Diberdayakan oleh Blogger.

New

Artikel

Berita

Pendidikan

Agenda Sekolah

Info Pendaftaran

» » » » Bercermin Pada Murid


M. Nasri Dini

Sebagai seorang pendidik atau guru, tidak cukup rasanya jika kita hanya mengandalkan kata-kata saja saat menasihati murid kita. Namun seorang guru juga dituntut untuk melengkapi dirinya dengan kemampuan ‘membaca’ setiap ‘kebandelan’ peserta didik atau siswa mereka. Baik itu ‘kebandelan’ dalam hal perkataan maupun perbuatan. Misalnya saja; siswa yang gemar berkata keras atau kasar, mengobrol saat pelajaran, apalagi membantah saat kita beri nasihat. Hal yang menarik untuk kita renungkan sebagai bahan introspeksi diri kita sebagai guru.

Kita pasti sering mendengar pepatah, “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari.” Pepatah singkat yang sewajarnya dapat membuat kita bercermin saat melihat tingkah ‘bandel’ murid-murid kita. Jangan-jangan sebagian dari perilaku mereka itu ternyata mereka ‘teladani’ dari kita sebagai gurunya. Ya, siswa akan otomatis menerima apa yang dilihat di sekitarnya termasuk gurunya untuk kemudian dengan mudahnya mereka lakukan dalam perilaku kehidupan sehari-hari. Maka alangkah baiknya kalau hal-hal yang dikerjakan dan ditunjukkan guru pada siswanya adalah perbuatan yang baik sehingga siswa kita juga dapat meneladani kebaikan tersebut.

Karena jika diibaratkan siswa kita tersebut sebagai kertas putih, maka tugas kita sebagai wakil orangtua mereka di sekolah yang akan mengisi kertas putih itu dengan apa. Penuh dengan coretan tanpa makna, berisi tulisan kaligrafi atau lukisan yang indah, atau malah kertas putih itu justru sobek berantakan tanpa bentuk. Hal ini sebagaimana apa yang pernah disampaikan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah sabda beliau: "Setiap bayi itu dilahirkan atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang (kemudian) membuatnya menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi." (HR. Bukhari)

Anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah. Yang berarti, akan menjadi apa mereka selanjutnya tergantung dari sesuatu yang ada dan diterima dalam jiwa anak itu. Seperti halnya mereka tidak beragama Islam dan malah menjadi Yahudi, Nasrani maupun Majusi itu hanyalah lantaran pengaruh orangtuanya maupun orang-orang di sekitarnya. Tentu saja termasuk kita sebagai guru mereka di sekolah.

Di samping orangtua, peran guru di sekolah tidak kalah pentingnya dalam membentuk kepribadian siswanya. Karena kepribadian anak tidak hanya dipengaruhi oleh faktor keluarga atau orangtua mereka di rumah saja, akan tetapi lingkungan sekitar dan sekolah pun juga sangat besar dalam memberi pengaruh. Dan sebagaimana yang terjadi di rumah, di sekolah pun seorang anak juga sangat berpotensi menjadi seorang peniru. Kalau di rumah mereka merekam dan meniru apa yang dilakukan orangtuanya, maka di sekolah yang mereka tiru adalah gurunya, orangtua kedua yang dimilikinya di sekolah. Guru yang secara terang-terangan memperlihatkan hal-hal yang tidak baik kepada muridnya, baik perkataan maupun perbuatannya, maka sangat tidak mustahil hal itulah yang akan dijadikan contoh dan dilakukan oleh muridnya.

Kalaupun murid tidak mencontoh langsung perbuatan itu dari gurunya, maka perbuatan dan perkataan gurunya tersebut akan dijadikan alasan dan pengesahan untuk membenarkan perbuatan buruknya jika suatu saat nanti guru memberinya nasihat. Dengan kata lain, kita harus menjadi teladan seutuhnya bagi siswa. Tidak hanya pintar menasihati dan menceramahi anak didik saja tanpa kita tunjukkan dalam perilaku nyata. Bahkan pada akhirnya nanti barangkali kita tak perlu banyak memberi nasihat lagi, tapi siswa langsung bisa melihat contoh nyata melalui perbuatan yang kita tunjukkan pada mereka. Sehingga guru diharapkan benar-benar bisa menjadi sosok yang ‘digugu lan ditiru’ (jawa=ditaati dan diteladani). Semoga. Wallahu a’lam

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply