Diberdayakan oleh Blogger.

New

Artikel

Kolom Guru

Prestasi

Agenda Sekolah

Info Pendaftaran

Kepala SMP Imam Syuhodo Resmi Dikukuhkan


Sukoharjo - SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo melaksanakan acara pengukuhan dan serah terima jabatan kepala sekolah periode 2025–2029. Kegiatan ini berlangsung di Aula ICMA Cabang Blimbing pada Selasa siang (14 Oktober 2025) pukul 13.00 hingga 14.30 WIB dengan suasana yang khidmat dan penuh semangat kebersamaan.

Acara tersebut dihadiri oleh Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Sukoharjo H. Djumari, S.Ag., M.Si., Ketua Majelis Dikdasmen dan PNF PDM Sukoharjo Dr. H. Srie Lahir, M.Pd., Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Blimbing H. Andi Asadudin, S.Psi., Ketua Majelis Dikdasmen dan PNF PCM Blimbing Dr. H. Muhtar Yunianto, M.Si., Kepala Desa Wonorejo H. Yusuf Aziz Rahma, S.Pd., M.M., serta para kepala sekolah, madrasah, dan ratusan guru/karyawan Muhammadiyah se-Cabang Blimbing.

Rangkaian acara diawali dengan pembacaan surat keputusan oleh Ketua Majelis Dikdasmen PCM Blimbing Dr. H. Mohtar Yunianto, M.Si., dilanjutkan dengan pengukuhan oleh Ketua Majelis Dikdasmen-PNF PDM Sukoharjo Dr. H. Srie Lahir, M.Pd., dan penandatanganan berita acara serah terima jabatan dari pejabat lama Dr. Muhammad Nasri Dini, M.Pd. (periode 2017–2025) kepada pejabat baru Muhammad Fatkhul Hajri, M.Pd. (periode 2025–2029).

Dalam sekapur sirih perdananya, Kepala SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo Muhammad Fatkhul Hajri, M.Pd. menyampaikan bahwa kader Muhammadiyah tidak pernah mengemis jabatan.

"Namun jika diberi amanah maka sebagai Kader Muhammadiyah wajib menjawab sami'na wa atho'na. Maka kami juga memohon dukungan dan kolaborasi dari seluruh pihak demi kemajuan pendidikan Muhammadiyah," ujar Hajri.

Ketua PCM Blimbing, H. Andi Asadudin, S.Psi., dalam sambutannya menyampaikan selamat atas amanah yang diterima.

"Kami berharap agar kepala sekolah yang baru dapat membentuk siswa-siswi Muhammadiyah yang kuat dalam akidah sekaligus cerdas dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga kelak dapat membuat senjata-senjata canggih untuk melawan orang-orang kafir," ungkap Andi.

Sementara itu, Ketua PDM Sukoharjo, H. Djumari, S.Ag., M.Si., memberikan pesan agar kepala sekolah yang baru tidak merasa kecewa dengan jabatan di lingkungan Muhammadiyah.

"Sebab amanah tersebut penuh dengan keberkahan dan pahala yang besar di sisi Allah. Saya perlu menegaskan bahwa penunjukan kepala sekolah tentu melalui pertimbangan, dan dari banyak guru di sekolah tersebut yang terpilih pasti memiliki keistimewaan," pesan Djumari.

Selain pengukuhan Kepala SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo, pada kesempatan yang sama juga dilaksanakan pengukuhan kepala sekolah dan madrasah di lingkungan PCM Blimbing, yaitu Kepala SD Muhammadiyah Imam Syuhodo, MTs Muhammadiyah Blimbing, SD Muhammadiyah Wonorejo, MI Muhammadiyah Miri, MI Muhammadiyah Lemahbang, dan MI Muhammadiyah Ngrobyong.

Acara ditutup dengan foto bersama seluruh pimpinan, kepala sekolah, dan tamu undangan sebagai penanda semangat baru dalam memajukan pendidikan Muhammadiyah di Cabang Blimbing dan sekitarnya. Kemudian diakhiri dengan shalat ashar berjamaah.

Khutbah Jumat: Renungan Tentang Utang


Khutbah Jumat: Renungan Tentang Utang


ﺇِﻥَّ ﺍﻟْﺤَﻤْﺪَ ﻟِﻠَّﻪِ ﻧَﺤْﻤَﺪُﻩُ ﻭَﻧَﺴْﺘَﻌِﻴْﻨُﻪُ ﻭَﻧَﺴْﺘَﻐْﻔِﺮُﻩْ ﻭَﻧَﻌُﻮﺫُ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻣِﻦْ ﺷُﺮُﻭْﺭِ ﺃَﻧْﻔُﺴِﻨَﺎ ﻭَﻣِﻦْ ﺳَﻴِّﺌَﺎﺕِ ﺃَﻋْﻤَﺎﻟِﻨَﺎ، ﻣَﻦْ ﻳَﻬْﺪِﻩِ ﺍﻟﻠﻪُ ﻓَﻼَ ﻣُﻀِﻞَّ ﻟَﻪُ ﻭَﻣَﻦْ ﻳُﻀْﻠِﻞْ ﻓَﻼَ ﻫَﺎﺩِﻱَ ﻟَﻪُ

ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥَّ ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪ ﻭَﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥَّ ﻣُﺤَﻤَّﺪًﺍ ﻋَﺒْﺪُﻩُ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟُﻪُ

ﻳَﺎﺃَﻳُّﻬﺎَ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﺀَﺍﻣَﻨُﻮﺍ ﺍﺗَّﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻠﻪَ ﺣَﻖَّ ﺗُﻘَﺎﺗِﻪِ ﻭَﻻَ ﺗَﻤُﻮْﺗُﻦَّ ﺇِﻻَّ ﻭَﺃَﻧﺘُﻢْ ﻣُّﺴْﻠِﻤُﻮْﻥَ

اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ، ﺃَﻣَّﺎ ﺑَﻌْﺪُ

Jamaah Jum’at yang Berbahagia
Segala puji hanya milik Allah ﷻ, Tuhan semesta alam. Dialah yang memerintahkan kita untuk berpegang teguh kepada ketaatan dan menjauhi segala bentuk maksiat. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad ﷺ, kepada keluarga beliau, para sahabatnya, serta seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.
Saya berwasiat kepada diri saya sendiri dan kepada jamaah sekalian untuk selalu meningkatkan ketakwaan kepada Allah ﷻ dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Karena dengan ketakwaanlah seseorang akan mendapatkan keberuntungan di dunia maupun di akhirat.

Jamaah Jum’at yang Berbahagia
Salah satu perkara yang sering dianggap ringan namun sesungguhnya sangat berat di sisi Allah ﷻ adalah masalah utang. Rasulullah ﷺ mengingatkan,

نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ

“Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya.” (HR. Tirmidzi no. 1078 dan Ibnu Majah no. 2413)
Hutang adalah tanggung jawab besar yang harus ditunaikan. Orang yang berhutang lalu berniat tidak membayarnya, termasuk golongan yang hina di sisi Allah ﷻ, sebagaimana sabda Nabi ﷺ,

أَيُّمَا رَجُلٍ يَدَيَّنُ دَيْنًا وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لاَ يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِىَ اللَّهَ سَارِقًا

“Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai maling.” (HR. Ibnu Majah no. 2410)

Jamaah Jum’at yang Berbahagia
Keutamaan seorang mukmin bukan hanya diukur dari ibadah mahdhah saja, tetapi juga dari akhlak dan muamalah. Termasuk dalam hal hutang-piutang, seorang muslim harus jujur, amanah, tepat waktu, dan berusaha membayar dengan cara terbaik. Ini adalah akhlak mulia yang diajarkan Nabi ﷺ:

إِنَّ خِيَارَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً

“Sesungguhnya sebaik-baik kalian adalah yang paling baik dalam membayar (hutang).” (HR. Bukhari no 2393)
Demikian khutbah pertama ini. Semoga Allah ﷻ menjadikan kita orang-orang yang amanah dalam hutang, agar kita termasuk golongan orang terbaik.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ


Khutbah Kedua

ٱلْـحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَالَمِينَ، وَٱلصَّلَاةُ وَٱلسَّلَامُ عَلَىٰ أَشْرَفِ ٱلْأَنْبِيَاءِ وَٱلْمُرْسَلِينَ، وَعَلَىٰ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ، أَمَّا بَعْدُ.


Jamaah Jum’at yang Berbahagia
Rasulullah ﷺ mengajarkan sebuah doa di antaranya:

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ، وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَالْبُخْلِ وَالْجُبْنِ، وَضَلَعِ الدَّيْنِ، وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ

“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari keluh kesah dan kesedihan, dari kelemahan dan kemalasan, dari sifat bakhil dan penakut, dari lilitan hutang dan laki-laki yang menindas-(ku).” (HR. Bukhari no. 6369)

Jamaah Jum’at yang Berbahagia
Marilah kita tutup khutbah siang ini dengan doa.


اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ إِن نَّسِينَآ أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَآ إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُۥ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِۦ وَٱعْفُ عَنَّا وَٱغْفِرْ لَنَا وَٱرْحَمْنَآ أَنتَ مَوْلَىٰنَا فَٱنصُرْنَا عَلَى ٱلْقَوْمِ ٱلْكَٰفِرِينَ

اللَّهُمَّ أَعِزَّالْإِسْلَامَا وَ الْمُسلِمِين وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ

اللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا الْمُسْلِمِيْنَ المُجَاهِدِينَ وَاْلمُسْتَضْعَفِيْنَ فِي فِلَسْطِين

اللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا الْمُسْلِمِيْنَ المُجَاهِدِينَ فِي كُلِّ مَكَانٍ وَزَمَانٍ

اللَّهُمَّ اكْفِنَا بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى، والتُّقَى، والعَفَافَ، والغِنَى

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً

اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Refleksi Milad Kokam Ke-60: "KOKAM Tangguh, Sinergi Menjaga dan Membangun Negeri"


Enam puluh tahun perjalanan sebuah pergerakan bukanlah waktu yang singkat. Apalagi bila perjalanan itu ditempuh dengan penuh dinamika, pengabdian dan kerja nyata di tengah perubahan zaman. Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah, atau yang lebih dikenal dengan KOKAM, lahir bukan sekadar untuk menjadi barisan yang gagah dalam seragam dorengnya yang identik dengan Kopassus. KOKAM lahir untuk menjadi benteng moral, disiplin dan pengabdian angkatan muda Muhammadiyah dalam menjaga dan membangun negeri.

1 Oktober 2025, memasuki usianya yang keenam dekade, KOKAM membawa tema: "KOKAM Tangguh, Sinergi Menjaga dan Membangun Negeri". Tema ini mencerminkan bahwa tangguh bukan hanya perkara fisik, barisan yang lurus, atau disiplin yang tegas. Ketangguhan sejati adalah ketika kekuatan jasmani berpadu dengan keteguhan moral, kematangan mental, dan kedalaman intelektual. Barisan KOKAM mungkin dikenal karena ketertiban, kesiapsiagaan, dan kedisiplinannya. Namun lebih dari itu, yang sejatinya menjadi kekuatan utama adalah karakter, akhlak, dan ketulusan yang lahir dari hati. Tauhid, ilmu dan amal adalah senjata sejati pasukan KOKAM.

Enam puluh tahun yang lalu, 1 Oktober 1965 KOKAM lahir di tengah kebutuhan akan barisan muda yang siap menjaga persyarikatan dan negeri. Kini, enam puluh tahun kemudian, tantangan yang dihadapi tentu saja jauh lebih kompleks. Arus globalisasi yang deras, budaya materialistik yang merasuk, gaya hidup hedonistik yang mudah menjerat, hingga kepentingan duniawi yang sering kali mengaburkan idealisme. Semua itu menuntut KOKAM untuk tetap teguh berdiri, tidak larut dalam gelombang, dan tetap menjadikan tauhid serta akhlak sebagai pedoman utama.

Dalam menghadapi zaman yang penuh perubahan, ketangguhan fisik memang penting, tetapi ia tidak akan berarti tanpa keteguhan jiwa. Apa artinya kekuatan raga bila rapuh dalam menghadapi godaan duniawi? Apa artinya barisan disiplin bila mudah tergoda oleh kepentingan sesaat? Karena itu, ketangguhan yang sejati adalah menyatukan kekuatan lahir dan batin: disiplin yang keras berpadu dengan akhlak yang lembut, ketegasan sikap berpadu dengan ketulusan hati, kecerdasan dalam ilmu yang berpadu dengan keikhlasan dalam tauhid yang murni.

Pengabdian menjadi kata kunci yang tak terpisahkan dari perjalanan KOKAM. Selama enam dekade, barisan ini telah menunjukkan bahwa mengabdi berarti memberi, bukan meminta. Mengabdi berarti menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi, golongan, atau kelompok kecil. Mengabdi berarti ikhlas hadir di garda depan, meski tidak selalu mendapatkan sorotan atau penghargaan. Semangat memberi inilah yang menjadi spirit KOKAM, sejalan dengan semangat Muhammadiyah yang sejak awal berdirinya menempatkan amal sebagai ibadah. Ilmu amaliyah dan amal ilmiyah.

Dalam membangun bangsa, yang dibutuhkan bukan sekadar kekuatan fisik atau dominasi kelompok tertentu. Membangun bangsa adalah kerja kolektif, kerja bersama yang dilandasi oleh keikhlasan. Indonesia bukan milik segelintir orang, bukan pula monopoli mereka yang kaya atau berkuasa. Indonesia adalah milik semua, berdiri di atas semangat kebersamaan, keadilan, dan persatuan. Kesadaran inilah yang harus terus dihidupkan oleh KOKAM, bahwa peran anak muda bukan untuk membelah atau mengkotak-kotakkan bangsa menjadi kepingan-kepingan kepentingan, melainkan merajut persatuan dengan semangat tulus dan ikhlas.

Enam dekade perjalanan KOKAM juga menjadi cermin bahwa generasi muda memiliki kekuatan luar biasa dalam membentuk wajah bangsa. Tidak ada bangsa yang kuat tanpa pemuda yang tangguh. Tidak ada peradaban yang tumbuh tanpa semangat muda yang penuh pengabdian. KOKAM hadir sebagai simbol bahwa angkatan muda Muhammadiyah tidak hanya siap menjaga persyarikatan, tetapi juga memiliki tanggung jawab lebih besar: menjaga pilar-pilar Indonesia dengan sepenuh jiwa.

Ketangguhan KOKAM juga terletak pada kemampuannya menyeimbangkan antara Islam dan keindonesiaan. Dalam setiap geraknya, KOKAM membawa nilai Islam berkemajuan, Islam yang moderat, Islam yang menebar rahmat bagi semesta. Islam yang tidak kaku dan eksklusif, melainkan Islam yang berpadu dengan kebangsaan, yang meneguhkan bahwa beragama tidak berarti menjauh dari realitas sosial, melainkan hadir di tengah bangsa untuk memberi solusi, mengabdi, dan membangun. Dengan semangat ini, pengabdian kepada bangsa menjadi bagian tak terpisahkan dari pengabdian kepada Tuhan.

Spirit wasathiyah atau jalan tengah juga menjadi napas penting dalam perjalanan KOKAM. Dalam dinamika bangsa yang kerap diwarnai perbedaan, jalan tengah adalah jembatan yang menyatukan. Bukan sekadar kompromi, melainkan sikap bijak yang lahir dari kesadaran bahwa Indonesia berdiri di atas keberagaman. Dari Aceh hingga Papua, dari Sabang hingga Merauke, dari berbagai agama, suku, dan budaya, semua adalah bagian dari mozaik besar bernama NKRI. KOKAM dipanggil untuk menjaga mozaik ini agar tetap utuh, indah, dan tidak terpecah.

Sejarah bangsa mengajarkan bahwa keberlangsungan Indonesia tidak pernah berdiri di atas kepentingan golongan tertentu. Ia lahir dari semangat kolektif, dari perjuangan bersama, dari pengorbanan tanpa pamrih. Bung Karno pernah mengingatkan bahwa negeri ini bukan milik satu kelompok, bukan milik bangsawan atau golongan kaya semata. Indonesia adalah milik semua. Dan dalam semangat itu, KOKAM harus terus hadir, mengabdikan diri tanpa pamrih, menempatkan diri sebagai bagian dari bangsa yang besar, dan tidak pernah menuntut balas atas pengorbanan yang diberikan.

Pengabdian yang sejati tidak lahir dari keinginan mendapatkan imbalan. Ia lahir dari kesadaran spiritual bahwa mengabdi adalah ibadah. Ketika pengabdian dijalankan dengan tulus, ia tidak lagi menjadi beban, melainkan sumber kekuatan. Ketulusan inilah yang harus terus dipelihara oleh KOKAM dalam setiap geraknya, agar setiap langkah yang diambil tidak hanya bermanfaat bagi persyarikatan, tetapi juga memberi arti bagi bangsa dan negara.

Perjalanan enam puluh tahun tentu bukan perjalanan yang mudah. Banyak rintangan, tantangan, dan dinamika yang harus dihadapi. Namun semua itu tidak pernah mematahkan semangat KOKAM. Justru, dari perjalanan panjang itu, lahirlah barisan yang semakin matang, semakin kuat, dan semakin siap menghadapi tantangan masa depan.

Kini, di usia yang ke-60, KOKAM dituntut untuk melangkah lebih jauh. Tantangan abad ini jauh lebih kompleks daripada era sebelumnya. Perubahan teknologi yang begitu cepat, pergeseran budaya, hingga tantangan global yang tak terelakkan, menuntut kesiapan baru. KOKAM harus mampu beradaptasi tanpa kehilangan jati diri. Kedisiplinan, ketangguhan fisik, dan kesiapsiagaan harus berjalan seiring dengan kecerdasan digital, kreativitas, serta kemampuan membaca perubahan zaman.

Namun di balik semua itu, fondasi utama tetap sama: akhlak, moral, dan pengabdian. Sebab sehebat apa pun perubahan teknologi, setinggi apa pun kecerdasan intelektual, tanpa akhlak yang kokoh semuanya akan rapuh. Akhlak adalah kompas yang menuntun arah. Moral adalah tiang penopang yang menjaga agar langkah tidak goyah. Dan pengabdian adalah roh yang memberi makna bagi setiap usaha.

Enam dekade KOKAM adalah kisah tentang keberanian, disiplin, ketangguhan, dan keikhlasan. Tetapi lebih dari itu, ia adalah kisah tentang cinta pada bangsa dan pengabdian tanpa pamrih. Dari generasi ke generasi, KOKAM telah mewariskan semangat bahwa menjaga negeri bukan hanya tugas negara, melainkan tanggung jawab setiap anak bangsa. Dan dalam tanggung jawab itu, pemuda Muhammadiyah memilih untuk berada di garis depan.

Milad ke-60 bukan hanya perayaan usia, melainkan momentum untuk menatap ke depan dengan tekad baru. KOKAM ditantang untuk terus meneguhkan diri sebagai kader pengabdian, sebagai barisan yang tidak hanya disiplin, tetapi juga penuh cinta, ikhlas, dan siap berkorban. Masa depan Indonesia membutuhkan pemuda yang tidak hanya gagah secara fisik, tetapi juga matang secara moral, cerdas secara intelektual, dan tulus dalam mengabdi.

KOKAM telah menapaki enam puluh tahun perjalanan yang membanggakan. Kini, tugas berikutnya adalah memastikan bahwa semangat itu tetap hidup, terus berlanjut, dan diwariskan kepada generasi baru. Dengan semangat pengabdian, dengan akhlak yang kokoh, dan dengan cinta yang tulus pada bangsa, KOKAM akan selalu hadir sebagai cahaya yang menerangi jalan panjang Indonesia menuju masa depan yang berkemajuan.

Siswi SMP Imam Syuhodo Raih Juara 2 TartiI MAPSI 2025 Sukoharjo


Sukoharjo – Prestasi membanggakan kembali ditorehkan oleh siswi SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo. Ananda Nusaibah, siswi kelas IX A, berhasil meraih Juara 2 Tartil Putri dalam ajang Lomba Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Seni Islami (MAPSI) 2025 tingkat Kabupaten Sukoharjo, Kamis, 25 September 2025.

Ajang bergengsi ini mempertemukan para pelajar terbaik dari berbagai sekolah di Sukoharjo untuk menunjukkan kemampuan di bidang keagamaan, termasuk di antaranya dalam membaca Al-Qur’an dengan tartil. Nusaibah tampil percaya diri dan berhasil membawa pulang piala serta uang penghargaan sebagai bukti kerja keras dan dedikasinya.

Kepala SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo Muhammad Fatkhul Hajri, M.Pd menyampaikan apresiasi yang tinggi atas pencapaian tersebut.

“Kami bangga dengan prestasi Nusaibah. Semoga menjadi motivasi bagi siswa-siswi lain untuk terus berprestasi, baik di bidang akademik maupun non-akademik,” ujar Hajri.

Prestasi ini diharapkan menjadi langkah awal untuk meraih pencapaian-pencapaian berikutnya.

“Semoga Nusaibah terus menginspirasi teman-teman lainnya agar tidak berhenti berjuang, berkarya, dan berprestasi,” pungkas Hajri.

SMP Imam Syuhodo Buka SPMB Tahun 2026/2027

 





SMP Imam Syuhodo Salurkan Donasi untuk Korban Banjir Bali Melalui Lazismu



Sukoharjo – SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo menunjukkan kepeduliannya dengan menyalurkan bantuan untuk korban banjir di Bali. Donasi diserahkan melalui Kantor Layanan Lembaga Amil Zakat, Infak, dan Sedekah Muhammadiyah (Lazismu) Cabang Blimbing, Daerah Sukoharjo.

Penyerahan dilakukan secara simbolis oleh Kepala Sekolah, Muhammad Fatkhul Hajri, S.Pd., M.Pd., kepada petugas Lazismu, Bastian Arif Mumpuni, S.Pd. Seluruh warga sekolah, baik siswa, guru, hingga staf, turut berpartisipasi dalam penggalangan dana ini.

“Kegiatan ini merupakan bentuk nyata kepedulian SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo terhadap sesama,” ujar Hajri.

Hasil penggalangan dana mencapai Rp1.240.000 dan akan digunakan untuk meringankan beban korban banjir di Bali. Donasi diserahkan pada Selasa, 23 September 2025, setelah sebelumnya dihimpun di lingkungan sekolah.

“Donasi ini digalang sebagai respons cepat atas musibah banjir yang melanda Bali, dengan tujuan membantu memenuhi kebutuhan dasar para korban,” lanjut Hajri.

Donasi kemudian disalurkan melalui jaringan Lazismu yang terpercaya secara nasional, sehingga bantuan dari SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo dapat sampai tepat sasaran.

Reporter: Ambarsari, S.Pd

Murid Cerminan Guru

 

Banyak guru sering mengeluhkan perilaku muridnya: ada yang datang terlambat, ada yang mengobrol di kelas, ada yang malas mengerjakan tugas, hingga ada yang melanggar aturan sekolah. Namun, jika dicermati lebih dalam, perilaku murid sering kali merupakan pantulan dari perilaku gurunya sendiri.

Cermin dari Perilaku Murid

  • Murid yang terlambat masuk kelas, sering kali mencerminkan guru yang tidak selalu hadir tepat waktu atau pulang sebelum jam berakhir.

  • Murid yang diingatkan berkali-kali untuk masuk kelas, mirip dengan guru yang juga kerap diingatkan agar segera masuk ruang rapat.

  • Murid yang mengobrol ketika pelajaran berlangsung, sejatinya meniru guru yang juga kerap mengobrol atau sibuk dengan gawai saat rapat.

  • Murid yang terlambat mengumpulkan tugas, tidak berbeda jauh dengan guru yang terlambat menyerahkan soal, nilai, atau pengisian rapor.

  • Murid yang melanggar aturan seragam, bisa jadi mencontoh guru yang juga tidak selalu taat aturan berpakaian.

  • Murid yang berlebihan dalam berinteraksi dengan lawan jenis, mencerminkan guru yang terkadang tidak sepenuhnya bersih dari hal serupa.

  • Murid yang berkata kasar, sering kali tumbuh dari lingkungan di mana guru pun kadang kurang mampu menahan ucapan saat marah.

  • Murid yang membuang sampah sembarangan, sejatinya mencontoh perilaku guru yang pernah meninggalkan sisa makanan atau kardus snack begitu saja setelah rapat.

Dengan kata lain, murid adalah cerminan gurunya. Apa yang ditanamkan lewat teladan jauh lebih kuat daripada sekadar nasihat.

Introspeksi Diri Pendidik

Mendidik bukan hanya soal menyampaikan ilmu, tetapi juga menghadirkan teladan hidup. Murid lebih cepat meniru perilaku daripada hanya mendengar arahan. Oleh karena itu, sebelum mengeluhkan perilaku murid, guru seharusnya melakukan introspeksi diri: apakah sudah memberi teladan disiplin, kesopanan, tanggung jawab, dan akhlak yang baik?

Dimensi Religius: Antara Amanah dan Keberkahan

Menjadi guru tidak hanya urusan relasi dengan murid, tetapi juga urusan amanah di hadapan Allah. Bisa jadi, keberkahan dalam mengajar dicabut karena guru lalai menjaga keteladanan.

Allah memperingatkan dalam Al-Qur’an:

كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash-Shaff: 3)

Ayat ini menjadi pengingat keras bagi pendidik, agar tidak hanya pandai menasihati, tetapi juga mampu mencontohkan. Murka Allah bisa hadir ketika kata-kata tidak sesuai dengan perbuatan.

Penutup: Mendidik dengan Keteladanan

Murid bukan hanya penerima ilmu, tetapi juga peniru perilaku. Jika guru menginginkan murid disiplin, maka guru lebih dahulu harus disiplin. Jika guru menginginkan murid santun, maka guru pun harus menjaga tutur kata. Jika guru menginginkan murid bertanggung jawab, maka guru wajib menunjukkan sikap tanggung jawab dalam setiap amanahnya.

Keberhasilan pendidikan tidak semata lahir dari banyaknya nasihat, melainkan dari kuatnya keteladanan. Dengan menjaga amanah, menampilkan akhlak mulia, dan mengharap keberkahan Allah, proses mendidik akan melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berkarakter.

Guru PAI SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo Resmi Menikah


Sukoharjo – Keluarga besar SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo berbahagia atas pernikahan salah satu gurunya, Muhammad Fadli Hasyim, S.Pd, guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, dengan Nazakia Zulfa Hidayah, S.Pd.

Akad nikah dilaksanakan di kediaman mempelai perempuan pada Ahad, 7 September 2025, dalam suasana khidmat dan penuh doa. Selanjutnya, resepsi pernikahan ngunduh mantu digelar pada Selasa, 9 September 2025 di kediaman mempelai laki-laki, yang dihadiri oleh seluruh guru, karyawan serta perwakilan siswa SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo. Turut hadir pula Kepala Sekolah, Bapak Muhammad Fatkhul Hajri, S.Pd., M.Pd., beserta jajaran pimpinan sekolah.

Acara berlangsung penuh kehangatan dan kebersamaan. Kehadiran rekan sejawat, keluarga besar sekolah, serta doa yang dipanjatkan menambah kemeriahan sekaligus makna mendalam pada momen istimewa ini.

Kepala sekolah dalam kesempatan tersebut menyampaikan doa terbaik untuk kedua mempelai agar selalu diberkahi dalam membangun rumah tangga baru. “Semoga Allah memberikan keberkahan dan menjadikan keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah,” ungkap beliau.

Keluarga besar SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo juga menyampaikan doa:
Barakallahu lakuma wa baraka alaikuma wa jama'a bainakuma fi khair.

Selamat menempuh hidup baru Ustadz Fadli, semoga menjadi pasangan yang saling melengkapi dan senantiasa dalam lindungan Allah SWT.

Pendidikan Islam di Era Digital: Antara Tantangan dan Peluang


Oleh: Muhammad Fatkhul Hajri, S.Pd., M.Pd.
Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo

Kita hidup dalam zaman yang serba cepat, serba digital dan terkoneksi bahkan hampir tanpa batas. Teknologi digital telah menyentuh nyaris pada semua aspek dalam kehidupan umat manusia, mulai dari cara kita berkomunikasi, bekerja, hingga belajar. Di tengah arus perubahan yang demikian pesat ini, pendidikan Islam juga turut dihadapkan pada realitas pilihan baru yang tidak mudah: harus beradaptasi atau jika tidak maka pasti akan tertinggal. Perubahan ini menuntut pendidikan Islam untuk tidak hanya mempertahankan cara-cara tradisional, tetapi juga mampu merumuskan ulang metode dan pendekatan agar tetap relevan dengan kebutuhan zaman.

Pertanyaannya kemudian, bagaimana cara pendidikan Islam harus menjawab tantangan zaman ini? Apakah dunia digital menjadi ancaman bagi Pendidikan Islam atau justru menjadikan peluang semakin terbuka lebar untuk menyebarkan nilai-nilai Islam secara lebih luas, efektif dan tentu saja relevan? Jawaban atas pertanyaan ini tentu tidak sederhana, karena menyangkut kesiapan semua elemen dalam sebuah ekosistem pendidikan itu sendiri, mulai dari guru, kurikulum, hingga infrastruktur digital. Namun yang pasti, pendidikan Islam tidak boleh bersikap pasif dan mengalir saja di tengah arus perubahan yang terus bergerak maju.

Dalam sejarahnya, Islam justru sangat mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada masa keemasan Islam, para ilmuwan muslim memadukan ilmu akhirat dan ilmu dunia, di antaranya dengan menerjemahkan karya-karya Yunani, mengembangkan observatorium, rumah sakit, hingga universitas. Dalam sejarah peradaban Islam, terdapat beberapa universitas tertua yang menjadi pusat keilmuan dan peradaban dunia. Universitas Al-Qarawiyyin di Maroko, yang didirikan pada tahun 859 M oleh Fatima Al-Fihri, diakui oleh UNESCO sebagai universitas tertua di dunia yang masih aktif hingga kini. Disusul oleh Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir, yang berdiri pada tahun 970 M dan hingga hari ini tetap menjadi pusat pemikiran Islam Sunni yang sangat berpengaruh.

Selain itu, jaringan Universitas Nizamiyah yang mulai berdiri pada abad ke-11 di Baghdad juga memainkan peran penting, bahkan menjadi tempat mengajar Imam Al-Ghazali. Di Afrika Utara, Universitas Zaitunah di Tunisia telah berkembang sejak abad ke-8 menjadi pusat studi Islam dan bahasa Arab. Tak kalah penting adalah Universitas Mustansiriyah di Baghdad yang didirikan pada tahun 1227 M oleh Khalifah Al-Mustansir dari Dinasti Abbasiyah, yang menawarkan pendidikan dalam berbagai bidang, dari ilmu agama hingga kedokteran.

Keberadaan berbagai universitas Islam ini menunjukkan bahwa dunia Islam sejak dahulu telah menaruh perhatian yang besar pada ilmu pengetahuan dan pendidikan tinggi. Artinya, ilmu pengetahuan dan teknologi bukanlah hal baru dalam peradaban Islam. Yang berubah hanyalah bentuknya. Dulu akademisi muslim generasi awal mengenal kertas dan tinta, sekarang kita menggunakan layar dan koneksi internet. Tapi semangat dari semuanya sebenarnya masih tetap sama, yaitu menyampaikan ilmu dan menyebarkan kebaikan.

Salah satu keuntungan terbesar dari era digital adalah akses informasi yang begitu luas dan cepat. Di masa lalu, untuk membaca tafsir atau kitab kuning, seseorang harus pergi ke pesantren atau perpustakaan. Pada masa salaf bahkan harus melakukan perjalanan berhari-hari ‘hanya’ untuk mencari sebuah hadits. Sekarang, cukup membuka ponsel dan mencari lewat mesin pencari. Website-website keislaman, aplikasi mobile, channel YouTube, podcast, e-book, bahkan kelas daring kini menjamur. Santri, mahasiswa atau bahkan masyarakat umum bisa belajar agama dari manapun dan kapanpun. Ini adalah peluang emas untuk mendekatkan Islam kepada generasi muda yang sangat lekat dengan dunia digital. Meskipun idealnya guru tetap penting keberadaannya dalam membimbing belajar agama.

Lebih dari itu, pendidikan Islam bisa menjadi jauh lebih kreatif. Misalnya, pelajaran fikih bisa dibawakan dalam bentuk video atau animasi. Materi akhlak bisa diajarkan lewat cerita interaktif atau video dalam bentuk film pendek atau panjang. Bahkan sejarah Islam saat ini bisa kita tonton filmnya, seperti dalam film ‘Omar’, ‘Fetih’, atau yang lainnya. Semua ini bisa membuat pembelajaran lebih menarik dan mudah dipahami, khususnya bagi generasi netizen, yang mengandalkan semuanya dari hal-hal yang bersifat digital.

Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa di balik kemudahan digital, ada juga tantangan besar. Salah satunya adalah keaslian dari sebuah konten. Di media sosial, kita sering menemukan ceramah viral yang ternyata menyimpang dari kebenaran. Ada juga hadits palsu yang disebarkan tanpa verifikasi karena dianggap populer. Di sinilah pentingnya literasi digital. Literasi digital bukan hanya soal tahu cara memakai gadget, tapi juga mencakup kemampuan untuk memilah informasi, mengevaluasi sumber, serta menjaga etika dalam berinteraksi di dunia maya. Generasi muda harus dibekali kemampuan ini agar tidak tersesat dalam arus informasi yang membanjiri berbagai media.

Dalam konteks kehidupan keumatan yang semakin terbuka di era digital, tidak sedikit pula ormas Islam yang menjadi sasaran disinformasi atau hoaks yang menyesatkan. Muhammadiyah, sebagai salah satu organisasi Islam terbesar dan paling berpengaruh di Indonesia, beberapa kali menjadi korban kabar bohong yang beredar luas di masyarakat. Mulai dari tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar soal sikap keagamaan hingga isu-isu politis yang sengaja disebarkan untuk membenturkan umat. Ada pula orang-orang dengan sikap pribadi menyimpang tapi dimaknai dengan sikap resmi organisasi. Hoaks semacam ini bukan hanya mencoreng nama baik organisasi, tetapi juga dapat merusak kepercayaan publik terhadap Muhammadiyah.

Hal ini menegaskan pentingnya literasi digital, khususnya dalam membekali umat agar lebih cermat dan kritis dalam menerima serta menyebarkan informasi di ruang digital. Lebih dari itu, masih ada tantangan kesenjangan akses. Tak semua wilayah di Indonesia punya internet yang stabil. Tak semua keluarga punya perangkat digital yang memadai. Maka, jangan sampai teknologi justru memperlebar kesenjangan pendidikan Islam.

Guru dan ustadz tidak bisa lagi hanya mengandalkan metode ceramah konvensional. Mereka harus menjadi fasilitator belajar, bukan sekadar penyampai informasi. Teknologi harus dimanfaatkan untuk memperkaya pembelajaran, bukan menggantikannya. Lembaga pendidikan Islam, mulai dari pesantren hingga madrasah, harus mulai bertransformasi. Infrastruktur digital harus dibangun, pelatihan bagi guru harus diberikan, dan kurikulum harus disesuaikan agar tetap relevan dengan zaman. Misalnya, kurikulum bisa menambahkan pelajaran etika digital, kewargaan digital, dan pembuatan konten Islami. Ini penting agar generasi Muslim tidak hanya menjadi konsumen teknologi, tetapi juga produsen konten yang berkualitas dan bernilai dakwah.

Literasi digital menjadi kata kunci. Jika literasi digital ini dibangun dengan baik, maka teknologi bisa menjadi alat yang memperkuat, bukan merusak, pendidikan Islam. Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain: Pertama, Mengajarkan pentingnya perlindungan data pribadi, agar tidak sembarangan membagikan informasi pribadi di internet; Kedua, Membangun kesadaran tentang hoaks dan berita palsu, terutama terkait konten-konten keagamaan; Ketiga, Menumbuhkan etika berinteraksi di dunia digital, karena akhlak tidak hanya berlaku di dunia nyata; Keempat, Mengajarkan siswa memilih sumber belajar yang kredibel, bukan hanya yang ramai dibicarakan; dan Kelima, Mendorong sikap toleran dan menghargai perbedaan, termasuk dalam diskusi daring. Kurikulum pendidikan Islam juga harus berani berubah. Ini bukan berarti mengganti nilai-nilai dasar ajaran Islam, melainkan menyajikannya dengan cara yang kontekstual dan relevan. Misalnya: Menyisipkan diskusi tentang penggunaan media sosial secara bijak dalam pelajaran akhlak; Membahas etika menonton konten keagamaan di YouTube dalam pelajaran fikih; dan Mengintegrasikan tugas membuat vlog dakwah atau infografik Islam sebagai bagian dari penilaian.

Dengan pendekatan seperti ini, siswa tidak hanya memahami Islam, tapi juga mampu menyampaikan nilai-nilainya kepada khalayak yang lebih luas melalui media digital. Teknologi, jika digunakan dengan benar, bisa menjadi alat dakwah paling dahsyat di abad ini. Ceramah yang dulu hanya dihadiri puluhan orang, kini bisa ditonton jutaan orang lewat YouTube. Tulisan yang dulu hanya dibaca santri di pondok, kini bisa menjadi bahan diskusi global. Anak muda bisa berdakwah lewat Instagram, TikTok, bahkan game. Asalkan substansinya tetap kuat, dan disampaikan dengan cara yang kreatif dan sopan, Islam bisa tampil dengan wajah yang damai, cerdas, dan membumi.

Pendidikan Islam di era digital tidak bisa hanya berdiri di persimpangan dan ragu melangkah. Sudah waktunya untuk bergerak, berinovasi, dan beradaptasi. Tantangannya memang nyata, tetapi peluangnya jauh lebih besar. Kita punya modal: ajaran Islam yang kaya nilai, semangat guru dan pendidik yang luar biasa, serta generasi muda yang terbuka pada pembaruan. Yang dibutuhkan hanyalah sinergi antara lembaga pendidikan, pemerintah, ulama, orang tua, dan masyarakat. Jika itu bisa kita bangun, maka pendidikan Islam di era digital tidak hanya akan bertahan, tetapi akan tumbuh dan memberi cahaya bagi dunia yang kian gelap oleh disinformasi dan kekosongan makna.

*) Tulisan ini dimuat di Majalah Tabligh Edisi No. 8/XXIII - Rabiul Awal 1447 H / September 2025 M

Muhammadiyah dan Tawasul


Muhammad Nasri Dini
Wakil Ketua Majelis Tabligh PDM Sukoharjo

Kenapa banyak kuburan orang-orang yang ditokohkan atau makam yang dikeramatkan ramai dikunjungi kaum muslimin? Di antaranya adalah karena banyak orang, termasuk di Indonesia, masih bersifat mistis dan magis daripada logis. Hal inilah yang menjadikan para pendongeng bisa bebas bercerita dengan kisah-kisah yang bagi orang-orang rasional, seperti Muhammadiyah, dianggap tidak masuk akal dan bahkan cenderung dapat dikategorikan sebagai takhayul dan khurafat.
Di antara motif orang-orang, kaum Muslimin tentu saja, datang ke kuburan orang shalih adalah untuk bertawasul. Dalam pandangan Muhammadiyah, praktik tawasul yang melibatkan orang yang sudah meninggal, seperti meminta pertolongan atau berdoa kepada penghuni makam, dapat mengarah pada perbuatan syirik, yang merupakan dosa besar dalam Islam.

Bagaimana Seharusnya?

Dalam Islam, tawasul merupakan metode berdoa di mana seseorang meminta kepada Allah SWT dengan memanfaatkan sebuah perantara atau wasilah. Dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT, umat Islam mengenal konsep penting yang disebut tawasul. Istilah ini sebenarnya merupakan bagian dari pengamalan spiritual yang dijelaskan dalam Al-Qur’an maupun hadis Nabi Muhammad SAW. Namun, agar tidak terjebak dalam praktik yang menyimpang, pemahaman terhadap tawasul perlu ditelaah secara mendalam berdasarkan dalil yang sahih dan penjelasan para ulama.
Allah SWT berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, carilah wasilah (jalan untuk mendekatkan diri) kepada-Nya, dan berjihadlah di jalan-Nya agar kamu beruntung.” (QS. Al-Maidah [5]: 35)
Ayat ini menjadi landasan utama yang menegaskan bahwa setiap muslim diperintahkan untuk mencari jalan mendekat kepada Allah SWT dengan cara yang sesuai syariat. Dalam praktiknya, tawasul dilakukan ketika seseorang berdoa dan memohon sesuatu kepada Allah SWT dengan menyertakan perantara yang benar, agar doanya lebih mustajab.

Tawasul Menurut Muhammadiyah

Tanya Jawab Agama Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah (2018) menyebutkan bahwa tawasul yang diperbolehkan adalah: (1) Tawasul kepada Allah dengan asma’ dan sifat-Nya; (2) Tawasul kepada Allah dengan iman dan amal shalih yang dilakukan; (3) Tawasul kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya; (4) Tawasul kepada Allah dengan menampakkan kelemahan dan kebutuhan kepada-Nya; (5) Tawasul kepada Allah dengan doa orang-orang shalih yang masih hidup; (6) Tawasul kepada Allah dengan mengakui dosa-dosa.
Menurut Muhammadiyah, tawassul dengan selain rincian di atas tidak diperbolehkan. Jika dirangkum, setidaknya ada tiga bentuk tawasul yang bisa dilaksanakan oleh seorang muslim menurut pandangan Muhammadiyah.

Pertama, Tawasul dengan Asmaul Husna. Tawasul dengan nama dan sifat Allah SWT berarti seorang hamba berdoa dengan menyebut nama-nama Allah yang indah (Asmaul Husna) atau sifat-Nya yang sesuai dengan kebutuhan doa.
Allah SWT berfirman, “Allah memiliki Asmaul Husna (nama-nama yang terbaik). Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalahartikan nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf [7]: 180)
Dalam praktiknya, seorang muslim dianjurkan menyebut nama Allah SWT yang relevan dengan doa yang sedang dipanjatkan atau sesuatu yang sedang dia hajatkan, misalnya “Ya Razzaq” untuk memohon rezeki, atau “Ya Ghaffar” untuk meminta ampunan. Dengan demikian, doa menjadi lebih bermakna karena sesuai dengan kebesaran Allah SWT yang sedang dipuji.

Kedua, Tawasul dengan Amal Shalih. Bentuk kedua adalah bertawasul dengan amal shalih pribadi, yaitu menyebutkan amal kebaikan yang pernah dilakukan dengan ikhlas, lalu menjadikannya sebagai perantara doa agar dikabulkan oleh Allah SWT.
Dalil yang paling masyhur dalam hal ini adalah hadis panjang dari Rasulullah SAW tentang tiga orang yang terjebak di dalam gua. Mereka berdoa kepada Allah SWT dengan menyebutkan masing-masing amal shalih yang pernah dilakukan, hingga akhirnya Allah SWT menolong mereka dengan memindahkan batu besar yang menutup gua.
Rasulullah SAW bersabda, “Ada tiga orang dari orang-orang sebelum kalian berangkat bepergian. Suatu saat mereka terpaksa bermalam di suatu gua, lalu mereka memasukinya. Tiba-tiba jatuhlah sebuah batu besar dari gunung dan menutup gua itu. Mereka berkata, ‘Tidak ada yang dapat menyelamatkan kita dari batu besar ini kecuali kita berdoa kepada Allah dengan menyebutkan amalan baik kita.’” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kisah nyata dari Rasulullah SAW ini dengan jelas menunjukkan kepada kita bahwa amal shalih yang dilakukan dengan ikhlas dapat menjadi wasilah agar doa lebih mustajab. Amalan shalih khusus yang mungkin saja hanya diketahui oleh orang yang melakukan dan Allah SWT semata, sehingga terjaga dari niat yang tidak benar.

Ketiga, Tawasul dengan Doa Orang Shalih yang Masih Hidup. Bentuk ketiga adalah memohon doa dari orang shalih yang masih hidup agar ia mendoakan kebaikan bagi kita. Hal ini dibolehkan karena doa seorang Muslim untuk saudaranya adalah doa yang mulia dan mudah dikabulkan.
Hal ini seperti dicontohkan oleh ‘Umar bin Khattab RA yang pernah meminta doa kepada Al-‘Abbas bin Abdul Muthalib RA, paman Nabi SAW, setelah wafatnya Rasulullah SAW, “Ya Allah, sesungguhnya kami bertawassul kepada-Mu lewat perantaraan Nabi-Mu, maka turunkanlah hujan pada kami. Dan sekarang kami bertawassul kepada-Mu lewat perantaraan paman Nabi kami, maka turunkanlah pula hujan pada kami.” (HR. Bukhari)
Di zaman ini, boleh seorang muslim meminta doa dari ulama, ustadz, atau kiai untuk keberhasilan suatu hajat. Namun, meminta doa dari orang yang sudah meninggal, termasuk di makam wali atau ulama, menurut Muhammadiyah tidak dibenarkan, karena bertentangan dengan ajaran tauhid.

Larangan Menjadikan Kuburan sebagai Wasilah

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah dalam Tanya Jawab Agama yang disidangkan pada hari Jum’at, 18 Rabiul Akhir 1434 H / 1 Maret 2013, pernah menerangkan bahwa dilarang meminta-minta kepada ahli kubur dan menjadikannya wasilah kepada Allah SWT. Satu hal yang menjadi pantangan ketika berziarah kubur, adalah meminta-minta kepada ahli kubur dan menjadikan mereka perantara kepada Allah SWT.
Allah SWT berfirman, “Janganlah engkau sembah selain Allah, sesuatu yang tidak memberi manfaat kepadamu dan tidak (pula) memberi mudarat kepadamu, sebab jika engkau lakukan (yang demikian itu), sesungguhnya engkau termasuk orang-orang zalim.” (QS. Yunus [10]: 106)
Allah SWT juga menegaskan dalam firman-Nya yang lain, “Orang-orang yang mengambil pelindung selain Dia (berkata), ‘Kami tidak menyembah mereka, kecuali (berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya’.” (QS. Az-Zumar [39]: 3)
Ayat ini menjelaskan bahwa siapa saja yang beralasan ingin mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui perantara yang tidak dibenarkan syariat, termasuk ahli kubur, hakikatnya telah melakukan perbuatan syirik.
Sebagaimana yang terjadi pada masa sekarang, banyak orang mengunjungi kuburan orang-orang tertentu, misalnya para wali. Kegiatan tersebut dapat digolongkan kepada perbuatan yang dilarang karena orientasi tujuannya sudah bergeser, bukan lagi untuk mendoakan dan bermuhasabah diri, tetapi lebih kepada meminta-minta.
Kewajiban seorang muslim terhadap orang lain yang sudah meninggal adalah mendoakan, bukan malah meminta pertolongan, karena hal itu mustahil. Para dai dan mubaligh Muhammadiyah sering memperingatkan bahwa praktik semacam ini, meskipun tampak sederhana, dapat mengarah pada syirik besar (syirkul akbar), yang membahayakan akidah seorang muslim.
Padahal, Rasulullah SAW tidak pernah mengkhususkan kuburan tertentu ketika beliau berziarah. Beliau menziarahi kuburan untuk mendoakan dan mengingat kematian, bukan menjadikan ahli kubur sebagai wasilah.

Penutup

Dengan memahami konsep tawasul secara benar, seseorang tidak hanya memperbaiki kualitas hubungannya dengan Allah SWT, tetapi juga memastikan bahwa ibadahnya tidak menyimpang dari jalur syariat. Maka, ketika kita berdoa dan bertawasul, marilah kita perhatikan dengan seksama. Jika semua itu sesuai dengan tuntunan Islam, insya Allah doa yang dipanjatkan akan sampai kepada-Nya dan dikabulkan oleh-Nya.
Konsep tawassul yang dipahami oleh Muhammadiyah menjelaskan bahwa tawassul yang disyariatkan meliputi: Pertama, tawassul dengan nama dan sifat Allah. Yaitu berdoa dengan menyebut nama dan sifat Allah SWT yang sesuai dengan permohonan; Kedua, tawassul dengan amal shalih. Yaitu memohon kepada Allah SWT dengan menyebutkan amal shalih pribadi yang pernah dilakukan; dan Ketiga, tawassul dengan doa orang shalih yang masih hidup. Meminta orang shalih yang masih hidup untuk mendoakan kebaikan bagi kita.
Muhammadiyah menolak tawassul yang tidak memiliki dasar dalam syariat, seperti tawassul dengan orang yang telah meninggal atau dengan zat makhluk. Karena semua bentuk ibadah harus berdasarkan dalil yang sahih dan sesuai dengan praktik generasi salafush shalih. Pendekatan ini merefleksikan pandangan Muhammadiyah tentang kesederhanaan dan keaslian dalam praktik ibadah.
Tawasul bukan sekadar ritual, tetapi sebuah jalan spiritual yang harus ditempuh dengan ilmu, iman, dan keikhlasan. Tawasul hanya akan bermakna ketika dilakukan sesuai dengan tuntunan Allah SWT dan Rasul-Nya. Wallahu a’lam.


*) Tulisan ini dimuat di Majalah Tabligh Edisi No. 8/XXIII - Rabiul Awal 1447 H / September 2025 M

Waktu dan Tata Cara Salat Gerhana Menurut Muhammadiyah



Fenomena gerhana matahari dan gerhana bulan selalu menjadi peristiwa langit yang memukau. Dalam pandangan Islam, peristiwa tersebut tidak sekadar fenomena astronomi, melainkan tanda kebesaran Allah SWT. Rasulullah SAW bahkan memberikan contoh ibadah khusus ketika terjadi gerhana, yaitu shalat gerhana.

Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menegaskan bahwa shalat gerhana, baik shalat kusuf (gerhana matahari) maupun khusuf (gerhana bulan), termasuk sunnah muakkadah yang sangat dianjurkan. Landasannya bersumber dari hadis-hadis sahih yang menegaskan praktik Rasulullah SAW.

Dalil Shalat Gerhana

Hadis-hadis berikut menjadi dasar kuat disyariatkannya shalat gerhana:

  • Dari Aisyah r.a., Rasulullah SAW menjaharkan bacaan shalat gerhana, melaksanakan empat kali rukuk dan empat kali sujud dalam dua rakaat. (HR al-Bukhari dan Muslim)
  • Dari al-Mughirah bin Syu‘bah r.a., Rasulullah SAW menegaskan bahwa gerhana tidak terkait dengan hidup atau wafatnya seseorang, melainkan tanda kebesaran Allah. Karena itu, umat diperintahkan berdoa dan melaksanakan shalat hingga gerhana selesai. (HR al-Bukhari)
  • Dari Abu Mas‘ud r.a., Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya matahari dan bulan tidak gerhana karena kematian seseorang, tetapi keduanya adalah tanda kebesaran Allah. Maka apabila kamu melihatnya, berdirilah dan kerjakan shalat.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Hadis pertama merupakan sunnah fi‘liyyah (contoh perbuatan Nabi), sedangkan hadis kedua dan ketiga tergolong sunnah qauliyyah (sabda Nabi). Keduanya memperkuat bahwa shalat gerhana adalah ibadah khusus.

Istilah Kusuf dan Khusuf

Dalam pembahasan fikih, istilah kusuf digunakan untuk gerhana matahari, khusuf untuk gerhana bulan, sedangkan kusufain merujuk pada keduanya. Pemahaman istilah ini penting karena sering muncul dalam literatur fikih.

Tata Cara Shalat Gerhana Menurut Tarjih Muhammadiyah
  1. Seruan Awal
    Shalat gerhana tidak diawali azan maupun iqamah, melainkan seruan “Ash-shalātu jāmi‘ah” (marilah kita shalat berjamaah).
  2. Rukun dan Urutan Shalat
    Shalat dikerjakan dua rakaat, masing-masing dengan dua kali rukuk dan dua kali sujud. Rinciannya:
    • Takbiratul ihram, doa iftitah, al-Fatihah, dan surat panjang dengan jahr.
    • Rukuk lama, kemudian i‘tidal.
    • Berdiri lagi, membaca al-Fatihah dan surat panjang (lebih pendek dari sebelumnya).
    • Rukuk kembali, i‘tidal, lalu sujud dua kali.
    • Rakaat kedua dilakukan dengan pola serupa, kemudian salam.
  3. Bacaan dalam Shalat
    Nabi SAW membaca surat panjang, seperti al-Baqarah atau yang setara, lalu pada berdiri kedua bacaan lebih pendek.
  4. Khutbah Setelah Shalat
    Imam menyampaikan khutbah sekali setelah salam dengan isi berupa pujian kepada Allah, penegasan bahwa gerhana bukan karena kelahiran atau kematian seseorang, serta seruan memperbanyak doa, istighfar, dzikir, dan sedekah.


Imam asy-Syafi‘i menegaskan setiap berdiri dalam shalat gerhana harus disertai bacaan al-Fatihah dan surat panjang. Ulama Maliki dan Hanbali juga menekankan hal serupa. Ibnu Qudamah menambahkan bahwa al-Fatihah tidak boleh ditinggalkan. Kesepakatan ini menunjukkan shalat gerhana memiliki kekhususan dibanding shalat sunnah lainnya.

Waktu Pelaksanaan Shalat Gerhana

Shalat gerhana dikerjakan sejak awal hingga gerhana selesai. Jika gerhana berakhir saat shalat masih berlangsung, shalat diteruskan dengan memperpendek bacaan. Tidak ada qadha setelah gerhana berakhir.

Siapa yang Disyariatkan Shalat Gerhana?

Shalat gerhana diperuntukkan bagi mereka yang menyaksikan langsung peristiwa tersebut. Rasulullah SAW bersabda: “Apabila kamu melihatnya, maka shalatlah.” Ibn Taimiyyah menegaskan shalat hanya dilakukan ketika benar-benar terjadi gerhana. Baik laki-laki maupun perempuan dianjurkan hadir dalam shalat ini.

Hikmah Shalat Gerhana

Shalat gerhana memiliki hikmah yang mendalam, di antaranya:

  • Meneguhkan tauhid dan keyakinan bahwa fenomena alam merupakan tanda kebesaran Allah.
  • Menjadi sarana muhasabah dengan memperbanyak doa, dzikir, dan amal kebajikan.
  • Melatih kesabaran melalui bacaan panjang, rukuk lama, dan sujud lama.
  • Membangun kesadaran sosial melalui seruan khutbah untuk memperbanyak sedekah.
Gerhana Bulan Total 7 September 2025

Fenomena gerhana bulan total akan terjadi pada Ahad malam Senin, 7 September 2025, mulai pukul 22.28 WIB, mencapai puncak pada 01.11 WIB, dan berakhir pada 03.55 WIB.

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah mengimbau warga Muhammadiyah melaksanakan shalat khusuf di masjid atau lapangan, serta menjadikannya sebagai momentum edukasi astronomi, dakwah, dan penguatan ukhuwah Islamiyah.

