Langkah Muhammadiyah 1: Memperdalam Masuknya Iman
“Hendaklah
iman itu ditablighkan dengan seluas-luasnya dan diberi riwayat, serta dalil
buktinya. Iman perlu dipengaruhkan dan digembirakan sampai ke darah daging
hingga masuk ke dalam tulang sumsum dan di hati sanubari, serta kepada seluruh
warga Muhammadiyah.” (Tafsir Langkah Muhammadiyah 1)
Allah ﷻ berfirman,
قَالَتِ
الْاَعْرَابُ اٰمَنَّا ۗ قُلْ لَّمْ تُؤْمِنُوْا وَلٰكِنْ قُوْلُوْٓا اَسْلَمْنَا
وَلَمَّا يَدْخُلِ الْاِيْمَانُ فِيْ قُلُوْبِكُمْ ۗوَاِنْ تُطِيْعُوا اللّٰهَ
وَرَسُوْلَهٗ لَا يَلِتْكُمْ مِّنْ اَعْمَالِكُمْ شَيْـًٔا ۗاِنَّ اللّٰهَ
غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Orang-orang
Arab Badui berkata, “Kami telah beriman.” Katakanlah (kepada mereka), “Kamu
belum beriman, tetapi katakanlah, ‘Kami baru berislam’ karena iman (yang
sebenarnya) belum masuk ke dalam hatimu. Jika kamu taat kepada Allah dan
Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikit pun (pahala) amal perbuatanmu.”
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al
Hujurat[49]: 14)
Dari Ibnu
‘Abbās ra., bahwa Rasulullah ﷺ ketika mengutus Mu‘ādz ke negeri Yaman,
beliau bersabda:
إِنَّكَ تَقْدَمُ عَلَى قَوْمٍ أَهْلِ
كِتَابٍ، فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ عِبَادَةُ اللَّهِ عَزَّ
وَجَلَّ، فَإِذَا
عَرَفُوا اللَّهَ، فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ
صَلَوَاتٍ فِي يَوْمِهِمْ وَلَيْلَتِهِمْ، فَإِذَا فَعَلُوا فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ
عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى
فُقَرَائِهِمْ، فَإِذَا
أَطَاعُوا بِهَا فَخُذْ مِنْهُمْ، وَتَوَقَّ كَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ
“Sesungguhnya
engkau akan mendatangi suatu kaum dari kalangan Ahli Kitab. Maka hendaklah yang
pertama kali engkau dakwahkan kepada mereka adalah agar mereka menyembah Allah
‘Azza wa Jalla. Apabila mereka telah mengenal Allah, maka beritahukanlah kepada
mereka bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka shalat lima waktu dalam sehari
semalam. Apabila mereka telah melaksanakan hal itu, maka beritahukanlah kepada
mereka bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka zakat yang diambil dari
orang-orang kaya di antara mereka dan diberikan kepada orang-orang fakir di
antara mereka. Apabila mereka telah menaati hal itu, maka ambillah zakat dari
mereka, dan jauhilah (jangan mengambil) harta-harta mereka yang paling berharga.”
(HR. al-Bukhārī dan Muslim)
Ibadah
adalah suatu
nama yang mencakup segala hal yang dicintai Allah, baik berupa ucapan maupun
perbuatan, seperti berdoa, shalat, menyembelih (kurban), dan selainnya.
Agar ikhtiyar
(usaha) menjadi ibadah, maka harus dilandasi oleh iman, dilakukan dengan
ikhlas karena Allah semata, dan ditempuh dengan cara yang benar sesuai tuntunan
syariat. Dengan demikian, setiap upaya manusia, baik dalam bekerja, belajar,
maupun berjuang, akan bernilai ibadah di sisi Allah, selama niatnya lurus dan
tindakannya benar.
Iman adalah
pembenaran dengan hati, pengakuan dengan lisan, dan amal dengan anggota badan. Iman itu bertambah dan
berkurang, ia bertambah dengan ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan.
