PCM Blimbing Bidang Pendidikan menyampaikan bahwa PKKS sejatinya bukan hanya menilai, tetapi menjadi refleksi atas seluruh kinerja kepala sekolah selama satu periode.

“PKKS hakikatnya adalah memotret segala hal yang telah dilakukan kepala sekolah, bukan semata memberikan nilai,” ungkapnya.

Ahmad Sigit juga menginformasikan bahwa selama bulan Mei 2025 ini, Majelis Dikdasmen-PNF PCM Blimbing telah melaksanakan tujuh kegiatan PKKS/M di berbagai Sekolah/Madrasah Muhammadiyah di Cabang Blimbing.

“SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo menjadi sekolah terakhir yang dikunjungi dan dinilai Majelis Dikdasmen-PNF dalam rangkaian kegiatan tersebut,” ujar Ahmad Sigit.

Penilaian yang dilakukan para supervisor mencakup lima unsur utama, yaitu: pengembangan sekolah, pelaksanaan tugas manajerial, pengembangan kewirausahaan, supervisi akademik, serta hasil kerja kepala sekolah.

Dalam sesi review, Ahmad Sigit menyoroti aspek manajerial yang sudah berjalan cukup baik, namun masih perlu penguatan dan penyesuaian terhadap delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) serta standar ISMUBA.

“Siklus PDCA sudah tertuang dalam proses manajerial, tapi saya lihat belum sepenuhnya mengacu pada 8 SNP dan standar ISMUBA. Perencanaan juga perlu dibuat lebih konkret dan terdokumentasi,” jelasnya.

Jumantono, S.T., yang mereview aspek kewirausahaan dan prestasi sekolah, mendorong agar SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo lebih optimal dalam memberdayakan potensi internal dan menjalin kemitraan yang lebih luas.

“Banyak kemitraan sudah terbangun dengan lembaga di lingkungan Muhammadiyah. Ke depan, perlu dikembangkan juga kerja sama dengan pihak luar Persyarikatan melalui MoU yang strategis,” pesannya.

Sementara itu, Besar Aribowo, S.Pd, memberikan catatan khusus pada penguatan program supervisi sekolah.

“Kalau perlu, sebelum supervisi akademik dilakukan, adakan pelatihan bagi para supervisor. Ini penting agar hasil supervisi bisa maksimal,” sarannya.

Menutup kegiatan, Kepala SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo Muhammad Nasri Dini menyampaikan apresiasi atas bimbingan dan arahan yang diberikan oleh tim Majelis Dikdasmen-PNF PCM Blimbing.

“Terima kasih atas segala masukan dan arahannya, baik hari ini, maupun selama delapan tahun terakhir ini. Kalau boleh berharap, semoga nilai hari ini bagus,” ucapnya berseloroh, disambut senyum dari para penilai.

Pelaksanaan PKKS ini menjadi penanda dimulainya proses regenerasi kepemimpinan di SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo, seiring berakhirnya masa jabatan kepala sekolah yang telah menjabat selama dua periode. Semua pihak berharap, ke depan SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo semakin maju dan berkembang.

Warisan Pendidikan 'Aisyiyah


WARISAN PENDIDIKAN ‘AISYIYAH

 

MU’TAMAROH KURNIANINGSIH

 

Di belakang para tokoh besar yang kita kenal, pasti ada peran sentral dua perempuan hebat yang mendukungnya, yaitu: ibu dan istrinya. Begitu juga di balik setiap perubahan besar dalam sejarah suatu bangsa, selalu ada peran sentral dari kaum perempuan, yang terkadang dilakukan dengan senyap namun menentukan. Dalam konteks negara, sebuah kalimat hikmah mengatakan: “Perempuan adalah tiang negara. Apabila perempuannya baik, maka akan baiklah negara, dan apabila perempuannya rusak, maka akan rusak pula negara.”

Persyarikatan Muhammadiyah mempunyai salah satu gerakan perempuan Muslim paling monumental yang telah bertahan hingga lebih dari satu abad, dialah ‘Aisyiyah. Sejak kelahirannya pada 1917, ‘Aisyiyah telah menanamkan nilai-nilai perkaderan, pendidikan, dan pemberdayaan perempuan sebagai inti dari gerakannya. Apa yang ditanam oleh para perempuan hebat ini lebih dari seratus tahun lalu, kini tumbuh menjadi warisan yang menggurita, mengakar luas di seluruh penjuru negeri, bahkan menembus batas negara.

Dalam website resminya disebutkan bahwa ‘Aisyiyah didirikan pada 27 Rajab 1335 H / 19 Mei 1917 M, bertepatan dengan peringatan Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Namun, cikal bakal kelahiran ‘Aisyiyah sudah mulai terlihat sejak tahun 1914, dengan adanya perkumpulan Sapa Tresna, sebuah komunitas gadis-gadis terdidik yang tinggal di sekitar kawasan Kauman, Yogyakarta.

Berdirinya ‘Aisyiyah bermula dari sebuah pertemuan yang diadakan di kediaman KH. Ahmad Dahlan pada tahun 1917. Nama ‘Aisyiyah diambil dari tokoh perempuan Muslim di masa lalu, istri Nabi Muhammad SAW, Ummul Mukminin ‘Aisyah binti Abu Bakar RA, yang dikenal sebagai perempuan cerdas, berwawasan luas, dan memiliki kontribusi besar dalam perkembangan sejarah Islam. Jika Muhammadiyah dimaknai sebagai para pengikut Nabi Muhammad SAW, maka ‘Aisyiyah diartikan dengan para pengikut Ibunda ‘Aisyah RA. Filosofi ini menggambarkan bahwa seperti Nabi Muhammad SAW dan Ibunda ‘Aisyah RA sebagai pasangan yang saling melengkapi satu sama lain dalam dakwah, maka diharapkan Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah pun menjadi mitra strategis dalam membangun masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Karakter dan semangat Ibunda ‘Aisyah RA diharapkan dapat menjadi teladan utama bagi seluruh warga, terlebih kader ‘Aisyiyah saat ini maupun masa yang akan datang.

Tanpa menunggu lama, pada tahun 1919, atau hanya berselang dua tahun setelah berdiri, ‘Aisyiyah mendirikan Frobel School di Yogyakarta, sebuah lembaga pendidikan anak usia dini yang menjadi tonggak lahirnya gerakan pendidikan pra-sekolah di Indonesia. Frobel School ini berkembang dan dikenal hingga hari ini sebagai TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal (TK ABA). Dari satu sekolah itu, kini telah tersebar menjadi lebih dari 20.000 PAUD/TK di seluruh Indonesia. Ini bukan sekadar angka, melainkan perwujudan dari keseriusan gerakan perempuan Muslim berkemajuan dalam membangun fondasi bangsa melalui jalan pendidikan.

Di antara kekuatan besar ‘Aisyiyah adalah dimilikinya struktur organisasi yang luas dan mengakar di Nusantara. Mulai dari pusat di tingkat nasional hingga ranting di desa-desa, bahkan menyebar luas pula hingga luar negeri, jaringan ‘Aisyiyah terus bergerak dan berdampak. Jaringan ini bukan hanya simbol besarnya organisasi ‘Aisyiyah, tetapi juga mesin sosial yang bergerak secara nyata dalam kehidupan masyarakat. Hal ini memungkinkan penyebaran gagasan dan program dengan merata. Struktur ‘Aisyiyah meliputi: 35 Pimpinan Wilayah (setingkat provinsi), 459 Pimpinan Daerah (setingkat kabupaten/kota), ribuan Pimpinan Cabang (setingkat kecamatan), puluhan ribu Pimpinan Ranting (setingkat kelurahan/desa), dan PCIA-PRIA (Pimpinan Cabang Istimewa ‘Aisyiyah, Pimpinan Ranting Istimewa ‘Aisyiyah) di luar negeri, di antaranya: Mesir, Australia, Malaysia, Pakistan, Sudan, Taiwan, Turki, Hongkong, Jepang, dll.

Gerakan pendidikan ‘Aisyiyah dikenal holistik dan komprehensif. Melalui Majelis Pendidikan Anak Usia Dini, Dasar dan Menengah (Pauddasmen), ‘Aisyiyah menyelenggarakan pendidikan dari jenjang dasar hingga menengah, mencakup berbagai bentuk, baik formal, nonformal, maupun informal.

Data yang didapat dari website https://aisyiyah.or.id/program/ yang diakses pada 21 April 2025, saat ini amal usaha ‘Aisyiyah bidang Pendidikan Anak Usia Dini, Dasar dan Menengah yakni: 20.125 lembaga pendidikan anak usia dini; 4.398 lembaga pendidikan setingkat SD, SMP, dan SMA; 3.904 lembaga Keaksaraan Fungsional. Semua ini adalah bukti nyata kerja keras kolektif perempuan dalam membangun masa depan bangsa.

Melalui Majelis Pendidikan Tinggi (Dikti), ‘Aisyiyah melanjutkan kontribusinya dalam pendidikan tinggi. Majelis Dikti bertugas menyelenggarakan amal usaha pendidikan tinggi serta mengembangkan kurikulum khas berbasis Al-Islam, Kemuhammadiyahan, dan Keaisyiyahan. Pendidikan tinggi ini tidak hanya bertujuan mencetak lulusan cerdas, tapi juga membentuk pribadi tangguh yang siap berperan aktif dalam masyarakat.

Hingga kini, ‘Aisyiyah setidaknya memiliki 10 perguruan tinggi, termasuk di antaranya tiga universitas, yaitu: Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta, Universitas ‘Aisyiyah Bandung, dan Universitas ‘Aisyiyah Surakarta. Kampus-kampus ‘Aisyiyah ini tidak hanya menjadi tempat menuntut ilmu, tetapi juga ruang strategis perempuan dalam mengolah gagasan dan menciptakan perubahan.

Angka-angka capaian ‘Aisyiyah yang kami sajikan di atas adalah sebuah bukti yang lebih dari nyata. Semua itu adalah bukti dari kerja keras panjang, kerja dalam diam, kerja yang mungkin saja tidak banyak ditulis tapi berdampak sangat besar. Inilah warisan perempuan. Bukan sekadar ide atau wacana, tapi amal usaha nyata, guru dan dosen nyata, anak-anak siswa/siswi dan mahasiswa/mahasiswi nyata yang tumbuh menjadi generasi masa depan bangsa.

Tulisan ini baru menyajikan dengan sederhana tentang warisan ‘Aisyiyah pada dunia pendidikan, padahal ‘Aisyiyah juga mengurus bidang-bidang lain yang tidak kalah hebatnya, seperti: Ekonomi dan Ketenagakerjaan, Penelitian dan Pengembangan, Pembinaan Kader, Seni, Budaya, dan Olahraga, Tabligh dan Ketarjihan, Kesejahteraan Sosial, hingga Kesehatan.

Dalam banyak hal, Indonesia bertahan hingga hari ini bukan karena kuatnya sistem politik atau gemilangnya prestasi para pejabat, melainkan karena masih ada rakyat biasa seperti ‘Aisyiyah yang bekerja dengan tulus. Karena masih ada perempuan-perempuan Muslim berkemajuan seperti kader ‘Aisyiyah yang tidak pernah berhenti bergerak, membangun dari bawah, menghidupkan pendidikan, dan mempersiapkan masa depan bangsa.

Lebih dari seratus tahun lalu, dengan dukungan penuh dari KH. Ahmad Dahlan dan Nyai Walidah Dahlan, para perempuan Muslim berkemajuan ini mendirikan organisasi ‘Aisyiyah dengan penuh kesadaran: bahwa pendidikan adalah investasi jangka panjang yang tak boleh ditunda. Mereka tidak menunggu negara berdiri. Mereka tidak menunggu sistem terbentuk. Mungkin yang mereka tahu hanya satu kata: bergerak.

Hari ini, kita menyaksikan warisan itu tumbuh menjulang: 20.000 lebih lembaga pendidikan anak usia dini, ribuan sekolah/madrasah, perguruan tinggi, dan berbagai program pemberdayaan masyarakat di seluruh Indonesia. Semua didirikan, dirawat, dan dibesarkan oleh tangan-tangan kuat para perempuan.

Mungkin pada 2045 nanti, saat Indonesia merayakannya sebagai Indonesia Emas, warisan ‘Aisyiyah ini akan tetap terus tumbuh dan berkembang. Karena benih-benih pendidikan, sekali dia ditanam dengan niat dan ikhlas, maka dia akan tumbuh dan terus tumbuh menjadi pohon kehidupan dan berbuah di masa depan.

Zaman boleh saja berganti. Nama-nama boleh saja dilupakan. Tapi jejak warisan pendidikan yang ditinggalkan oleh perempuan-perempuan Muslim berkemajuan dalam wadah Perkumpulan ‘Aisyiyah ini, benar-benar tak akan pernah hilang. Abadi selamanya. Semoga!

__________

Mu’tamaroh Kurnianingsih, S.E, Anggota Majelis Pendidikan Kader (MPK) Pimpinan Cabang ‘Aisyiyah Blimbing, Sukoharjo

 

*) Tulisan ini dimuat di Majalah Suara Muhammadiyah Edisi 10 | 110 • 18 Dzulqa'dah - 4 Dzulhijah 1446 H / 16-31 Mei 2025 M

Kepala SMP Imam Syuhodo Ikuti Studi Tiru di SMA Muhammadiyah Wonosobo


Wonosobo – Dalam upaya memperkuat jaringan dan meningkatkan mutu sekolah Muhammadiyah, para kepala sekolah/madrasah anggota Badan Koordinasi Sekolah/Madrasah Muhammadiyah (BKSM) jenjang SMP-MTs se-Kabupaten Sukoharjo melaksanakan kegiatan Studi Tiru ke SMA Muhammadiyah Wonosobo, Kamis, 15 Mei 2025.

 

Salah satu peserta dalam rombongan adalah Kepala SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo, Muhammad Nasri Dini, yang turut aktif mengikuti seluruh rangkaian kegiatan. Kehadirannya mencerminkan komitmen kuat SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo dalam mengembangkan mutu pendidikan melalui jejaring dan pembelajaran antarsekolah.

 

Dalam sambutannya, Ketua BKSM Sukoharjo, Anugroho, S.Pd menyampaikan bahwa tujuan kegiatan ini adalah untuk berbagi inspirasi dan pengalaman dalam pengelolaan sekolah.

“Kami ingin menyerap kemajuan yang telah dicapai oleh SMA Muhammadiyah Wonosobo dan menerapkannya di lingkungan sekolah masing-masing. Ini adalah momen untuk saling menguatkan dan belajar,” ujarnya.

 

Rombongan disambut hangat oleh Kepala SMA Muhammadiyah Wonosobo, R. Budi Prasetyo, S.Pd, bersama jajaran tim manajemen sekolah yang terdiri dari tim kurikulum, tim kesiswaan, tim Al-Islam dan Kemuhammadiyahan, tim SDM, dan lainnya.

 

Dalam sesi paparan, tuan rumah mempresentasikan berbagai strategi pengembangan sekolah, mulai dari penguatan SDM dan karakter, pembentukan identitas dan citra sekolah, hingga pembangunan kemandirian finansial sekolah. Model-model inovatif dan pendekatan khas Muhammadiyah yang diterapkan di SMA Muhammadiyah Wonosobo mendapat perhatian dari para peserta. Hal ini terlihat dari sesi diskusi yang berlangsung aktif dari kedua belah pihak.

 

Kegiatan ditutup dengan ramah tamah dan sesi foto bersama, yang berlangsung dalam suasana hangat dan penuh keakraban, menandai semangat kebersamaan dan komitmen bersama untuk terus memajukan pendidikan Muhammadiyah.

SMP Imam Syuhodo Hadiri Workshop Peningkatan Mutu Pendidikan Muhammadiyah Sukoharjo


Sukoharjo – Dalam rangka meningkatkan mutu dan kualifikasi tenaga pendidik di lingkungan Amal Usaha Pendidikan Muhammadiyah, Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Sukoharjo bekerja sama dengan Program Magister Administrasi Pendidikan (MAP) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menggelar Workshop Peningkatan Mutu dan Kualifikasi Tenaga Pendidik dengan tema “Mewujudkan Sekolah Unggul Melalui Kepemimpinan Pembelajar Abad 21”, Rabu, 14 Mei 2025.

 

Kegiatan yang berlangsung di Aula SMK Muhammadiyah 1 Sukoharjo ini diikuti oleh para kepala dan wakil kepala sekolah dari SMP/MTs Muhammadiyah se-Kabupaten Sukoharjo serta mahasiswa program Magister Administrasi Pendidikan UMS.

 

Turut berpartisipasi dan hadir dalam kegiatan ini adalah delegasi dari SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo, yang diwakili oleh Kepala Sekolah Muhammad Nasri Dini dan Wakil Kepala Sekolah Shofia Nur Mutmainnah, S.Pd. Kehadiran mereka menunjukkan komitmen kuat SMP Imam Syuhodo dalam mengembangkan kepemimpinan pendidikan yang responsif terhadap tantangan abad ke-21.

 

Dalam sambutannya, Kaprodi MAP FKIP UMS, Prof. Dr. Ahmad Muhibbin, M.Si., menekankan pentingnya sinergi antara lembaga pendidikan tinggi dengan institusi sekolah dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan Muhammadiyah.

 

Workshop ini menghadirkan dua narasumber utama, Dr. Srie Lahir, M.Pd, Dosen MAP UMS sekaligus Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Pendidikan Nonformal (Dikdasmen-PNF) PDM Sukoharjo, yang menyampaikan bahwa sekolah bermutu adalah sekolah yang layak jual, tidak perlu banyak promosi tetapi sudah dicari dan dihargai karena kualitasnya.

 

"Sekolah unggul itu seperti madu atau gula, yang karena manisnya, semut datang sendiri," ujarnya.

 

Pembicara selanjutnya adalah Dr. Indri, M.Pd, juga Dosen MAP UMS, menambahkan bahwa mutu sekolah terletak pada pertemuan antara produk (layanan pendidikan) yang dimiliki dan harapan pasar.

 

“Artinya, sekolah harus mampu membaca dan memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan yang berkualitas,” ungkapnya.

 

Kegiatan ini diharapkan mampu mendorong setiap sekolah Muhammadiyah di Sukoharjo, termasuk SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo, untuk terus melakukan pembenahan dan inovasi dalam tata kelola pendidikan serta meningkatkan daya saing melalui kepemimpinan pembelajar yang adaptif.

Azab di Waktu Subuh dan Pendidikan LGBT


Azab di Waktu Subuh dan Pendidikan LGBT

 

Waktu subuh adalah waktu yang sangat agung dalam pandangan Islam. Ia bukan sekadar pergantian malam dan siang, tetapi juga menjadi waktu penentu keselamatan dan kebinasaan. Dalam berbagai ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi SAW, disebutkan berbagai keutamaan waktu ini serta kisah kehancuran suatu kaum akibat kemaksiatan mereka yang terjadi di waktu subuh. Maka dari itu, memahami hakikat dan keutamaan waktu subuh menjadi penting, bukan hanya secara ritual keagamaan, tetapi juga sebagai pengingat akan tanggung jawab dalam menjaga fitrah keluarga dan generasi dari kerusakan moral seperti LGBT yang menjadi ancaman nyata di zaman ini.


Keutamaan Waktu Subuh

Dalam Islam, waktu subuh pada asalnya memiliki keutamaan yang sangat tinggi. Shalat subuh tidak hanya sebagai pembuka hari agar penuh berkah, tetapi juga menjadi pembuka pintu surga dan pelindung dari siksa neraka. Nabi SAW bersabda,

 

مَنْ صَلَّى الْبَرْدَيْنِ دَخَلَ الْجَنَّةَ

Barangsiapa yang mengerjakan shalat bardain (yaitu shalat shubuh dan ashar) maka dia akan masuk surga.” (HR. Bukhari no. 574 dan Muslim no. 635)

 

Nabi SAW bersabda,

 

لَنْ يَلِجَ النَّارَ أَحَدٌ صَلَّى قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا

Tidaklah akan masuk neraka orang yang melaksanakan shalat sebelum terbitnya matahari (yaitu shalat shubuh) dan shalat sebelum tenggelamnya matahari (yaitu shalat ashar).” (HR. Muslim no. 634)


Azab di Waktu Subuh

Namun dalam kondisi tertentu, waktu subuh juga menjadi waktu kehancuran bagi kaum yang durhaka. Dalam kisah Nabi Luth AS, azab yang Allah SWT turunkan kepada kaumnya terjadi di waktu subuh, waktu yang seharusnya menjadi gerbang cahaya, justru menjadi waktu kegelapan akibat dosa. Allah SWT berfirman,

 

اِنَّهٗ مُصِيْبُهَا مَآ اَصَابَهُمْ ۗاِنَّ مَوْعِدَهُمُ الصُّبْحُ ۗ اَلَيْسَ الصُّبْحُ بِقَرِيْبٍ

Sesungguhnya dia akan terkena (siksaan) yang menimpa mereka dan sesungguhnya saat (kehancuran) mereka terjadi pada waktu subuh. Bukankah subuh itu sudah dekat?” (QS. Hud [11]: 81)

 

Penjelasan sebab azab di atas dapat dibaca pada Al A’raf 80-81, yang menjelaskan penyimpangan perilaku mereka, khususnya dalam hal orientasi seksual menyimpang.


Azab Kaum Luth

Karena kedurhakaannya kaum Luth dibalas dengan azab yang sangat mengerikan. Allah SWT tidak hanya membinasakan mereka secara fisik, tetapi menjadikan mereka pelajaran bagi umat setelahnya. Allah SWT berfirman,

 

فَلَمَّا جَاۤءَ اَمْرُنَا جَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَاَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِّنْ سِجِّيْلٍ مَّنْضُوْدٍ

Maka, ketika keputusan Kami datang, Kami menjungkirbalikkannya (negeri kaum Lut) dan Kami menghujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar secara bertubi-tubi.” (QS. Hud [11]: 82)

 

Nabi SAW bersabda,

 

لَعَنَ اللَّهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ

Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan seperti kaum Luth.” 3x (HR. Ahmad)

 

Dari Ibnu ‘Abbas RA, ia berkata,

 

مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ

Siapa di antara kalian yang mendapati kelakuan yang dilakukan seperti kaumnya Luth, maka bunuhlah fa’il dan maf’ul bih (kedua pelakunya).”   (HR. Abu Daud, no. 6642; Tirmidzi, no. 1456; Ibnu Majah, no. 2561)


Pendidikan LGBT sejak Dini

Dari kisah kaum Luth, kita harus mawas diri akan ancaman hal yang sama di masa ini. Perilaku LGBT bukan hanya sejarah masa lalu, tapi kini menjadi arus yang dibungkus rapi oleh media dan budaya populer. Maka, orang tua dan pendidik harus sadar bahwa penyimpangan bisa terjadi bahkan pada anak-anak di lingkungan sekitar kita sekalipun. Jangan merasa aman, LGBT bisa menyerang siapa saja termasuk orang-orang yang secara lahiriyah paham dan taat dalam beragama. Upaya pencegahan harus dilakukan sejak dini, di antaranya:

a. Pendidikan fitrah dan peran gender sejak dini

Ajarkan anak laki-laki menjadi rijal sejati, dan anak perempuan menjadi muslimah yang mulia. Tanamkan identitasnya dengan jelas.

b. Tanamkan rasa malu

Malu adalah perisai iman. Anak-anak yang tumbuh dengan rasa malu, akan terjaga dari kebiasaan vulgar dan perilaku menyimpang.

c. Waspada pergaulan dan media (HP, TV, dll)

Pergaulan dan tontonan menentukan cara berpikir anak. Awasi konten yang mereka akses dan beri pemahaman yang sehat.

d. Komunikasi yang sehat dan terbuka antara anak dan orang tua

Anak yang merasa aman bicara dengan orang tua akan lebih mudah diarahkan dan dilindungi dari pengaruh buruk.


Doa Orang tua

Langkah pencegahan tidak akan sempurna tanpa doa. Doa orang tua adalah benteng utama. Nabi Ibrahim AS telah mencontohkan bagaimana beliau mendoakan anak keturunannya agar terhindar dari kemusyrikan.

 

رَبِّ اجْعَلْ هٰذَا الْبَلَدَ اٰمِنًا وَّاجْنُبْنِيْ وَبَنِيَّ اَنْ نَّعْبُدَ الْاَصْنَامَ ۗ

Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Makkah) negeri yang aman dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari penyembahan terhadap berhala-berhala.” (QS. Ibrahim [14]: 35)

 

Nabi SAW bersabda,

 

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

 

Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang tua, doa orang yang bepergian (safar) dan doa orang yang dizholimi.” (HR. Abu Dawud)

 

Penutup

Waktu subuh adalah waktu yang penuh keberkahan, namun juga menjadi waktu kehancuran bagi kaum yang melampaui batas. Kisah kaum Luth bukan hanya untuk dibaca, tetapi direnungkan dan dijadikan peringatan. Di zaman yang sarat tantangan moral seperti hari ini, orang tua memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga anak-anak dari arus penyimpangan. Melalui pendidikan, pengawasan, komunikasi, dan doa yang tulus, semoga kita semua dijauhkan dari fitnah zaman dan dimasukkan ke dalam golongan yang dijanjikan surga oleh Allah SWT. Wallahu musta’an.

Kepala SMP Imam Syuhodo Terima Penghargaan KMM Terbaik se-Kabupaten Sukoharjo


SUKOHARJO – Kepala SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo, Muhammad Nasri Dini, mewakili Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Blimbing menerima penghargaan sebagai Korps Mubaligh Muhammadiyah (KMM) terbanyak pertama se-Kabupaten Sukoharjo. Penghargaan bergengsi dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Sukoharjo tersebut diserahkan langsung oleh Wakil Ketua PDM Sukoharjo, dr. H. Guntur Subiyantoro, M.Si, dalam acara Silaturahmi Akbar Keluarga Besar Muhammadiyah Kabupaten Sukoharjo di Graha IPHI Sukoharjo, Sabtu (3/5/2025).

Selain penghargaan kategori KMM, PCM Blimbing juga berhasil meraih tiga penghargaan lain dari PDM Sukoharjo, yaitu kategori Key Performance Indicator (KPI) terbaik pertama, kategori Kokam dengan anggota terbanyak pertama, serta kategori pengelolaan wakaf terbaik kedua.

Acara Silaturahmi Akbar ini dihadiri lebih dari 6.000 jamaah Muhammadiyah dan 'Aisyiyah se-Kabupaten Sukoharjo. Hadir sebagai pembicara yang memberikan tausiyah adalah Prof. Dr. H. Abdul Mu’ti, M.Ed., Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia (Mendikdasmen RI) yang juga Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Sejumlah tamu undangan penting terlihat hadir, antara lain Bupati Sukoharjo Hj. Etik Suryani, S.E, M.M, Wakil Bupati Sukoharjo Eko Sapto Purnomo, S.E, beserta Forkopimda Sukoharjo, Ketua PDM Sukoharjo H. Djumari, S.Ag, M.S.I, beserta jajaran, serta Ketua Pimpinan Daerah 'Aisyiyah (PDA) Sukoharjo Dr. Hj. Indiah Dewi Murni, M.Pd, beserta jajaran.

Selain penghargaan dan pengajian, acara yang mengusung tema “Memajukan Sukoharjo, Mencerahkan Semesta”, ini juga dimeriahkan dengan pentas seni, bazar UMKM, dan stand pembuatan Kartu Tanda Anggota Muhammadiyah (KTAM).

“Penghargaan ini menjadi motivasi bagi PCM Blimbing untuk terus berkontribusi dalam dakwah dan penguatan organisasi Muhammadiyah,” ujar Muhammad Nasri Dini usai menerima penghargaan.

Pemuda Negarawan dan Pragmatisme Kekuasaan


Oleh: Muhammad Nasri Dini

Wakil Sekretaris Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah (PDPM) Sukoharjo;

Kepala SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo

 

Sungguh Allah sangat mengagumi seorang pemuda yang tidak menyimpang dari kebenaran.” (HR. Ahmad)

 

Pemuda adalah bara dan bahan bakar perubahan. Seperti pernah dikatakan oleh Ir. Sukarno, “Berikan aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”. Kalimat dari Bung Karno tersebut sama sekali tidak mengada-ada, karena dalam usia yang menyimpan semangat, keberanian dan idealisme, yang menjadikannya kerap menjadi lokomotif sejarah. Namun dalam pusaran kekuasaan, bara itu bisa dengan cepat berubah jadi abu, membara hanya sesaat, lalu padam karena ujian kenyamanan. Dalam konteks ini, kita akan membaca bahwa Pemuda Muhammadiyah sebagai bagian penting dari kekuatan moral bangsa saat ini tengah menghadapi ujian terbesarnya.

Sejak didirikan pada 2 Mei 1932 M, Pemuda Muhammadiyah bukan hanya wadah kaderisasi intelektual, tetapi juga pembentukan karakter, militansi dakwah, dan keberpihakan pada kaum mustadh’afin. Tahun ini, usianya telah sampai pada tahun ke93. Artinya Pemuda Muhammadiyah sebagai bagian dari organisasi otonom Persyarikatan Muhammadiyah, telah lama dikenal sebagai garda terdepan dalam dunia pergerakan, dakwah, dan perjuangan kebangsaan. Perjalanan panjang usia menuju satu abad itu, telah melahirkan banyak tokoh yang mewarnai ruang-ruang pergerakan.

Namun, usia gerakan tak selalu seiring dengan kedewasaan para penggeraknya. Tantangan zaman menuntut Pemuda Muhammadiyah untuk terus menegaskan identitas dan posisinya, terutama ketika banyak kader yang kini sudah berada di dalam lingkaran kekuasaan. Bagaimana menjaga nilai-nilai kritis dan independensi kader ketika mereka mulai akrab dengan ruang-ruang elite kekuasaan?

 

Jargon “Pemuda Negarawan”

Beberapa tahun terakhir, jargon “Pemuda Negarawan” digaungkanseakan sebagai identitas baru gerakan. Tanwir II Pemuda Muhammadiyah di Jambi, 4-6 Maret 2022mengusung tema “Gerakan Pemuda Negarawan”. Kemudian Tanwir I Pemuda Muhammadiyah di Jakarta, 21-23 November 2024 mengangkat tema “Kolaborasi Pemuda Negarawan untuk Indonesia Maju”.

Pemuda Muhammadiyah mendefinisikan ada lima poin rumusan Pemuda Negarawan: Pertama, memiliki integritas dan kapasitas untuk mengajarkan dan mengamalkan Islam yang tengahan (wasathiyah); Kedua, berpandangan nasionalis-religius dan menjadi garda depan dalam mengawal kepentingan bangsa dan negara dengan mengamalkan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika; Ketiga, mengedepankan nilai etik politik kenegaraan yang menjadi ciri khas Muhammadiyah; Keempat, bertanggung jawab dalam meraih dan mengawal kekuasaan demi kesejahteraan masyarakat; dan Kelima, berperan aktif dalam menyuarakan isu-isu internasional.

Sebuah langkah penting untuk membawa semangat pemuda menuju kematangan politik dan visi kebangsaan.Namun penulis merasa agak janggal dengan poin empatdalam rumusan tersebut, yaitu “bertanggung jawab dalam meraih dan mengawal kekuasaan demi kesejahteraan masyarakat”. Meski secara konseptual terdengar mulia, justru menjadi titik rawan untuk disalahpahami dan diselewengkan. Frase ini berpotensi membuka celah normalisasi keterlibatan kekuasaan tanpa batas, sehingga menjadikan Pemuda Muhammadiyah rawan terjebak dalam prgmatisme politik praktis.

Kata “meraih dan mengawal kekuasaan” bisa dengan mudah dimaknai sebagai pembenaran untuk ambisi individual atau kelompok. Jika tidak disertai batas tegas antara ranah kekuasaan dan independensi gerakan, maka justru jargon ini berbalik menjadi legitimasi bagi kader-kader yang masuk kekuasaan tapi enggan mundur dari struktur organisasi. Akibatnya, sifat kritis menjadi tumpul dan Pemuda Muhammadiyah bisa kehilangan ruhnya sebagai kekuatan moral.

Ketika idealisme gerakan berhadapan langsung dengan realitas kekuasaan, nyatanya banyak yang rontok. Kader yang dulu vokal di mimbar amar makruf nahi munkar, kini mulai kompromi di ruang rapat. Kritik berubah menjadi narasi justifikasi. Semangat perjuangan terkikis oleh kepentingan elektoral dan pragmatisme partai.

Kita tidak menutup mata, hari ini cukup banyak kader Pemuda Muhammadiyah khususnya maupun Muhammadiyah pada umumnya yang menempati jabatan strategis: sebagai anggota legislatif, menteri, wakil menteri, staf khusus, juru bicara menteri, hingga masuk ke dalam partai politik. Tentu ini sebuah capaian. Tapi apakah idealisme dan keberpihakan mereka tetap hidup dan utuh? Atau justru luluh oleh kepentingan?

 

Kaderisasi Kuat, Tapi Rentan Godaan

Kita tidak kekurangan sistem kaderisasi. Pemuda Muhammadiyah punya tradisi pengaderan yang berjenjang, sistematis dan ideologis di antaranya dalam Baitul Arqam tingkat Dasar, Madya, Paripurna (BAD-BAM-BAP). Namun godaan kekuasaan selalu punya jalan sendiri. Kader yang dulu lantang membela rakyat, mengoreksi kemungkaran penguasa kini sibuk mengamankan posisi. Mereka yang dahulu menjadi oposisi kini justru menjadi bagian dari status quo. Tak usah menyebut nama, kita akan dengan mudah menemukan banyak nama di sana.

Ini bukan sekadar soal dimana posisi diri, tapi soal arah perjuangan yang seharusnya abadi. Ketika loyalitas terbelah antara gerakan dan partai, ketika suara kritis dibungkam oleh kue jabatan, maka idealisme Pemuda Muhammadiyah bisa terancam.Maka, dibutuhkan kesadaran kolektif: bahwa posisi bukan tujuan akhir, tapi sarana untuk memperjuangkan nilai.

 

Menjadi Negarawan: Cerdas dan Berani

Pemuda Negarawan bukanlah mereka yang pandai bermain kuasa, tapi mereka yang berpikir jangka panjang, berpegang pada nilai, dan setia pada rakyat. Pemuda Muhammadiyah harus berani melahirkan generasi seperti ini, tak hanya cakap secara intelektual, tapi juga tangguh secara moral.

Maka idealnya Pemuda Muhammadiyah sebagai gerakan harus benar-benar menjaga jarak struktural dari kekuasaan agar daya kritisnya tetap hidup dan tidak terkooptasi oleh kepentingan politik jangka pendek. Independensi organisasi adalah pondasi moral yang memungkinkan Pemuda Muhammadiyah tetap menjadi kekuatan penekan (pressure group) yang bebas bersuara dan tetap leluasa berpihak pada rakyat tanpa beban loyalitas ganda.

Oleh karena itu, jika ada personil Pemuda Muhammadiyah yang memasuki jabatan eksekutif seperti menteri, staf kepresidenan, dan posisi strategis lain dalam pemerintahan, maka seyogyanya ia melepaskan jabatannya di struktural Pemuda Muhammadiyah. Ini bukan soal pribadi, tapi soal menjaga marwah gerakan agar tidak berubah menjadi alat kekuasaan, melainkan tetap menjadi penyeru kebenaran dan keadilan di tengah masyarakat.

Kita butuh gerakan pemuda yang istiqamah berani berkata,“Qulil haqqo walau kaana murron” (katakan yang benar meski pahit). Bukan yang sibuk menyesuaikan diri demi aman jabatan.Pemuda Muhammadiyah tak boleh berubah menjadi lembaga stempel kekuasaan. Ia harus tetap menjadi penjaga moral (moral compass) yang tidak tunduk pada elite, tapi menundukkan elite kepada nilai kebenaran.

 

Gerakan Independen, Penyambung Suara Rakyat

Pemuda Muhammadiyah adalah gerakan independen. Ia tidak berafiliasi pada partai, tidak dikendalikan oleh kepentingan politik jangka pendek. Ia memiliki rumah sendiri dan tidak tunduk pada partai atau kekuatan politik manapun. Prinsip ini harus dijaga secara ketat, terlebih oleh para kader yang kini memiliki akses pada ruang-ruang kebijakan. Karena prinsip ini adalah benteng terakhir agar gerakan ini tidak dijinakkan oleh unsur politis.

Namun independensi tidak berarti menjauh dari politik. Sebaliknya, ia berarti memiliki kebebasan untuk bersuara: bebas dari, untuk bebas demi. Bebas dari tekanan, demi keberpihakan kepada rakyat.Independensi bukan berarti apatis, tapi berarti memiliki kebebasan bersuara tanpa intervensi. Pemuda Muhammadiyah harus tetap memiliki kekuatan dalam menekan setiap kebijakan yang merugikan rakyat dan negara.

Poin pertama pedoman Kehidupan dalam Berbangsa dan Bernegara pada Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah(PHIWM) disebutkan bahwa, “Warga Muhammadiyah perlu mengambil bagian dan tidak boleh apatis (masa bodoh) dalam kehidupan politik melalui berbagai saluran secara positif sebagai wujud bermuamalah sebagaimana dalam bidang kehidupan lain dengan prinsip-prinsi etika/akhlak Islam dengan sebaik-baiknya dengan tujuan membangun masyarakat utama yang diridlai Allah SWT.”

Bahaya laten kita hari ini adalah saat kader berada dalam dua dunia, ketika loyalitas kader terpecah: satu kaki di gerakan, satu kaki di partai atau kekuasaan. Jika itu tidak dikawal, maka Pemuda Muhammadiyah secara organisasi hanya akan menjadi penonton dalam panggung kekuasaan yang dulunya ingin ia ubah.Akibatnya, orientasi gerakan jadi kabur. Kritis di internal, lunak di eksternal. Ini yang harus dicegah sejak awal.

 

Harapan

Sampai saat ini, Muhammadiyah sudah melahirkan lima dokumen khittah, yaitu: (a) Khittah Palembang 1956-1959; (b) Khittah Ponorogo 1969; (c) Khittah Ujung Pandang 1971; (d) Khittah Surabaya 1978; dan (e) Khittah Denpasar 2002. Dari kelima Khittah tersebut, Khittah Denpasar adalah yang dianggap paling mewakili. Di dalamnya menegaskan bahwa Persyarikatan tidak berafiliasi dengan partai politik manapun, namun tetap memiliki peran strategis dalam membangun bangsa melalui dakwah amar makruf nahi munkar dan penguatan masyarakat sipil. Prinsip ini harus menjadi pondasi bagi Pemuda Muhammadiyah dalam mengusung jargon “Pemuda Negarawan”.

Pemuda Muhammadiyah (termasuk Persyarikatan Muhammadiyahsebagai induknya) harus teguh menjaga independensinya agar mampu terus bersikap kritis dan berpihak kepada suara rakyat, bukan larut dalam pragmatisme kekuasaan. Bila ada kader yang terjun ke dalam lingkar kekuasaan, maka secara etis dan organisatoris, ia perlu melepaskan posisinya di Pemuda Muhammadiyah agar tidak mencampuradukkan gerakan moral dengan kepentingan politik praktis. Dengan demikian, Pemuda Muhammadiyah dapat tetap menjadi penekan moral (moral force) dan bukan sekadar pelengkap dalam arena politik kekuasaan.Karena Pemuda Muhammadiyah bukan tempat singgah menuju jabatan. Ia adalah rumah bagi mereka yang ingin berjuang dengan tulus, berpihak dengan jelas, dan bersuara dengan lantang.Wallāhu a’lam.