Ikhtisar

Shalat gerhana merupakan tuntunan langsung Rasulullah SAW yang dikerjakan dua rakaat dengan empat rukuk dan empat sujud. Ibadah ini dilaksanakan selama gerhana berlangsung, tanpa azan dan iqamah, kemudian ditutup dengan khutbah singkat.

Fenomena gerhana mengingatkan bahwa matahari dan bulan hanyalah makhluk Allah SWT yang tunduk kepada-Nya. Karena itu, setiap Muslim dianjurkan menjadikan peristiwa ini sebagai sarana memperkuat tauhid, memperbanyak doa, dzikir, istighfar, serta amal kebajikan.

Sumber: PWM Jateng

Meneladani Rasulullah ﷺ dengan Menjaga Kehalalan Rezeki


Salah satu bentuk cinta para sahabat Nabi Muhammad ﷺ adalah kisah dari sahabat Tsaubān bin Bujdud رضي الله عنه yang terjadi ketika ia mendatangi Nabi Muhammad ﷺ dengan wajah muram dan sedih. Melihat kondisi ini, Nabi ﷺ bertanya: “Wahai Tsaubān, apa yang membuatmu gelisah?”

Tsaubān menjawab dengan suara lirih: “Wahai Rasulullah, ketika aku jauh darimu, hatiku merasa resah, dan aku sangat merindukanmu. Aku khawatir tentang nasibku di akhirat. Jika aku masuk surga, mungkin aku tidak bisa berada dekat denganmu, karena engkau pasti berada di tempat yang lebih tinggi bersama para nabi. Dan jika aku tidak masuk surga, maka aku tidak akan pernah bertemu denganmu lagi.”

Kata-kata Tsaubān ini sangat menyentuh hati Nabi Muhammad ﷺ. Tak lama kemudian, Allah ﷻ menurunkan wahyu yang memberikan ketenangan kepada Tsaubān, yaitu dalam firman-Nya:

وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ فَاُولٰۤىِٕكَ مَعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ مِّنَ النَّبِيّٖنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاۤءِ وَالصّٰلِحِيْنَ ۚ وَحَسُنَ اُولٰۤىِٕكَ رَفِيْقًا

“Siapa yang menaati Allah dan Rasul (Nabi Muhammad), mereka itulah orang-orang yang (akan dikumpulkan) bersama orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An-Nisā’ [4]: 69)

Dari kisah tersebut, kita dapat mengambil pelajaran bahwa sebagai seorang muslim kita wajib mencintai Rasulullah ﷺ. Namun, cinta kepada beliau tidak cukup hanya diucapkan, melainkan harus diwujudkan dengan ketaatan. Salah satu bentuk ketaatan itu adalah dengan meneladani akhlak dan keseharian Nabi ﷺ.

Akhir-akhir ini kita sering mengelus dada melihat maraknya kasus korupsi yang melanda negeri kita. Oleh karena itu, salah satu keteladanan penting yang bisa kita ambil dari Rasulullah ﷺ adalah meneladani beliau dalam menjaga kehalalan apa yang kita konsumsi dan apa yang kita berikan kepada keluarga kita.

Rasulullah ﷺ bersabda:

لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ

“Akan datang suatu masa pada umat manusia, mereka tidak lagi peduli dengan cara untuk mendapatkan harta, apakah melalui cara yang halal ataukah dengan cara yang haram.” (HR. al-Bukhārī)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah رضي الله عنه dari Rasulullah ﷺ, bahwa beliau bersabda:

إِنِّي لَأَنْقَلِبُ إِلَى أَهْلِي فَأَجِدُ التَّمْرَةَ سَاقِطَةً عَلَى فِرَاشِي فَأَرْفَعُهَا لِآكُلَهَا ثُمَّ أَخْشَى أَنْ تَكُونَ صَدَقَةً فَأُلْقِيهَا

“Saat aku pulang ke rumah, aku dapati sebutir kurma jatuh di atas tempat tidurku. Kemudian kurma itu kuambil untuk kumakan. Namun aku khawatir kurma itu adalah kurma sedekah (zakat), maka aku pun membuangnya.” (HR. al-Bukhārī 2431 dan Muslim 1070)

Masih dari Abu Hurairah رضي الله عنه, ia berkata: Al-Hasan bin Ali رضي الله عنهما mengambil sebiji kurma dari harta zakat, lalu memasukkannya ke dalam mulutnya. Rasulullah ﷺ berkata: “Cih, cih!” yaitu mengeluarkan dan membuangnya. Kemudian beliau berkata: “Tidakkah engkau tahu bahwa kita tidak boleh memakan harta zakat?” (HR. al-Bukhārī 1491 dan Muslim 1069)

Diriwayatkan dari Abul Haura’, bahwa ia bertanya kepada Al-Hasan رضي الله عنه: “Adakah sesuatu yang engkau ingat dari Rasulullah ﷺ?” Al-Hasan menjawab: “Aku masih ingat, (yaitu) ketika aku mengambil sebiji kurma dari harta zakat, lalu aku masukkan ke dalam mulutku. Rasulullah ﷺ mengeluarkan kurma itu beserta saripatinya, lalu mengembalikannya ke tempat semula. Ada yang berkata: ‘Wahai Rasulullah, tidaklah mengapa kurma itu dimakan oleh bocah kecil ini?’ Rasulullah ﷺ berkata: ‘Sesungguhnya, keluarga Muhammad tidak halal memakan harta zakat.’”

Selain meninggalkan keteladanan pada Rasulullah ﷺ, memakan harta haram juga berarti mendurhakai Allah ﷻ dan mengikuti langkah setan. Allah ﷻ berfirman:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

“Wahai manusia, makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi baik dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia bagimu merupakan musuh yang nyata.” (QS. al-Baqarah [2]: 168)

Ada beberapa dampak jika kita memakan harta yang haram:

  1. Harta haram membuat malas beramal shaleh

يٰٓاَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوْا مِنَ الطَّيِّبٰتِ وَاعْمَلُوْا صَالِحًاۗ اِنِّيْ بِمَا تَعْمَلُوْنَ عَلِيْمٌ ۗ

“Wahai para rasul, makanlah dari (makanan) yang baik-baik dan beramallah shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Mu’minūn [23]: 51)

  1. Doa sulit dikabulkan

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّباً، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ المُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ المُرْسَلِيْنَ فَقَالَ {يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوْا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا} وَقَالَ تَعَالَى {يَا أَيُّهَا الذِّيْنَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ} ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ: يَا رَبِّ يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌوَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَه

“Sesungguhnya Allah Ta’ala itu baik (ṭayyib), tidak menerima kecuali yang baik (ṭayyib). Dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kaum mukminin seperti apa yang diperintahkan kepada para Rasul. Allah Ta’ala berfirman: ‘Wahai para rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal shalih.’ (QS. al-Mu’minūn: 51). Dan Allah Ta’ala berfirman: ‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepadamu.’ (QS. al-Baqarah: 172). Kemudian Rasulullah ﷺ menyebutkan seseorang yang lama bepergian; rambutnya kusut, berdebu, dan menengadahkan kedua tangannya ke langit, lantas berkata: ‘Wahai Rabbku, wahai Rabbku.’ Padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia dikenyangkan dari yang haram, bagaimana mungkin doanya bisa terkabul.” (HR. Muslim, no. 1015)

  1. Diancam neraka

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ النَّارُ أَوْلَى بِهِ

“Sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari harta yang haram. Neraka lebih pantas untuknya.” (HR. Aḥmad dan ad-Dārimī)

Doa Rasulullah ﷺ

Semoga Allah ﷻ menjauhkan kita dari harta haram. Rasulullah ﷺ mengajarkan sebuah doa:

اللَّهُمَّ اكْفِني بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ، وَأَغْنِنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

“Ya Allah, cukupkanlah aku dengan yang halal dan jauhkanlah aku dari yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari bergantung pada selain-Mu.” (HR. at-Tirmiżī dan Aḥmad)