Allah ﷻ berfirman,
وَاِذَا مَآ
اُنْزِلَتْ سُوْرَةٌ فَمِنْهُمْ مَّنْ يَّقُوْلُ اَيُّكُمْ زَادَتْهُ هٰذِهٖٓ
اِيْمَانًاۚ فَاَمَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا فَزَادَتْهُمْ اِيْمَانًا وَّهُمْ
يَسْتَبْشِرُوْنَ
“Apabila
diturunkan suatu surah, di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang
berkata, “Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya)
surah ini?” Adapun (bagi) orang-orang yang beriman, (surah yang turun) ini
pasti menambah imannya dan mereka merasa gembira.” (QS. At Taubah [9]: 124)
اِنَّمَا
الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اِذَا ذُكِرَ اللّٰهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ وَاِذَا
تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ اٰيٰتُهٗ زَادَتْهُمْ اِيْمَانًا وَّعَلٰى رَبِّهِمْ
يَتَوَكَّلُوْنَۙ
“Sesungguhnya
orang-orang mukmin adalah mereka yang jika disebut nama Allah, gemetar
hatinya dan jika dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat)
imannya dan hanya kepada Tuhannya mereka bertawakal.” (QS. Al Anfal [8]: 2)
Dari
Ibnu Syihab, ia berkata: Aku mendengar Abu Salamah bin Abdurrahman dan Sa‘id
bin al-Musayyab berkata, Abu Hurairah ra. menuturkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
لاَ يَزْنِى
الزَّانِى حِينَ يَزْنِى وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلاَ يَسْرِقُ السَّارِقُ حِينَ
يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلاَ يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ
مُؤْمِنٌ
“Tidaklah
seorang pezina berzina dalam keadaan ia beriman, dan tidaklah seorang pencuri
mencuri dalam keadaan ia beriman, dan tidaklah seorang yang meminum khamar
meminumnya dalam keadaan ia beriman.” (HR. al-Bukhārī dan Muslim)
Iman
Sebagai Dasar Langkah
Muhammadiyah adalah persyarikatan
yang menerjemahkan dirinya dengan nama gerakan Islam, gerakan dakwah amar
ma‘ruf nahi munkar. Hal ini dikukuhkan dengan jelas dan tegas pada anggaran
dasar persyarikatan ketika berbicara tentang identitas Muhammadiyah
dengan menyebutkan bahwa identitas persyarikatan ini adalah “Gerakan Islam,
Da'wah Amar Ma'ruf Nahi Munkar dan Tajdid, bersumber pada Al-Qur`an dan
As-Sunnah.” Sedangkan asas Muhammadiyah bahwa persyarikatan ini
berasaskan Islam.
Lalu
apa tujuan persyarikatan ini? Dengan tegas dan jelas, maksud dan tujuan Muhammadiyah
ialah “Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”. Iya. Sehingga wujud masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya. Jelas dan tidak membutuhkan penafsiran lebih untuk
memahami tujuan dari persyarikatan ini walaupun ada dua hal yang harus digaris
bawahi: pertama, menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam.
Kedua, dengan penegakkan agama Islam maka terwujudlah masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya yaitu Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur.
Selama
perjalanannya hingga berusia satu abad lebih, persyarikatan Muhammadiyah
yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah
1330 Hijriyah – dan bertepatan tanggal 18 November 1912 Miladiyah – di
Yogyakarta ini tetap konsisten di atas khittah-nya. Khittah dalam
arti garis besar (pemikiran) perjuangannya. Khittah dalam arti konsepsi
perjuangan yang menjadi tuntunan, pedoman dan arah perjuangnya.
Identitas,
asas, maksud dan tujuan di atas termaktub dalam anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga Muhammadiyah sebagai khittah yang harus dipatuhi
seluruh kadernya. Tentu hal-hal yang digariskan di atas memiliki arti penting
karena menjadi landasan berpikir dan bergerak untuk semua anggota dan pimpinan persyarikatan
Muhammadiyah. Garis perjuangan anggota dan pimpinan tidak boleh
menyalahi atau bertentangan dengan asas serta tujuan Muhammadiyah itu
sendiri. Apalagi hal ini telah terdokumentkan dengan jelas dan rapi.
Untuk
kelangsungan persyarikatan Muhammadiyah ke depan, Muhammadiyah
mempunyai landasan sebagai pedoman dalam menjalankan persyarikatan yang disebut
sebagai landasan operasional Muhammadiyah. Landasan operasionalnya ini
dikenal sebagai khittah perjuangan Muhammadiyah yang terbagi menjadi
beberapa bagian di antaranya adalah tafsir 12 langkah Muhammadiyah.
Dari
periode ke periode, dari kepemimpinan ke kepemimpinan selanjutnya, dinamika
perpolitikan selalu dilalui Muhammadiyah dengan berbagai suka-cita.
Bunyi khittah itu tentu menggambarkan situasi Muhammadiyah ketika
itu. Sasaran yang hendak dicapai khittah yang dikeluarkan pada umumnya
bersifat pembinaan dan bimbingan bagi pemimpin maupun anggota Muhammadiyah
dalam melangsungkan tujuan persyarikatan dalam menghadapi berbagai dinamika
bangsa dan negara.
Memperdalam
Iman dalam Mengabdi di Persyarikatan Muhammadiyah
KH.
Ahmad Dahlan – diriwayatkan – selalu mengajarkan Surat Wal
‘Ashri dan Al Ma‘un. Menurut Kyai Djazuli, KH. Ahmad
Dahlan mengajarkan Wal ‘Ashri itu cukup lama, lebih lama dari ketika
mengajarkan Al Ma‘un yang sampai sekitar 3 bulan. Beliau mengajarkan Wal
‘Ashri di mana-mana, dan selalu diulang-ulang kepada murid-muridnya. Beliau
mengulang-ulang surat itu supaya murid-muridnya mengamalkannya, bukan hanya
menghapalkan. KH. Ahmad Dahlan berpendapat bahwa waktu sangat penting.
Dalam waktu lah terjadi kebaikan (amal saleh) dan dalam waktu terjadi
keburukan (amal salah, amal sayyiat). Karena itulah KHA Dahlan
mengajarkan Wal ‘Ashri di mana-mana dan diulang-ulang.
Tentu
tujuan KH. Ahmad Dahlan mengajarkan Wal ‘Ashri adalah agar
murid-muridnya dapat menghayati dan mengamalkan kandungan dari Wal ‘Ashri:
Pertama,
agar murid-muridnya mempunyai pandangan bahwa semua waktu itu baik, tergantung
bagaimana cara menyikapi dan menggunakannya.
Kedua,
agar murid-muridnya dengan dasar keimanan yang kuat suka mengisi waktu dengan
melakukan amal shalih (amal kebajikan).
Ketiga,
agar murid-muridnya meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat, tidak suka ngrasani
(menggunjing) dan saling mencela. Tetapi mengisi waktu dengan amal-amal
saleh, yaitu amalan yang dilandasi dengan ilmu pengetahuan.
Keempat,
agar murid-muridnya suka saling tawāshau bil-haqq (saling mengingatkan
tentang kebenaran) dengan cara yang baik, meluruskan dan menyampaikan
kritik/koreksi dalam ruh Islam (al-haq), sabar bila melihat/mengetahui
temannya berbuat keliru atau salah.
Ketika
KH. Ahmad Dahlan wafat pengajian itu diasuh sendiri oleh Nyai Dahlan
di bawah bimbingan ketua-ketua Muhammadiyah KH. Ibrahim, KH.
Hisyam, KH. Mas Mansur dan dijadikan bagian kegiatan Aisyiyah.
Sehingga di Aisyiyah ada Bagian Wal ‘Ashri. Setelah itu
pembina/pengasuh pengajian Wal ‘Ashri diteruskan oleh Ki Bagus
Hadikusumo, Buya AR Sutan Mansur, KH. Yunus Anis, KH.
Ahmad Badawi, AR Fakhruddin dan terakhir HA Azhar Basyir MA.
Di masa KH. Ahmad Badawi, AR Fakhruddin dan HA Azhar Basyir
MA, pengajian Wal ‘Ashri ini kemudian dikenal sebagai pengajian Kemisan,
karena dilaksanakan pada hari Kamis sore. Pesertanya juga sudah tidak lagi
buruh-buruh, tetapi siapa saja yang berminat.
Apa
yang ditanamkan KH. Ahmad Dahlan adalah upaya mengajarkan dan menanamkan
ruhiyah atau sprit perjuangan adalah iman kepada Allah yang Maha
Esa. Iman adalah landasan dalam melangkah, bekerja, dan berjuang; bukan
sebaliknya apalagi keuntungan duniawi yang tak seberapa. Hal inilah yang dikukuhkan
lagi oleh KH. Mas Manshur dalam 12 langkahnya, “Hendaklah iman ditablighkan,
disiarkan seluas-luasnya, diberika Riwayat dan dalil buktinya, dipengaruhkan
dan digembirakan hingga iman itu mendarah daging, masuk di tulang sumsum dan
mendalam di hati sanubari pada anggota Muhammadiyah semuanya”.
Apa
yang telah dimulai oleh KH. Ahmad Dahlan adalah suatu langkah yang kokoh
melandasi dasar perjuangan dengan iman. Lalu landasan yang kokoh ini dikukuhkan
ulang oleh KH. Mas Mansur dalam bentuk kebijakan iman harus ditablighkan
seluas-luasnya agar iman itu mendarah daging dan masuk ke dalam tulang sumsum.
Apa yang telah dimulai oleh KH. Ahmad Dahlan adalah suatu langkah yang kokoh yang melandasi dasar perjuangan dengan iman. Lalu landasan yang kokoh ini dikukuhkan ulang oleh KH. Mas Mansur dalam bentuk kebijakan iman harus ditablighkan seluas-luasnya agar iman itu mendarah daging dan masuk ke dalam tulang sumsum. Langkah yang diambil KH. Mas Mansur sejatinya adalah desakan Angkatan Muda Muhammadiyah yang melihat persyarikatan hanya fokus dengan dunia pendidikan dan lalai serta lengah dengan dunia tabligh dan dakwah. Hari ini kenyataan lalu seolah memiliki ruang yang nyata dengan hari ini, ketika semua pimpinan Muhammadiyah mulai dari tingkat ranting, cabang, daerah, wilayah hingga pusat hanya sibuk dengan dunia pendidikan dan Amal Usaha, sudah selayaknya semangat 12 langkah KH. Mas Mansur mendapatkan ruang dan perhatian. Semoga persyarikatan Muhammadiyah dapat kembali ke khittahnya sebagai gerakan Islam, gerakan dakwah amar makruf nahi mungkar, karena sejatinya persyarikatan Muhammadiyah bukan LSM.



Tidak ada komentar: