Diberdayakan oleh Blogger.

New

Artikel

Berita

Pendidikan

Agenda Sekolah

Info Pendaftaran

» » » » Teladan Indah Keluarga Ibrahim


Oleh: M. Nasri Dini

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad,
Kama shallaita ‘ala Ibrahim wa ‘ala ali Ibrahim,
Wabarik ‘ala Muhammad wa ‘ala ‘ali Muhammad,
Kama barakta ‘ala Ibrahim wa ‘ala ali Ibrahim...

Kalimat shalawat tersebut nampaknya sangat akrab di semua telinga kaum muslimin di seluruh dunia. Karena berkali-kali, setiap hari selepas mambaca tasyahud pasti lisan kita melantunkannya dalam shalat kita. Dan tampaknya kalimat tersebut juga tidak berlebihan. Bagaimana tidak? Karena saat kita membaca kembali kisah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam bahkan hingga berulangkali, maka kita akan menemukan banyak hikmah yang dapat kita ambil didalamnya. Berbilang pelajaran yang akan kita petik dari keluarga Bapak para nabi tersebut. Tidak hanya dari pribadi Nabi Ibrahim ‘alaihis salam semata, tapi juga dari kedua istri beliau Sarah dan Hajar, termasuk juga dari putra beliau yang kelak menjadi Nabi, Ismail dan Ishak bin Ibrahim ‘alaihimas shalatu was salam.

Belajar dari Ibrahim
Saat kita menekuni lebih dalam kehidupan Ibrahim ‘alaihis salam, baik semasa muda sebelum beliau menjadi nabi maupun sesudah beliau diangkat oleh Allah ‘Azza Wa Jalla menjadi nabi dan rasul, maka kita akan menemukan banyak pelajaran berharga. Saat masih muda beliau dikenal dengan keistiqomahan dan keteguhannya dalam menjaga iman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal yang sebenarnya sangat sulit dijalani saat itu. Karena mayoritas, bahkan semua masyarakat pada zamannya adalah para pembuat, penjual dan penyembah berhala. Tapi tidak bagi Ibrahim ‘alaihis salam. Beliau memilih tegak berdiri dalam kesendirian dengan berpegang teguh dalam ketauhidan, dalam pengesaan Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Dari Ibrahim ‘alaihis salam pula kita akan belajar kecerdikan yang mengagumkan. Kecerdikan yang nampaknya sepele, hingga dapat mematahkan argumentasi lemah orang-orang kafir penyembah berhala. Seperti yang diceritakan dalam Alqur‘an.
Mereka bertanya: "Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?" Ibrahim menjawab: "Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara." kemudian kepala mereka jadi tertunduk (lalu berkata): "Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara." Ibrahim berkata: Maka mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikitpun dan tidak (pula) memberi mudharat kepada kamu?" (Q.S. Al Anbiya [21] : 61-66)
Sama sekali bukan maksud Ibrahim ‘alaihis salam berbuat dosa dengan kedustaan pada kaumnya. Yaitu bahwa patung besarlah yang menghancurkan patung lainnya sebagaimana yang dijawabkan Ibrahim ‘alaihis salam pada mereka. Melainkan Ibrahim ‘alaihis salam semata ingin menyadarkan pikiran kaumnya bahwa patung-patung itu sebenarnya tidak bisa berbuat apa-apa. Berbicara, melihat, mendengar, bahkan mengusir lalat yang hinggap padanya, atau melawan saat ada tangan yang akan menyentuh dan menghancurkan mereka. Jikalau membela diri sendiri saja mereka sama sekali tidak mampu, apalagi jika harus memenuhi permintaan dari para penyembah dan pemujanya. Laa haulaa walaa quwwata illa billah...
Tentang argumentasi cerdas Ibrahim ‘alaihis salam ini Al-Qur‘an juga menceritakan dalam surat yang lain. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
Ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan," orang itu (Namrudz) berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat," lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Q.S. Al Baqarah [2] : 258)
Selain keteguhan iman dan kecerdasan yang dimiliki Ibrahim ‘alaihis salam, kita juga akan menemukan tawakal yang besar dari Ibrahim ‘alaihis salam yang tersurat dalam doanya.
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Q.S. Ibrahim [14] : 37)
Saat kita membaca doa Nabi Ibrahim ‘alaihis salam  tersebut seolah-olah kita melihat hal yang bertentangan dan sama sekali tidak masuk dalam keterbatasan akal manusia. Meninggalkan keluarganya di ‘lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman’ tapi memohon pula ‘beri rezkilah mereka dari buah-buahan’. Inilah kepasrahan dan tawakal sejati Ibrahim ‘alaihis salam. Kalau kita mendengar doa ini sekarang, mungkin kita akan menganggap doa ini tidak masuk akal. “Sudah tahu tidak ada tanaman kok minta buah-buahan,” begitu mungkin pikiran kita. Tapi Ibrahim ‘alaihis salam telah membuktikan bahwa harapannya yang besar pada Allah Tabaraka wa Ta’ala tersebut bukanlah harapan kosong dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjawab semua doa Ibrahim ‘alaihis salam. Memberikan segala macam buah-buahan bahkan sampai ke anak dan cucunya hingga sekarang.

Belajar dari Sarah
Dari Sarah istri Ibrahim ‘alaihis salam kita belajar berbagi, mengikhlaskan saat suaminya menikah dengan perempuan lain. Darinya pula kita belajar bersabar karena sebagaimana kita tahu, Sarah baru dikaruniai putra di usia senja, 99 tahun. Memang tidak ada yang mustahil saat Allah Subhanahu Wa Ta’ala sudah berkehendak, meski dalam pikiran manusia hal itu tak mungkin terjadi.
“...dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishak).” (Q.S. Adz Dzariyat [51] : 28)
Kabar gembira yang ternyata justru membuat Sarah tidak percaya, sampai-sampai harus memekik lalu menepuk mukanya sendiri seraya berkata berkata: "(Aku adalah) seorang perempuan tua yang mandul." (Q.S. Adz Dzariyat [51] : 29)
Menanggapi keraguan Sarah tersebut Allah Subhanahu Wa Ta’ala pun secara tegas menjawab dalam ayat selanjutnya, "Demikianlah Tuhanmu memfirmankan" Sesungguhnya Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Adz Dzariyat [51] : 30)

Belajar dari Hajar
Dari Hajar, istri kedua Ibrahim ‘alaihis salam selain tentang kesabaran dan kerelaan saat ditinggal oleh Ibrahim ‘alaihis salam di padang tandus sebagaimana digambarkan dalam surat Ibrahim [14] ayat 37 diatas. Kita juga akan belajar tentang bekerja keras, ikhtiar yang tiada henti meski secara akal seakan kita tak mungkin meraihnya. Bagaimana bisa dibilang masuk akal jika Hajar hanya mondar-mandir berlari dari Shafa dan Marwa sedangkan dari awal dia sudah tahu ditempat tersebut tidak ada air?! Kenapa tidak mencoba berlari ketempat lain agar menjumpai air disana.
Itulah kebesaran Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dengan usaha yang maksimal berulangkali dan berkali-kali berlari, justu Hajar pada akhirnya menemukan air dari kaki anaknya, Ismail yang menendang-nendang tanah. Dan darinya kemudian kita mengenal air zam-zam. Sungguh akan berbeda ceritanya jika Hajar hanya berpangku tangan saja tanpa berusaha dan bekerja keras. Bahkan jika Hajar hanya duduk bersimpuh menegadah lemah pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala saja. Tapi nyatanya tidak demikian.

Belajar dari Ismail
Ismail bin Ibrahim ‘alaihis salam juga memberikan pelajaran tentang kesabaran kepada kita seperti yang diceritakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai berikut:
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (Q.S. Ash Shaffat [37] : 102)
Karena kesabaran Ismail ‘alaihis salam tersebut maka kita menjumpai syariat qurban. DigantiNYA Ismail ‘alaihis salam dengan binatang sembelihan.
“Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (Q.S. Ash Shaffat [37] : 103-107)

Salaamun ‘alaa Ibrahim
Sungguh benar dan teramat pantas adanya saat Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengatakan bahwa,“Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim." (Q.S. Ash Shaffat [37] : 108). Hal ini tidak lain karena Ibrahim ‘alaihis salam dan keluarganya telah memberikan segalanya pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, kesabaran, keistiqomahan, keikhlasan yang benar-benar ikhlas pada Allah ‘Azza wa Jalla semata. Maka dalam sholat kita setiap hari pun, setelah bershalawat pada baginda Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, kemudian selalu Ibrahim ‘alaihis salam dan keluarganya menjadi bagian dari lantunan doa kita umat Islam di seluruh dunia, “Kesejahteraan dan keberkahan dilimpahkan atas Ibrahim dan atas keluarga Ibrahim.” Wallahul musta’an

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply